SURABAYAPAGI.COM, Beijing - Imlek juga identik dengan baju tradisional bernama Cheongsam dan Changshan.
Penjual pakaian tradisional China di Pasar Atom, juga menjual rok wanita dan hem pria. Tapi mereka tak tahu konveksi ala China itu asal Beijing, Shanghai atau Hong Kong. Maklum, pembelinya yang sekarang tak semua anak keturunan Tionghoa.
Baca Juga: PT Bank Danamon Indonesia Tbk Kembali Gelar Chinese New Year Dinner bersama Nasabah
Bagi para pedagang, dari masa ke masa, baju ini masih menjadi pilihan kostum perayaan Imlek. Padahal ada perbedaannya.
Dikumpulkan dari berbagai sumber, Cheongsam dikenal juga sebagai Qipao, adalah baju khas Tionghoa. Ini jadi simbol kedudukan sosial kaum perempuan. Baju yang dibuat pada tahun 1920 ini, adalah pakaian yang sering dikenakan perempuan Tionghoa berkedudukan sosial tinggi.
Sedangkan Changshan yang berasal dari kata "Piyin Changshan", diartikan sebagai baju panjang. Dulunya, baju ini jadi salah satu pakaian resmi yang banyak digunakan oleh kaum laki-laki untuk menghadiri beberapa acara.
Bahkan, baju ini jadi salah satu pakaian yang dikenakan oleh kalangan kelas atas. Namun di abad ke-17 hingga abad ke-20, Changsan berubah menjadi pakaian wajib bagi setiap laki-laki.
Bagi yang tidak mengenakannya, mereka akan diberikan sanksi. Namun, seiring perkembangan zaman, peraturan tersebut mulai dihilangkan bersamaan dengan runtuhnya dinasti Qing pada saat itu.
Dikenakan Saat Imlek
Cheongsam dan Changshan identik dikenakan saat Imlek. Keduanya memberikan ciri khas untuk keturunan Tionghoa. Selain modelnya yang unik, baju ini juga memiliki desain yang sangat kental dengan pakaian tradisional Tiongkok.
Meski modelnya sudah banyak dikembangkan, namun model khas dari baju ini, masih tetap dipertahankan. Tak heran setiap perayaan Imlek, Cheongsam dan Changshan selalu jadi pilihan untuk menyambut tahun baru atau bersilaturahmi bersama anggota keluarga. Baju ini berbahan dasar warna merah.
Filosofi warna merah memiliki arti yang luar biasa bagi bangsa Tionghoa. Merah diartikan sebagai warna alami yang datang menyerupai bentuk api.
Selain itu, warna merah juga menjadi simbol kemakmuran dan kebahagiaan dalam hidup. Penggunaan warna merah juga diyakini memberikan pengaruh positif untuk kehidupan yang lebih baik lagi.
Alat untuk Menakut-nakuti
Dahulu, warna merah juga memiliki mitologi bagi warga Tionghoa. Ada seekor hewan buas bernama Nian. Hewan itu memiliki kebiasaan memangsa apa pun yang ada di desa, baik itu hewan ternak, anak-anak kecil, hingga orang dewasa sekali pun.
Baca Juga: Kota Madiun Panen 672 Ton Sampah Selama Libur Isra Mi’raj-Imlek 2025
Pada suatu hari, ada seorang penduduk asli Tionghoa yang mengetahui kalau Nian berlari ketakutan. Setelah diselidiki, hewan tersebut bertemu dengan seorang anak yang mengenakan pakaian warna merah.
Ternyata, Nian takut dengan warna merah sehingga penduduk sekitar menggunakannya sebagai alat untuk menakut-nakuti Nian agar tak memangsa apa yang ada di desa itu. Hingga saat ini, merah masih banyak digunakan karena filosofi dan mitologi tersebut.
Bunga pada Motif Cheongsam
Meski model Cheongsam banyak mengalami perubahan, tetapi ada beberapa hal yang tetap dipertahankan yaitu model kerah, kancing, warna, dan ornamennya. Ada beberapa jenis bunga yang selalu dipakai pada motif Cheongsam.
Salah satu bunga yang dipakai adalah bunga peoni, yang merupakan bunga nasional bangsa Tiongkok. Ada juga teratai dan krisan. Motif lainnya yang berupa binatang adalah ikan, burung, dan naga.
Pada bunga, peoni melambangkan kekayaan dan kesejahteraan. Teratai melambangkan pengorbanan yang sakral dan krisan melambangkan umur panjang.
Sedangkan burung bermakna kecantikan, kemurnian, serta posisi kelas sosial si pemakainya. Ikan melambangkan kesejahteraan dan naga berarti kekuatan.
Baca Juga: Lippo Plaza Sidoarjo Rayakan Imlek 2025 dengan Barongsai dan Berbagai Atraksi Menarik
Nah, itulah perbedaan Cheongsam dan Changshan yang identik dengan perayaan hari Imlek.
Sejarah Baju Cheongsam
Mengutip laman China Highlights, dahulu pakaian ini bernama Changpao, yakni sebuah gaun panjang untuk wanita Manchu pada masa Dinasti Qing (1644-1911).
Suku Manchu juga disebut suku 'Qi' oleh suku Han pada masa itu. Oleh karena itu nama baju tradisional ini disebut Qipao.
Baju Cheongsam awalnya diperuntukan untuk kalangan atas. Saat masa Dinasti Qing, laki-laki diwajibkan memakai Changshan. Apabila tidak memakainya maka bisa dikenakan sanksi hukuman. Namun seiring runtuhnya Dinasti Qing, peraturan tersebut dihilangkan.
Kini, baju Changshan sudah banyak dimodifikasi dengan berbagai model pakaian ala zaman sekarang. Meski begitu, ciri khas dari baju Changshan tetap dipertahankan agar tidak menghilangkan unsur pakaian tradisional. (Raditya M Khadaffi)
Editor : Moch Ilham