WP Lalai Lapor SPT, Tetap bisa Dipenjara

author surabayapagi.com

- Pewarta

Jumat, 22 Mar 2024 21:51 WIB

WP Lalai Lapor SPT, Tetap bisa Dipenjara

SURABAYAPAGI.COM, Jakarta - Ada wajib pajak yang menggugat isi Pasal Pasal 39 ayat (1) huruf i Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4740), ke MK tidak dapat diterima.

Dengan putusan MK tersebut, maka sanksi penjara dan denda bagi wajib pajak yang lalai dalam melaporkan surat pemberitahuan pajak atau SPT dan menyetorkan pajak, tetap berlaku yaitu WP, bisa dipenjara atau dikenakan penyanderaan atau gijzeling.

Baca Juga: DJP Jatim 2 Gandeng Media untuk Tingkatkan Pencapaian Target Pajak

MK menolak gugatan pemohon uji materi Pasal 39 ayat (1) huruf i Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007. Berikut amar putusannya:

1. Menyatakan permohonan Pemohon berkenaan dengan Pasal 39 ayat (1) huruf i Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4740) tidak dapat diterima;

2. Menolak permohonan Pemohon untuk selain dan selebihnya.

Putusan perkara nomor 30/PUU-XXII/2024 itu dibacakan dalam sidang di Gedung MK, Kamis (21/3/2024). Sidang dipimpin Ketua MK Suhartoyo.

 

Dali WP Puguh Suseno

Dalam permohonannya, pemohon WP, Puguh Suseno, meminta agar MK menyatakan Pasal 39 ayat (1) huruf d Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 13 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Pemohon juga meminta MK mengubah Pasal 39 ayat (1) huruf i Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 menjadi "Tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling banyak 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar".

 

Pernah Ditetapkan Sebagai Tersangka

Pemohon mengaku pernah ditetapkan sebagai tersangka gara-gara dianggap melanggar pasal 39 UU KUP. Pemohon ditetapkan sebagai tersangka karena lalai dalam melaporkan surat pemberitahuan pajak tahunan (SPT).

"Pemohon menjadi ditetapkan sebagai Tersangka tindak pidana perpajakan hanya karena lalai dalam melaporkan Surat Pemberitahuan Pajak Tahunan (SPT)," demikian dikutip dari berkas putusan MK, Jumat (22/3/2024).

Baca Juga: PPN 12 % akan Dipertimbangkan Lagi oleh Presiden

 

Penyanderaan atau Gijzeling

Ketentuan Pasal 39 ayat (1) huruf i Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yang menyebutkan bahwa setiap orang yang dengan sengaja tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara di pidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.

Pemberian sanksi terkait perpajakan ini bisa dalam bentuk tindakan tegas berupa penyanderaan atau gijzeling. Tindakan gijzeling merupakan langkah terakhir dari tindakan hukum yang dapat dilakukan pemerintah kepada wajib pajak nakal.

Gijzeling dilaksanakan apabila wajib pajak benar-benar sudah membandel. Tindakan gijzeling bukan satu-satunya cara untuk membuat wajib pajak jera dan merupakan langkah antisipasi terakhir yang merupakan upaya mencari efek jera (deterrence effect) agar para penunggak pajak takut dan segera melunasi kewajiban pajaknya.

 

Kasus Rafael Alun Trisambodo

Baca Juga: Rafael Alun, Tingkat Banding, Tetap Dihukum 14 Tahun

Selain itu, dalam permohonannya, pemohon juga menyinggung soal kasus gratifikasi mantan pejabat Ditjen Pajak Rafael Alun Trisambodo. Puguh menyebut wajib pajak bisa jadi menjadi ragu untuk menyetorkan pajak gara-gara kasus tersebut.

"Bukan bermaksud untuk tidak ingin membayar pajak tetapi Pemohon wajar apabila pasca adanya perkara korupsi yang dilakukan oleh seorang oknum pegawai pajak bernama Rafael Alun Trisambodo yang memiliki banyak harta mencurigakan tidak sesuai dengan profile penghasilannya sebagai pegawai merasa kuatir apabila pajak yang dibayarkan malah dikorupsi oleh pegawai pajak," ujar pemohon.

Dalam pertimbangannya, MK menyatakan pemohon keliru memahami pasal tersebut.

Hakim MK Daniel Yusmic kalimat yang dianggap pemohon sebagai pasal 39 ayat 1 huruf i itu sebenarnya berdiri sendiri dan keberadaannya termuat di bawah huruf a sampai dengan huruf i dari Pasal 39 ayat (1) UU KUP. Sehingga, kata Daniel, kalimat demikian mencakup atau melingkupi seluruh perbuatan yang diatur dalam norma yang termaktub pada huruf a sampai dengan huruf i dari Pasal 39 ayat (1) UU KUP tersebut.

"Dengan demikian, Pemohon telah keliru membaca dan memahami norma, sehingga membuat permohonan Pemohon menjadi kabur atau tidak jelas.

Dengan demikian, dalil permohonan Pemohon tidak jelas dan ketidakjelasan ini berakibat pada permohonan Pemohon tidak memenuhi syarat formal permohonan yang diatur dalam Pasal 10 ayat (2) Peraturan MK Nomor 2 Tahun 2021 tentang Tata Beracara Dalam Perkara Pengkajian Undang-Undang (PMK 2/2021)," ucap Daniel. Atas dasar tersebut, MK menolak gugatan pemohon. n erc.jk/rmc

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU