Mantan Menteri Perdagangan Presiden Jokowi Periode Satu, Disangka Korupsi Impor Gula
Baca Juga: Dua Alat Bukti Mempertersangkakan Tom Lembong Diragukan Tim Hukumnya, Hari ini Praperadilan Kejagung
SURABAYAPAGI.COM, Jakarta - Kejaksaan Agung menetapkan mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong (TTL) atau Tom Lembong sebagai tersangka korupsi impor gula. Kasus ini berkait dengan impor gula ketika Tom Lembong menjabat Mendag pada 2015-2016.
Usai ditetapkan sebagai tersangka, Kejagung langsung menahan Tom Lembong. Dia ditahan di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan (Jaksel) selama 20 hari ke depan.
Anies Baswedan memberi dukungan kepada Thomas Trikasih Lembong (TTL) atau Tom Lembong yang jadi tersangka kasus impor gula 2015-2016. Anies tetap menaruh kepercayaan kepada Tom Lembong.
"Tom, jangan berhenti mencintai Indonesia dan rakyatnya, seperti yang telah dijalani dan dibuktikan selama ini. I still have my trust in Tom, dan doa serta dukungan kami tidak akan putus," tulis Anies di akun X, dilihat, Rabu (30/10/2024).
"Kami ingin negeri ini membuktikan bahwa yang tertulis di Penjelasan UUD 1945 masih valid yaitu, 'Negara Indonesia adalah negara berdasarkan hukum (Rechtsstaat), bukan negara berdasarkan kekuasaan belaka (Machtstaat)'," sambungnya.
Anies merasa terkejut ketika mengetahui mantan Co-kaptennya di Pilpres 2024 ditetapkan sebagai tersangka. Tom Lembong sendiri menjabat Menteri Perdagangan pada 2015-2016.
"Kabar ini amat-amat mengejutkan. Walau begitu kami tahu proses hukum tetap harus dihormati. Kami percaya aparat penegak hukum dan peradilan akan menjalankan proses secara transparan dan adil. Kami juga tetap akan memberikan dukungan moral dan dukungan lain yang dimungkinkan untuk Tom," ujar Anies.
Modus Korupsi Lembong
Modusnya, gula tersebut seolah-olah dibeli oleh Perusahaan Perdagangan Indonesia (PT PPI ). Gula dijual ke masyarakat di atas harga eceran.
Direktur Utama PT PPI S Hernowo, mengatakan PPI menghormati proses penyidikan yang sedang dilakukan oleh Kejaksaaan Agung RI (Kejagung) tersebut. Kejaksaan Agung telah menetapkan tersangka di mana salah satunya adalah Direktur Pengembangan Bisnis PPI periode 2015-2016 berinisial CS.
"Manajemen PPI akan bersikap kooperatif atas proses hukum yang dilakukan oleh Kejaksaan Agung RI sebagai penerapan tata kelola perusahaan yang baik dan wujud nyata mendukung aksi bersih-bersih BUMN," jelas Hernowo dalam keterangannya, Rabu (30/10/2024).
Hernowo menegaskan hingga saat ini aktivitas bisnis PPI masih berjalan dengan normal dan tidak ada gangguan pada operasional bisnis perusahaan. Hernowo juga menyatakan bahwa pihaknya terus menekankan penerapan tata kelola perusahaan yang baik dan benar dalam proses bisnis perusahaan.
Tersenyum ke Awak Media
Tom Lembong digiring keluar dari Gedung Kartika, Kejagung, Jakarta Selatan, Selasa (28/10/2024) pukul 20.57 WIB.
Dia tampak mengenakan kemeja lengan pendek berwarna gelap yang telah dibalut dengan rompi merah muda tertanda tahanan Kejagung.
Dengan didampingi sejumlah petugas, Tom Lembong digiring dengan tangan terborgol. Dia sempat melempar senyum ke awak media sambil berjalan masuk ke mobil tahanan.
Tom Lembong dicecar sejumlah pertanyaan dari awak media perihal penahanannya hari ini. Namun, ia hanya berserah dan tak banyak bicara.
