Birahi Kekuasaan Anak-Menantu Jokowi

author surabayapagi.com

- Pewarta

Jumat, 10 Nov 2023 20:34 WIB

Birahi Kekuasaan Anak-Menantu Jokowi

i

Raditya M Khadaffi

SURABAYAPAGI.COM, Surabaya - Ternyata, putusan MK terkait perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 beberapa waktu lalu, memicu trauma politik dalam kesamaan hak bagi setiap warga negara.

Ada polemik Putusan MK No. 90/PUU-XXI/2023 Tentang Ketentuan Tambahan Pengalaman Menjabat dari Keterpilihan Pemilu dalam syarat usia minimal Capres/Cawapres. Tambahan narasi ini tidak bisa dibenarkan secara konstitusi. Ini hanya untuk memberi karpet merah kepada anak sulung Presiden Joko Widodo, yaitu Gibran Rakabuming Raka menjadi Calon Wakil Presiden. Putusan ini dianggap merusak budaya demokrasi di Indonesia. Maklum, dalam TAP MPR RI No. XI/ 1998 dan UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara Yang Bebas dan Bersih dari KKN, harus dijaga dan dipatuhi oleh semua orang Indonesia, tanpa kecuali.

Baca Juga: Jokowi Ajak PM Lee Kelola Kawasan Industri Halal Sidoarjo

Praktis saya mengikuti, neskipun putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023 adalah final dan mengikat, publik menilai hasil sidang MKMK, bahwa putusan no 90 tersebut tidak memiliki legitimasi moral etis. Terselip ada birahi kekuasaan.

Soal birahi kekuasaan Gibran ini disusul Bobby Nasution, menantu Jokowi. Meski masih jadi kader PDIP, Bobby, ikut dalam deklarasi relawan Prabowo Subianto-Gibran.

Oleh karena itu, Bobby Nasution diminta untuk memilih PDIP atau mendukung Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka di Pilpres 2024. Bobby juga diberi waktu 7 hari oleh DPP PDIP untuk mengembalikan kartu tanda anggota (KTA). Ternyata Wali kota Medan ini mendapat ultimatum dari PDIP. Nuansa ultimatum ada etika politik.

Bobby terpikat birahi kekuasaan. Terkesan, etika tak dijunjung, sebab terpikat birahi kekuasaan.

Menurut akal sehat saya, saat orang sudah masuk ke unsur birahi, ia lupa soal etika dan norma. Dalam birahi selalu ada nafsu.

 

***

 

Dalam literasi kedokteran, nafsu adalah kekuatan psikologis yang menghasilkan hasrat yang kuat terhadap sesuatu. Nafsu bisa berbentuk apa saja seperti nafsu seksualitas (lihat libido), uang, atau kekuasaan.

Birahi menurut KBBI, perasaan cinta kasih antara dua orang yang berlainan jenis kelamin; asyik: ketika dipandangnya wajah kekasihnya, bangkitlah -- nya; 2 a sangat suka; sangat tertarik: tuan putri pun sangat -- mendengar bunyi-bunyian itu; 3 n Tern gejala yang timbul secara berkala pada ternak betina sebagai perwujudan berahi untuk dikawinkan;

Bahkan secata majemuk berahi bisa timbul secara berkala dalam masa setahun;

Baca Juga: Apple Investasi Rp 1,6 Triliun, Microsoft Rp 14 Triliun

Pemilu diselenggarakan setiap lima tahun sekali. Birahi apa lagi yang diraih kalau bukan kekuasaan. Pemilu seolah hanya pesta para elite politik.

Maklum makna pemilu setiap lima tahun sekali adalah pembaharuan legitimasi. Dari aspek filosofis, negara wajib menyediakan sarana pelimpahan legitimasi agar roda pemerintahan tetap sah.

Apabila sarana itu diganggu, konsekuensinya ada kekosongan jabatan Presiden karena masa jabatannya berakhir.

Maklum, menjabat presiden Indonesia bagi sebagian rakyat, terutama politikus, dianggap seperti prestasi tertinggi tanpa tanding. Oleh karena itu, hampir segenap rakyat dan politikus merasa perlu terlibat dalam pergumulan politik pemilihan presiden. Gibran dan Bobby, anak menantu Jokowi, tersyirat ingin meneruskan program orangtuanya yang tak lama lagi berakhir.

Terkait kekuasaan, saya tertarik penjelasan Prof. Dr. Maswardi Rauf, Guru Besar Politik, Universitas Indonesia.

Maswardi Rauf jelaskan ambisi kekuasaan yang dilakukan penguasa di Indonesia menjelang Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 ditengarai akibat takut atas semua program yang telah dilakukan tidak akan terus dilanjutkan oleh penggantinya.

Baca Juga: "Memeras" Uang Rakyat

Prof. Dr. Maswardi Rauf, melihat juga ada kebobrokan dari program yang dianggap tidak layak. Program ini untuk diteruskan. Dan ini bisa membuka kebobrokan dan penyelewengan yang dapat menyulut kemarahan rakyat.

Dari situ, ada ambisi. Bisa jadi, kelompok perebut atau penerus ada calon pemimpin tanpa etika. Ada godaan cengkraman diri untuk mengelola kekuasaan sesuai nafsu dan ego diri. Padahal kekuasaan dan kekuatan itu ada karena titipan dari orang-orang yang percaya pada integritas pemimpin sekelas Jokowi. Oleh karena itu, pemimpin tidak boleh lupa untuk menjalani kekuasaan dan kekuatan dengan panduan etika dan moralitas yang tinggi. Adakah pada diri Gibran?

Secara sederhana, kekuasaan itu ibarat makanan dan minuman, ada aroma kenikmatan. Aromanya bisa menggoda selera orang yang berada di dekatnya. Tampilannya memikat mata orang yang melihatnya. Siapa pun yang menyantap akan terbuai oleh kenikmatan dan kelezatannya. Dan ketika sudah terbuai, tak jarang ada orang yang ingin tanduk atau nambah dan nambah sembari melupakan batasan yang ada.

Nah, dalam sejarah panjang manusia, saya catat, kekuasaan selalu diperebutkan dan dipertahankan.

Perang di jalur Gaza saat ini contoh upaya merebut kekuasaan dan kekuatan, dengan aksi kekerasan.

Nah, juga perhelatan pesta demokrasi lima tahunan di Indonesia. Ada tuntunan konstitusi untuk mengelola kekuasaan secara lebih damai, lebih teratur, dan terbuka untuk semua. Termasuk transisi dari satu penguasa ke penguasa yang lain. Hingga ada kepastian terkait masa kepemimpinan seseorang yang sekaligus menjadi harapan bagi pihak-pihak lain yang juga ingin mendapatkan kekuasaan. Disana ada birahi kekuasaan. ([email protected])

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU