Home / Politik : Analisis Politik

Sandiaga Uno, Bak Banteng Menyeruduk

author surabayapagi.com

- Pewarta

Rabu, 03 Mei 2023 21:16 WIB

Sandiaga Uno, Bak Banteng Menyeruduk

i

H. Raditya M. Khadaffi

SURABAYAPAGI.COM, Surabaya - Pertemuan 6 partai pro-pemerintah dengan Presiden Joko Widodo, di Istana Merdeka, Selasa Malam (3/5/2023) berakhir dengan senyuman. Hanya Airlangga Hartarto dan Prabowo, yang mau bocorkan pertemuan tertutup itu. Keduanya sama-sama bicara bahwa pertemuan hanya membahas seputar tantangan dan capaian ekonomi. Baik Prabowo maupun Airlangga, menepis pertemuan membahas soal Pilpres 2024.

Sementara, Prabowo berkata Jokowi banyak bercerita tentang pembangunan Indonesia. Jokowi menyinggung posisi ekonomi Indonesia yang sudah ada di urutan ke-16 dunia.

Baca Juga: Sandra Dewi, Perjanjian Pisah Harta, Sebuah Strategi

Prabowo optimistis Indonesia bisa menjadi negara dengan kekuatan ekonomi nomor 4 dunia. Menurutnya, hal itu bisa terwujud bila semua elemen bangsa kompak.

"Kita sangat mungkin bisa menjadi ekonomi ke-4 terbesar dunia kalau kita pandai memanfaatkan keadaan," ujarnya.

Nah, urusan ekonomi ini tidak dimiliki baik Ganjar atau Prabowo. Kecuali Airlangga. Tapi Sekjen Partai Golkar tegaskan Airlangga tak ngotot nyapres atau cawapres. Kini yang aktual bahas nominasi cawapres yang punya background ekonomi. Dan diantara 7 kandidat cawapres yang ditawarkan Jokowi, hanya dua menteri yaitu Erick Thohir dan Sandiaga Uno.

Diantara dua menteri Jokowi ini, "tinggal" Sandiaga Uno, yang masih kelayapan di beberapa kota-kabupaten, ormas dan kyai. Benarkah Sandiaga Uno, yang diberi lampu hijau oleh Jokowi?

 

***

 

Sampai ada kerjasama politik antara PDIP - PPP, hari Minggu lalu (30/4/2023), kedua Ketua Umum parpol nasionalis-religi, masih malu-malu buka cawapres Ganjar Pranowo.

Padahal wartawan politik di Jakarta sudah tahu, Sandiaga Uno, ngebet minta diusung PPP sebagai cawapres PDIP. Ada apa? Inilah politik praktis Indonesia yang kadang bermetafora bunglon.

Catatan jurnalistik saya bulan ke ke bulan, nyata Sandiaga Uno, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Indonesia, terus mepet ke petinggi PPP, meski masih jabat Wakil Dewan Pembina Partai Gerindra.

Dalam catatan saya, Sandiaga adalah  pebisnis yang lihai  mengambil peluang "bisnis" politik praktis.

Saat masih menjabat Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra, Sandiaga saya amat telah melakukan "percobaan-percobaan"  untuk membuktikan tingkat keberhasilannya, jadi capres atau cawapres?

Ini ia lakukan disaat Gerindra sudah deklarasikan Prabowo Subianto, capres 2024. Sebagai politisi yang berlatarbelakang pebisnis, ia tampaknya sudah berhitung dengan berbagai probabilitas.

Ini karena Sandiaga Uno, paham tentang peluang usaha. Urusan ini, ada dua pilihan yaitu mengambil peluang ikut nyapres atau tidak? Paling tidak cawapres, seperti yang ia pilih tahun 2019.

Apakah Sandiaga Uno, melirik political chameleon atau politisi bunglon.? Walahualam.

Saya amati, saat ini Sandiaga Uno, seperti sedang mengadaptasi diri maju lagi sebagai cawapres 2024? Boleh jadi. Apakah dia layak disebut pengikut politisi Oportunis? Walahualam

Secara kasat mata perilaku bak politisi oportunis. Untuk urusan kekuasaan, ia cepat beradaptasi sesuai dengan kebutuhannya.

Kali ini ada peluang cawapres. Sebagai pebisnis, tentunya tidak semua peluang harus  diambil Sandiaga. Ia mesti mikir jadi capres atau cawapres? Saat ia merapat ke PPP, ia punya kesadaran  membuka diri terhadap peluang ikut pilpres. Sikap membuka diri ini saya baca sebagai salah satu sikapnya untuk dapat sukses mengejar mimpi politisi oportunis. Minimal maju sebagai cawapres seperti pilpres tahun 2019 lalu.

Sandiaga, tampaknya sadar bahwa peluang tidak datang dua kali. Makanya saya catat, ia lihai  menganalisa peluang cukup cawapres dengan sikap open minded. Tampaknya berlabuhnya ke PPP adalah pilihan jeli. Satu tahun sejak tahun 2022 saya catat, ia bak wirausaha bidang politik yang  dalam tahap merintis usaha jadi cawapres. Tentu cawapres siapa saja.

Saya mencatat mental percaya diri Sandiaga, kuat dihadapkan dengan peluang mencawapres lagi. Manuver manuver digunakan saat jadi menteri. Ini menurut saya cara spesifiknya menciptakan peluang ikut Kontestasi pilpres meski dirinya bukan Ketua Umum parpol.