"Saya menyerahkan semua pada Tuhan Yang Maha Kuasa," kata Tom Lembong kepada awak media.
Dalam kasus itu Tom Lembong diduga memberikan izin melakukan impor gula saat Indonesia mengalami kelebihan stok gula di dalam negeri.
"Bahwa pada tahun 2015 berdasarkan rapat koordinasi antarkementerian pada 12 Mei 2015 telah disimpulkan bahwa Indonesia mengalami surplus gula sehingga tidak perlu atau tidak dibutuhkan impor gula," kata Direktur Penyidikan (Dirdik) Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Abdul Qohar dalam konferensi pers di Kejagung, Jakarta Selatan.
Kejagung menyatakan negara mengalami kerugian sekitar Rp 400 miliar.
"Kerugian negara akibat perbuatan importasi gula yang tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku, negara dirugikan sebesar kurang lebih Rp 400 miliar," kata Direktur Penyidikan (Dirdik) Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Abdul Qohar, dalam jumpa pers di kantornya, Selasa (29/10/2024).
Tetapkan Dua Tersangka
Dalam kasus ini, Kejagung menetapkan dua orang tersangka, yaitu Menteri Perdagangan (Mendag) periode 2015-2016, Thomas Trikasih Lembong (TTL) atau Tom Lembong dan seseorang berinisial DS. Kejagung juga menahan kedua tersangka.
Baca Juga: Temuan BPK Impor Gula Era Tom Lembong, Permintaan Induk Koperasi Kepolisian
Kasus ini terkait dengan impor gula ketika Tom Lembong menjabat Mendag pada 2015-2016. Tom Lembong disebut memberikan izin persetujuan impor gula kristal mentah 105 ribu ton kepada PT AP.
"Bahwa TTL ini telah memberikan penugasan kepada perusahaan dan untuk mengimpor gula kristal mentah yang kemudian diolah menjadi gula kristal putih," kata Dirdik Jampidsus Kejagung Abdul Qohar dalam konferensi pers di Kejagung, Jakarta Selatan, Selasa (29/10/2024).
Kemudian, gula tersebut seolah-olah dibeli oleh PT PPI. Gula dijual ke masyarakat di atas harga eceran.
"Setelah kedelapan perusahaan itu mengelola gula kristal mentah ke gula kristal putih. Kemudian PT PPI seolah-olah membeli gula tersebut, padahal nyatanya gula tersebut dijual oleh perusahaan swasta, yaitu kedelapan perusahaan tersebut, ke pasar atau ke masyarakat atau yang terafiliasi, dengan harga Rp 16 ribu per kg, yaitu harga yang lebih tinggi yang saat itu Rp 13 ribu dan tidak dilakukan operasi pasar," tuturnya.
Impor Gula Kristal Mentah
Dia menjelaskan bahwa impor dilakukan untuk melakukan stabilisasi harga. Namun, semestinya impor gula dilakukan oleh BUMN.
"Dalam rangka stabilisasi harga gula di masyarakat. Karena pada saat itu, gula langka harga melambung tinggi. Padahal seharusnya berhak melakukan impor gula untuk kebutuhan dalam negeri dalam rangka penstabilan harga adalah BUMN yang ditunjuk oleh Menteri Perdagangan," tuturnya.
Dia mengatakan bahwa yang dimpor mestinya juga gula kristal putih. Tetapi, lanjutnya, yang diimpor justru gula kristal mentah.
"Itu pun seharusnya gula kristal putih. Bukan gula kristal mentah," katanya.
Qohar mengatakan sesuai aturan Menteri Perdagangan dan Perindustrian Nomor 57 Tahun 2004, pihak yang diizinkan melakukan impor gula kristal putih hanya perusahaan BUMN. Namun, Tom Lembong mengeluarkan izin impor gula itu untuk perusahaan swasta.
Kejagung menilai izin dari Tom Lembong tersebut mengakibatkan timbulnya masalah dalam stok gula kristal putih di Indonesia. Di tahun 2016, Indonesia mengalami kekurangan gula kristal putih sebanyak 200 ribu ton.
