Prabowo Diramaikan jadi Menhan dan Wantimpres

author surabayapagi.com

- Pewarta

Selasa, 08 Okt 2019 23:33 WIB

Prabowo Diramaikan jadi Menhan dan Wantimpres

Jaka Sutrisna-Erick Kresnadi, Wartawan Surabaya Pagi Beredar kabar, Prabowo Subianto akan masuk di Kabinet Kerja Jilid II sebagai Menteri Pertahanan (Menhan). Ada juga yang menyebut Ketum Partai Gerindra itu diproyeksi menjadi penasihat Presiden. Meskipun kabar itu dibantah oleh elite Partai Gerindra, namun isu itu terus menggelinding menjelang pelantikan Jokowi sebagai Presiden periode 2019-2024. Waketum Gerindra Sufmi Dasco Ahmad membantah isu yang menyebut partainya mengincar kursi Menteri Pertahanan di kabinet Presiden Joko Widodo periode 2019-2024. Dasco mengklaim partainya tak menginginkan jabatan tertentu. Ia menegaskan, hingga saat ini tidak ada tawaran posisi Menhan kepada partainya, baik dari Presiden Joko Widodo maupun dari orang terdekatnya. Justru saya belum dengar sama sekali soal itu. Lah kok bisa ada berita Presiden Jokowi menawarkan Menteri Pertahanan ke Gerindra, saya heran dari mana sumbernya, ujar Sufmi Dasco di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (8/10/2019). Dasco juga menuturkan, mengaku tak pernah mendengar perihal kursi Menhan yang ditawarkan ke partainya. Bahkan, kata dia, sang ketum, Prabowo Subianto, juga mengaku tak pernah ditawari ataupun meminta kursi Menhan. Kita konfirmasi, soal itu (kursi menhan) enggak ada, kata Dasco. Terpisah, politikus PDIP, Kapitra Ampera mengatakan tak mungkin Prabowo Subianto akan menjadi Menteri Pertahanan seperti yang ramai diisukan. "Enggak mungkin. Levelnya Presiden masa turun ke bawah," kata Kapitra dalam diskusi Forum Jurnalis Merah Putih bertajuk Jokowi di Pusaran Kepentingan, Minta ini Minta itu di Jakarta, Selasa (8/10/2019). Kapitra menilai, dibandingkan menjadi Menteri, Prabowo Subianto punya kemungkinan menjadi penasihat Presiden Jokowi. Dia juga yakin Prabowo tak akan mau jika ditawarkan menjadi Menteri. "Enggak mungkin. Yakin saya," ujarnya. Menurut mantan pengacara Rizieq Shihab itu, yang paling penting bagi Prabowo Subianto adalah dia bisa menjalin komunikasi yang lancar dan tak tersumbat apapun dengan Presiden Jokowi. Khususnya dalam menyampaikan visi, misi dan keinginan masyarakat menurut versi Prabowo kepada Presiden Jokowi. "Saya pikir itu bisa membuat dia hidup kembali," papar Kapitra. Menanggapi hal itu, Pengamat Politik Ireng Maulana menilai hal itu akan sulit terjadi. Pasalnya, posisi Menhan akan menjadikan Prabowo menjadi bawahan presiden. Bawahan itu tidak lagi sejajar, apapun dalihnya, kata Ireng Maulana kepada wartawan, Selasa (8/10) kemarin. Ireng juga menganggap, Prabowo tidak sungguh-sungguh untuk mengambil posisi Menhan. Karena mantan Danjen Kopassus itu masih akan menjadi rujukan kekuatan politik yang mewarnai dinamika demokrasi Indonesia. Banyak peristiwa politik hari- hari ini, kita ketahui sikap dan tindakan politik Prabowo masih ditunggu sebagai respon dari berbagai persoalan yang ada di tanah air. Kelihatan sekali Prabowo masih diperhitungkan sebagai salah satu kekuatan politik arus utama, papar Alumni Lowa State University, lowa (IA) Amerika Serikat itu. Posisi Watimpres Menurutnya, Prabowo tidak perlu menjadi Menhan mengingat kapasitas dirinya diperlukan bersama kekuatan bangsa lainnya untuk memback-up pemerintah dalam urusan kepentingan nasional yang jauh lebih besar dan lebih krusial. Mungkin akan lebih elegan jika Prabowo mau mewakafkan dirinya masuk dalam jajaran Watimpres sehingga pikiran-pikiran dan keberpihakannya terhadap kemajuan negara akan lebih langsung memperkuat gerak langkah kepemimpinan Jokowi, tutur Ireng. Pada peran ini, lanjut Ireng, Prabowo akan lebih bisa memperlihatkan kelasnya sebagai tokoh, dan bukan sebagai bawahan atau pembantu presiden seperti menteri dalam kabinet. Publik tentu ingin menyaksikan kolaborasi yang konstruktif dari para tokoh misalkan antara Jokowi dan Prabowo dalam konteks Presiden dan Watimpres. Jika hanya akan berakhir di kursi menteri dan diikuti tawaran mendapatkan gelar Jenderal kehormatan dengan empat bintang, maka demi apalagi semua peristiwa politik yang selama ini menjadi bagian dari jatuh bangun dirinya di politik, pungkasnya. Pelantikan Jokowi Ketua MPR Bambang Soesatyo mengatakan pelantikan presiden dan wakil presiden terpilih periode 2019-2024, Joko Widodo (Jokowi)-Maruf Amin, akan digelar pada 20 Oktober 2019. Namun pelantikan yang awalnya dijadwalkan pada pagi hari diundur menjadi sore hari. "Saya pastikan tanggal 20 Oktober kenapa diundur dari jam 10.00 WIB menjadi jam 16.00 WIB karena kita ingin agar saudara-saudara kita memberi kesempatan bisa beribadah paginya," kata Bamsoet, di rumah dinasnya, Jl Widya Chandra, Jakarta Selatan, kemarin (8/10). Alasan lainnya, MPR tidak mau mengganggu masyarakat yang berolahraga di car free day. Sebab, nantinya akan ada penutupan jalan protokol untuk dilewati tamu-tamu negara. "Kita tidak ingin mengganggu masyarakat yang ingin car free day di jalan utama karena semula rencananya ada penutupan jalan karena ada tamu-tamu kepala negara sahabat yang hadir, perdana menteri, presiden, raja, itu akan hadir pada saat pelantikan. Jadi kalau pagi maka akan mengganggu masyarakat kita yang olahraga," ujar Bamsoet. Bamsoet mengatakan usulan untuk memundurkan jadwal pelantikan itu juga sudah disetujui. Bamsoet berharap agar tidak ada demo mahasiswa pada saat pelantikan Jokowi-Maruf pada 20 Oktober. Hal itu dikhawatirkan akan merusak citra Indonesia sebagai negara yang tertib, serta yang berdampak pada masuknya investasi asing. "Mari kita berdoa kepada Allah SWT agar pada acara yang sakral itu nggak ada gangguan ketertiban karena apabila ada gangguan demo ini akan membuat image nama kita sebagai bangsa akan rusak di mata Internasional," tandas Bamsoet. n

Editor : Redaksi

Tag :

BERITA TERBARU