SURABAYAPAGI.COM, Sidoarjo - Mantan Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor atau Gus Muhdlor didakwa menerima dana hasil pemotongan insentif pegawai Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur dalam sidang di Pengadilan Negeri (PN) Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya.
"Terdakwa Ahmad Muhdlor sebagai Bupati Sidoarjo dan terdakwa Ari Suryono Kepala BPPD Sidoarjo bersama-sama juga Siska Wati sebagai kepala kepegawaian, meminta menerima atau memotong pembayaran pegawai negeri atau biaya yang lain atau biaya kas umum," ujar Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK, Arief Usman saat membacakan dakwaan, di Sidoarjo, Senin (30/9).
Baca Juga: Irwan Murssy, Suami Maia Estianty Jadi Saksi Eks Kepala BC DIY, Ngaku Beri Hutang Rp 100 Juta
Ia menambahkan, Ahmad Muhdlor diduga menerima pembagian uang dengan terdakwa Ari Suryono dengan rincian sebesar Rp1,46 miliar. Sementara terdakwa Ari menerima sebesar Rp7,133 Miliar.
Pemotongan insentif ini dilakukan Ari Suryono dan Siska Wati, sejak triwulan keempat tahun 2021 hingga triwulan keempat pada tahun 2023, dengan total uang mencapai Rp8,544 miliar.
JPU KPK menyebut uang potongan insentif pegawai itu diberikan oleh Siska Wati kepada staf Gus Muhdlor.
"Terdakwa mendapat Rp 50 juta per bulan yang diberikan Siskawati kepada sopir terdakwa, Ahmad Masruri," ujar Arif.
Arief Usman menyebut, terdakwa Ahmad Muhdlor dikenakan dakwaan pertama, karena melanggar Pasal 12 huruf F, Jo Pasal 16 UU RI No 20 tahun 2021 tentang perubahan atas UU RI No 31 tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tipikor Jo Pasal 55 ayat 1 kesatu Jo Pasal 64 Ayat 1 KUHP.
Dakwaan Kedua, terdakwa Ahmad Muhdlor didakwa melanggar Pasal 12 Huruf E Jo Pasal 18 UU RI 20 Tahun 2021 tentang perubahan atas UU RI No 31 tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tipikor Jo Pasal 55 ayat 1 kesatu Jo Pasal 64 Ayat 1 KUHP.
Muhdlor Tak Ajukan Eksepsi
Sementara itu, penasehat hukum mantan Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali atau Gus Muhdlor tidak mengajukan eksepsi atau bantahan terhadap dakwaan terkait kasus dugaan korupsi pemotongan insentif pegawai di lingkungan Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur.
"Kami lihat secara formil (surat dakwaan) sudah memenuhi, kami tidak menyiapkan waktu untuk mengajukan eksepsi dan meminta majelis hakim untuk melanjutkan sidang," kata penasehat hukum Gus Muhdlor, Mustofa Abidin, usai sidang dakwaan, di Sidoarjo, Senin (30/9).
Baca Juga: Terbukti Terima Suap Rp 927 Juta, Eks Kajari Bondowoso Divonis 7 Tahun, Eks Kasipidsus 5 Tahun
Dakwaan yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebutkan bahwa Gus Muhdlor menerima dana hasil pemotongan insentif pegawai BPPD Kabupaten Sidoarjo.
Mustofa memprediksi akan ada tambahan saksi-saksi yang dihadirkan di persidangan, yang tidak ada saat sidang Ari dan Siska Wati.
"Kalau dari kami menyiapkan 126 saksi, tapi kalau dari jaksa belum tahu, Itu semua kewenangan jaksa untuk membuktikan dakwaan. Kami standar aja, artinya kami pasti akan melihat keterangan saksi-saksi dalam persidangan," tuturnya.
Diketahui, perkara ini bermula saat KPK melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) di Kantor BPPD Sidoarjo, Jalan Pahlawan, Sidoarjo pada 25 Januari 2024, terkait dengan pemotongan insentif pajak pegawai BPPD Sidoarjo.
KPK pada 29 Januari 2024 menahan dan menetapkan Siska Wati (SW) sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pemotongan insentif pegawai di lingkungan BPPD Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur.
KPK selanjutnya pada Jumat, 23 Februari 2024 menahan dan menetapkan status tersangka terhadap Ari Suryono (AS) dalam perkara yang sama.
Baca Juga: Terbukti Terima Gratifikasi, Mantan Bupati Sidoarjo Dibui 5 Tahun
Konstruksi perkara tersebut diduga berawal saat BPPD Kabupaten Sidoarjo berhasil mencapai target pendapatan pajak pada tahun 2023.
Atas capaian target tersebut, Bupati Sidoarjo kemudian menerbitkan Surat Keputusan untuk pemberian insentif kepada pegawai di lingkungan BPPD Kabupaten Sidoarjo
Atas dasar keputusan tersebut, AS kemudian memerintahkan SW untuk melakukan penghitungan besaran dana insentif yang diterima para pegawai BPPD sekaligus besaran potongan dari dana insentif tersebut yang kemudian diperuntukkan untuk kebutuhan AS dan bupati.
Besaran potongan yaitu 10 persen sampai 30 persen sesuai dengan besaran insentif yang diterima. AS juga memerintahkan SW supaya teknis penyerahan uang dilakukan secara tunai yang dikoordinir oleh setiap bendahara yang telah ditunjuk di tiga bidang pajak daerah dan bagian sekretariat.
Tersangka AS juga aktif melakukan koordinasi dan komunikasi mengenai distribusi pemberian potongan dana insentif pada bupati melalui perantaraan beberapa orang kepercayaan Bupati.
Khusus pada 2023, SW mampu mengumpulkan potongan dan penerimaan dana insentif dari para ASN sejumlah sekitar Rp2,7 miliar. ham/rmc
Editor : Moch Ilham