Proporsional Tertutup Jadi Pemicu Lonceng Kematian Demokrasi

author surabayapagi.com

- Pewarta

Kamis, 05 Jan 2023 20:19 WIB

Proporsional Tertutup Jadi Pemicu Lonceng Kematian Demokrasi

i

Dr. Muhammad Iqbal, Pengamat politik Universitas Jember

SURABAYAPAGI, Surabaya - Sistem proporsional tertutup akan menjadi pemicu lonceng kematian demokrasi di Indonesia. Jika narasi proporsional tertutup terus digaungkan, kemudian diaminkan oleh MK dan tanpa penegakan hukum yang sarat efek jera terhadap penjahat korupsi pemilu dan politik uang, maka lonceng kematian demokrasi bisa berdentum kencang tanda kemunduran esensi demokrasi.


Menurut saya penolakan delapan fraksi DPR RI atas narasi mengganti sistem pemilu menjadi tertutup itu sudah tepat dan cocok dengan situasi Indonesia yang tengah mematangkan dan mendewasakan diri sebagai bangsa demokratis.

Tidak ada yang ideal dalam sistem pemilu proporsional terbuka atau tertutup. Yang paling pas atau cocok dalam situasi demokrasi Indonesia yang beranjak mulai dewasa bagi saya adalah proporsional terbuka.

Wacana untuk kembali menjadi sistem proporsional tertutup adalah keinginan ego politik dari parpol besar untuk pertahankan status quo atau terbesit kepentingan oligarki politik untuk "memuluskan jalan" bagi partai baru agar tidak terseok di Pemilu 2024.

Kematangan demokrasi Indonesia jelang 1 tahun 10 bulan menuju Pemilu 2024 kembali diuji. Kali ini oleh wacana mengubah sistem pemilu dari proporsional terbuka menjadi tertutup.

Sejak 2004 sistem proporsional terbuka dianut dalam rezim Pemilu Indonesia dan sistem itu memastikan calon wakil rakyat berinteraksi langsung kepada calon pemilih di daerah pemilihannya.

Berbeda dengan sistem proporsional tertutup yang membuat rakyat hanya memilih parpol karena calon wakil rakyat sudah ditentukan partai, sehingga rakyat seolah membeli kucing dalam karung karena tidak tahu pasti siapa caleg yang akan dipilihnya.

Menurut saya wacana untuk kembali ke sistem pemilu proporsional tertutup karena maraknya politik uang dari sistem proporsional terbuka sebetulnya alasan yang cenderung sumir dan rapuh.

Politik uang dan korupsi pemilu bisa selalu terjadi bukan semata mengganti sistem pemilu. Tidak ada jaminan korupsi pemilu dan politik uang berhenti hanya dengan mengganti sistem yang terbuka jadi yang tertutup. Bahkan sangat mungkin, korupsi pemilu dan politik uang semakin merajalela dan membabi buta ketika para bakal calon legislatif diberi "angin surga" nomor urut jadi oleh parpol.

Jika Mahkamah Konstitusi terjebak dalam arus narasi sistem pemilu kali ini, maka MK boleh dikata ikut serta dalam merobohkan demokrasi sistem pemilu itu domain pembentuk UU yang mensyaratkan partisipatif masyarakat.

Baca Juga: Airlangga Buka Rakernas Golkar, Bocorkan Caleg PDIP Ingin Coblos Terbuka

Jika hanya berdasarkan Keputusan MK terkait sistem pemilu nanti, maka asas partisipasi masyarakat jadi hilang dan demokrasi pun kehilangan sendi esensi.

Baca Juga: Menteri Hukum Era SBY, Sebar Bocoran Putusan MK

(Lewat keterangannya di Kabupaten Jember, yang dikutip dari laman Antara.News pada Kamis (05 Januari 2023).

Editor : Mariana Setiawati

BERITA TERBARU