Adapun kerugian negara dalam kasus ini ditaksir sekitar Rp 400 miliar. Delapan perusahaan gula swasta itu di antaranya PT PDSU, PT AF, PT AP, PT MT, PT BMM, PT SUJ, PT DSI, dan PT MSI.
Akibat perbuatannya Tol Lembong dijerat Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2021 juncto Undang-undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Perubahan Atas Undang-undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindakan Pidana Korupsi juncto pasal 55 Ayat 1 ke 1 KUHAP.
Baca Juga: NasDem: Kasus Tom Lembong, Semoga Bukan Politisasi
Tuding Kesalahan Besar Jokowi
Thomas Trikasih Lembong adalah satu satu sosok andalan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam mendorong perekonomian. Tom Lembong pernah menjabat sebagai Menteri Perdagangan dan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).
Dia menceritakan, ada kesalahan besar yang dilakukan Jokowi pada periode kedua pemerintahan. Tadinya, periode pertama fokus pemerintah adalah pembangunan infrastruktur dan kedua bergeser ke sumber daya manusia.
"Rencana awal sebenarnya fokus ke infrastruktur, periode kedua kita geser ke yang namanya software atau perangkat lunak, yaitu SDM, kesehatan, pendidikan, dan kelembagaan," kata dia dalam program Your Money Your Vote bertajuk "Jurus Ekonomi Capres-Cawapres di Tengah Perang dan Ketidakpastian Global", dikutip Senin (22/1/2024)
Menurut Thomas, rencana awal pemerintahan Jokowi itu kemudian meleset. Fokus pembangunan infrastruktur di periode pertama, kata dia, malah dilanjutkan di periode kedua pemerintahan Jokowi. "Yang terjadi malah fokus periode pertama diteruskan. Kesehatan, pendidikan terbengkalai," kata dia.
Thomas mengatakan kesalahan inilah yang akan diperbaiki oleh pasangan Anies-Muhaimin lewat 'slepetnomics'. Dia mengatakan lewat jargon itu, Anies-Muhaimin ingin menggeser fokus pembangunan Indonesia dari infrastruktur ke pembangunan yang bersifat perangkat lunak, yakni sumber daya manusia.
Dia mengatakan SDM merupakan masalah utama Indonesia yang membuat ekonomi sulit berkembang. Menurut Tom, solusi untuk masalah ini bukanlah investasi di infrastruktur maupun industri berbasis sumber daya alam, melainkan investasi kepada SDM berupa pendidikan dan kesehatan.
Thomas mengatakan sudah banyak contoh ketika negara kaya dengan sumber daya alam, justru miskin secara ekonomi. Sebaliknya, negara yang miskin alamnya, justru menjadi negara maju karena kualitas manusianya.
Menteri Perdagangan itu mengaku punya penyesalan besar pernah menjadi menjadi bagian dari pemerintah Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Saat itu, Tom Lembong bicara sebagai Co-Captain Tim Nasional Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (Timnas AMIN). Di pemerintahan Jokowi, Tom Lembong pernah menjabat sebagai Menteri Perdagangan dan Kepala BKPM.
"Saya punya rasa sesal, nyesal yang lumayan besar karena saya pernah menjadi bagian dari pemerintah," kata Tom Lembong dalam diskusi "Pemuda Harsa: Bangga Bicara" di On3 Senayan, GBK, Jakarta, pada 9 Februari 2024.
Alasan Tom Lembong menyesal menjadi bagian pemerintahan Jokowi karena kala itu strategi yang dijalankannya dalam membenahi ekonomi Indonesia tidak sepenuhnya berhasil. Strategi yang disepakati disebut gagal mengembangkan ekonomi di Indonesia.
"Di saat-saat kita menjalankan strategi yang menurut data yang saya lihat, rada-rada tidak berhasil. Kalau mau lebih keras lagi, ya banyak gagal," beber Tom Lembong.
Menurutnya, salah satu bentuk kegagalan yang dimaksud adalah pemerintah Jokowi tidak dapat memperbaiki kondisi kelas menengah di Indonesia. Menurutnya dalam 10 tahun terakhir jumlah kelas menengah di Indonesia tidak mengalami perkembangan signifikan. jk/erc/cr5/rmc
Editor : Moch Ilham