 

***

 

Baca Juga: Budi Said, Dituding Mafia Tanah, Apa Iya??

Sampai agenda makan siang di rumah Ketua DPC Solo, FX Rudi, akhir April 2023 lalu Sandiaga Uno, nyeruduk terus bak banteng aduan. Padahal Sandiaga, bukan kader PDIP.

Gaya nyeruduknya, saya teringat adu banteng matador. Ada seorang yang disebut torero kerap menggunakan jubah merah dan kain merah kecil untuk mengundang banteng bereaksi. Ternyata, banteng bukan karena warna, melainkan karena gerakan jubah yang dilakukan oleh torero.

Hipotesis ini pernah diuji oleh sebuah acara televisi Mythbusters. Dalam salah satu pertunjukan, mereka menggunakan kain dengan warna lain untuk mengundang reaksi banteng.

Tes yang dilakukan tersebut menunjukkan bahwa banteng memiliki reaksi yang sama terhadap jubah putih dan jubah biru seperti yang mereka lakukan terhadap jubah merah.

Pengujian tersebut juga menunjukkan bahwa banteng hanya menjadi tertarik dan mulai ancang-ancang menyeruduk jubah ketika dipindahkan.

Selama ini, hubungan antara banteng yang menyerang dengan warna merah telah melekat di benak orang karena hal tersebut sudah menjadi tradisi sejak berdirinya matador Spanyol sejak awal abad ke-18.

Demikian saya amati, saat masih "Nomaden", Sandiaga Uno, mengembara di beberapa DPC PPP Berbagai kota. Ia lihai. Masuk komunitas Kabah, menggunakan jubah Menparekraf. Jabatan ini bak pisau yang tajam ke elite PPP atau ke publik.

Sandiaga Uno, paham kostum hiasan dan jubah hijau-merah sebagai bagian penting dari budaya dan tradisi adu banteng.

Tampaknya, ia paham banteng adalah hewan yang suka menyeruduk jika disodorkan kain merah. Di arena matador di Spanyol, kita dapat melihat pertunjukan banteng yang menyerang orang dengan jubah merah atau kain berwarna merah.

Pertunjukan matador yang terkenal itu lantas menimbulkan anggapan bahwa banteng akan menyerah sesuatu yang berwarna merah. Namun, rupanya hal itu bukan karena banteng tidak menyukai warna merah. Sandiaga justru "kesengsem" warna hijau.

Dikutip dari Wonderopolis, banteng sebenarnya tidak membenci warna merah, putih atau hijau. Bahkan, banteng sebenarnya tidak bisa benar-benar melihat warna merah karena mereka buta warna.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa banteng menyerang orang di arena matador bukan karena warna merah. Sandiaga, bukan buta warna.

Baca Juga: Jual-beli Opini WTP, BPK Minta Rp 40 M

 

***

 

Mengapa Sandiaga Uno, memilih warna hijau, bukan merah. Mungkin analisis bisnisnya dalam meraih kekuasaan sangat jitu. Banteng aduan suka warna merah. Sandiaga bisa menempatkan diri matadornya.

Asumsinya, Ganjar dan Megawati akan mengubernya. Apalagi presiden Jokowi, merekomendasi namanya, satu dari tujuh kandidat cawapres PDIP.

Dalam kalkulasi saya, ada perhitungan matang dari Sandiaga, lebih sreg menjadi cawapres Ganjar ketimbang Prabowo atau Anies Baswedan.

Dengan Prabowo, ia tahu cara Ketua Umum Gerindra, memimpin. Ada style militernya. Apalagi ia pernah jadi cawapres Prabowo. Lalu dengan Anies Baswedan, Sandiaga Uno, punya pengalaman tak enak saat pilgub DKI Jakarta, 2017. Anies tinggalkan utang ke Sandiaga, yang jumlahnya miliaran. Juga urusan program kerja Gubernur, Sandiaga lebih membumi. Sandiaga, juga kenal Surya Paloh, deklarator Anies Baswedan, capres koalisi perubahan. Padahal, Sandiaga Uno, digadang gadang PKS.

Saya dalam pilihan Sandiaga Uno, mencoba lakukan cost and benefit analysis (CBA).

Gunakan  analisis biaya dan manfaat, terutama terkait tahapan CBA, saya pikir Cost (biaya) menjadi acuan Sandiaga, sebagai ahli keuangan. Sandiaga, tentu tak mau pengorbanan untuk mendapatkan manfaat atau hasil tertentu tidak nyucuk.

Misalnya mau berlabuh ke Anies lagi lewat pintu PKS,  benefit (manfaat) itu faedah, keuntungan, atau kegunaan yang didapatkannya  pasti ia hitung jeli. Sebagai ahli finansial, Sandiaga tahu CBA merupakan tool untuk pengambilan keputusan dengan mempertimbangkan sumber daya yang digunakan (sebagai biaya) agar memberikan hasil yang diinginkan (manfaat) secara optimal. Pilihan yang reasonable bukan cawapres Prabowo maupun Anies Baswedan.

Bila kelak Ganjar terpilih presiden, Sandiaga Uno, bisa meniru gaya Jusuf Kalla, saat menjadi wapres SBY dan Jokowi.

Tipologi gaya kepemimpinan Sandiaga, mirip mirip Jusuf Kalla, terapkan style saudagar. Ciri saudagar adalah spirit berjuang. Hidupnya seperti banteng aduan, tak pernah menyerah sebelum ajal menjemputnya. Never give up ya Bang Sandiana Uno. ([email protected])

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU