Seorang Profesor Rela Diundang untuk Ringankan Terdakwa Sambo

author surabayapagi.com

- Pewarta

Selasa, 27 Des 2022 20:34 WIB

Seorang Profesor Rela Diundang untuk Ringankan Terdakwa Sambo

i

Prof Elwi Danil saat menjadi ahli yang dihadirkan pihak Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi, Selasa (27/12/2022).

SURABAYAPAGI.COM, Jakarta - Prof. Dr. Elwi Danil, S.H., M.H., Guru Besar Hukum Pidana dari Universitas Andalas, rela diundang menjadi saksi yang meringankan terdakwa Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi, istrinya.

Prof. Dr. Elwi Danil ditampilkan tim pengacara Sambo dalam sidang kasus pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J, Selasa (27/12/2022).

Baca Juga: Anggota Polsek Sawahan Cabuli Anak Tiri Sudah Ditahan di Polres Tanjung Perak

 

Soal Saksi Justice Collaborator

Dalam penjelasannya, Elwi Danil, menyatakan tak ada perbedaan nilai kesaksian antara orang yang menjadi justice collaborator (JC) dengan saksi lain.

"Apakah ada perbedaan bobot atau scoring kualitas pembuktian atau keterangan yang disampaikan oleh saksi yang merupakan atau yang mendapat rekomendasi JC dengan saksi lain yang menyampaikan juga keterangan di persidangan," tanya penasihat hukum Sambo, Rasamala Aritonang di ruang sidang, Selasa (27/12/2022).

Elwi kemudian menjawab. Dia mengatakan tidak ada aturan yang menyebut kualitas kesaksian JC lebih tinggi dari kesaksian orang lain dalam persidangan.

"Menurut pendapat saya tidak ada satu aturan pun atau bahkan tidak ada satu pendapat pun dalam doktrin yang ditemukan yang menyatakan bahwa JC itu kualitas atau nilai keterangan sebagai saksi itu berbeda dengan saksi yang bukan sebagai JC," kata Elwi.

 

Tak Laporkan Rencana Pembunuhan

Dalam penjelasannya, Elwi bicara soal orang yang tak melaporkan rencana pembunuhan tidak bisa dianggap turut serta terlibat pidana.

Baca Juga: Warga Bangkalan Tewas Dibacok Keponakan

Penasihat hukum Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi, Rasamala Aritonang, awalnya bertanya apakah pelaku yang mengetahui rencana pembunuhan namun tidak mencegahnya bisa dikenakan pasal 338 dan 340 KUHP. Elwi mengatakan pelaku bisa dijerat pasal tersebut jika terlibat aktif dalam pembunuhan.

"Apakah memungkinkan memasukkan pelaku sebagai turut serta apabila mengetahui peristiwa yang akan terjadi tetapi tidak mengingatkan misalnya atau mencegah pelaku lain melakukan itu. Kalau kita bicara dakwaan 340 maka pelaku yang dianggap pelaku tidak mencoba mencegah ini, kemudian bisa dijerat juga dengan 340-338?," tanya Rasamala.

 

Pelaku Aktif

"Tindak pidana pembunuhan seperti diatur dalam 338 dan 340 itu bisa dikatakan delik yang baru bisa dikatakan sebuah delik apabila pelakunya bertindak secara aktif. Sikap tidak melaporkan akan terjadinya suatu tindak pidana pembunuhan, menurut saya tidak bisa dikategorikan telah melakukan atau turut serta melakukan tindak pidana pembunuhan," jawab Elwi.

Guru Besar Hukum Pidana Unand ini mengatakan hal tersebut merupakan asas legalitas yang berlaku di Indonesia. Dia menyebut hukum pidana Indonesia tidak menyebut orang yang mengetahui rencana pembunuhan namun tak melaporkan termasuk ke dalam pelaku aktif.

Baca Juga: Kapolres Pasuruan Kota Berhasil Ungkap Kasus Pembunuhan hingga Curanmor di Bulan Ramadhan

"Karena yang pertama hukum pidana kita terikat asas legalitas. Tak ada rumusan pun dalan KUHP yang menyebutkan apabila orang tidak melaporkan atau tidak berusaha untuk mencegah terjadinya suatu tindak pidana, lantas dia dianggap sebagai telah melakukan tindak pidana aktif. Tidak ada satupun," ujarnya.

 

Dakwaan Sambo dan Putri

Sambo dan Putri bersama tiga terdakwa lain yakni Richard Eliezer atau Bharada E, Ricky Rizal atau Bripka RR, dan Kuat Ma'ruf didakwa melakukan tindak pidana pembunuhan berencana terhadap Yosua.

Mereka didakwa melanggar Pasal 340 subsider Pasal 338 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. n jk/erc/rmc

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU