Home / CatatanHukum : Surat terbuka untuk Risma, Walikota Surabaya, yang

Korban Banjir, Saatnya Gugat Class Action Walikota

author surabayapagi.com

- Pewarta

Minggu, 26 Nov 2017 23:53 WIB

Korban Banjir, Saatnya Gugat Class Action Walikota

November 2017 ini, Walikota Surabaya didera beberapa permasalahan rawan. Setelah diprotes soal pembongkaran masjid di area Gedung DPRD Kota Surabaya. Jumat lalu (23/11) dikeluhkan ratusan bahkan ribuan warga kota yang mengalami gangguan banjir. Baik rumah yang tergenangi air maupun terhalang luapan air di pusat kota. Tak sedikit warga kota yang terkena macet. Terkait partisipasi publik dalam Otonomi Daerah, sebagai warga kota yang kebetulan menjadi wartawan, H. Tatang Istiawan, menulis surat terbuka kepada Anda, yang dikenal juga suka pencitraan. Catatan Hukum Dr. H. Tatang Istiawan Bu Risma Walikota Surabaya, Hujan deras mengguyur Kota Surabaya sejak hari Jumat (24/11/2017) pukul 10.30 WIB. Implikasinya, beberapa lokasi tergenang air hingga ketinggian sekitar 10-50 cm. Intensitas hujan baru mulai meredah pada pukul 14.00 wib. Tetapi lokasi-lokasi yang terdapat genangan air berada di sekitar Jalan Ngagel Jaya Selatan, Gayungsari Barat, Jalan Kusuma Bangsa dan Jalan Ngaglik. Akibatnya, genangan parah terjadi dimana-mana. Bahkan akses Tol Waru-Satelit, Tol Gunungsari, Tol Dupak dan Tol Romokalisari, macet merambat. Hingga pukul Jumat malam 18.30 WIB, ruas Jalan Margomulyo, masih macet. Salah satu, ada mobil angkutan kota yang mogok di bawah jembatan tol. Sadar atau tidak, banjir seperti hari Jumat (24/11/2017) siang-sore itu sangat merugikan warga Kota. Sebab, pada jam itu masih merupakan waktu produktif orang bekerja, anak sekolah dan pedagang menjalankan usahanya. Praktis aktivitas warga kota terganggu. Belum lagi, ancaman penyakit pasca banjir. Padahal, beberapa bulan sebelumnya, tepatnya awal Maret 2017, Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Kota (Bappeko) Surabaya Agus Imam Sonhaji mengatakan, selama ini Surabaya tidak pernah banjir. Air yang meluap ke perkampungan warga dianggap genangan. Agus mendefinisikan banjir terjadi karena adanya aliran deras dari satu tempat ke tempat lainnya. Dan selama ini yang terjadi di Surabaya baru genangan karena air alirannya tersumbat. Agus malah mengakui, memprioritaskan manajemen pengelolaan air. Mengingat, luapan air saat musim hujan bukan luapan dari sungai, melainkan air hujan yang mampet karena alirannya tersumbat. Sementara Pemkot memiliki beberapa saluran dari tersier, sekunder, hingga saluran primer. Menurut Agus, saluran tersier adalah saluran got di perkampungan. Saluran tersier itulah yang selama ini sering tersumbat alirannya. Sementara, saluran sekunder adalah saluran di perkampungan. Saluran sekunder ini sebagian sudah bisa tersambung dengan saluran primer. Dan sebagian masih ada yang belum tersambung dengan saluran primer. Sedangkan, saluran primer adalah sungai-sungai besar, seperti Sungai Surabaya, Sungai Mas, dan Sungai Jagir. Saat ini, seluruh saluran primer langsung membuang air ke laut. Bu Risma Walikota Surabaya, Jujur, saya bukan sarjana teknik maupun arsitektur, jadi tak paham dengan tata kelola potensi banjir di Surabaya. Beda dengan Anda lulusan arsitek ITS yang kemudian mendapatkan gelar kehormatan Doktor Honoris Causa dalam bidang Manajemen Pembangunan Kota di Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan. Meski demikian, sebagai warga kota, saya merasa prihatin dengan nasib kota ini yang kurang tiga tahun lagi Anda tinggalkan, dilanda banjir yang berbeda dengan banjir-banjir sebelum Anda menjadi walikota. Sebelum Anda, banjir di Surabaya, tidak sampai menggenang berjam-jam dan menyiram dengan debet air yang tinggi di hampir semua jalan. Maka itu, saya prihatin, Anda justru memasuki periode kepemimpinan yang kedua, kota Surabaya minggu lalu lumpuh karena banjir dimana-mana. Parahnya, jalan-jalan di sekitaran Balai Kota Surabaya seperti Jalan Jaksa Agung Suprapto, Jalan Undaan, Jalan Kemuning sampai Jalan di sekitaran Gubeng, tergenang air sampai setinggi lutut orang dewasa. Demikian juga jalan pendukung ke arah kota seperti Jalan Jemursari, Jemur Andayani, Jalan Darmo, Jalan Basuki Rachmat hingga Jalan Panglima Sudirman juga ikut banjir. Lebih parah lagi terjadi di kawasan pinggir kota seperti Pandugo, Banyu Urip, Benowo, Jagir, Manukan serta di Wonokromo. Airnya juga setinggi lutut manusia dewasa. Dengan banjir yang melumpuhkan kota Surabaya, sepertinya Anda mulai mengabaikan amanah warga kota agar Surabaya. Anda tidak menyentuh pengendalian banjir termasuk perencanaan tata kota secara menyeluruh. Kesan saya, Anda baru memprioritaskan pembenahan pertamanan. Padahal, banjir lebih merepotkan pemakai jalan sekaligus warga kota, karena dengan banjir seperti hari Jumat dua hari lalu itu, jalan-jalan macet. Pengemudi angkot mengeluh dan pemakai jalan lain tak kalah kecewanya. Maklum, hampir semua jalan utama Surabaya terbenam banjir. Ada yang menilai air yang membanjir di hampir semua jalan utama dan pinggiran kota, karena luapan dari laut akibat hujan deras disertai angin. Ini semacam tsunami kecil di Surabaya. Bu Risma Walikota Surabaya, Ada teman saya lulusan sipil ITS yang kini bekerja di Jakarta. Hari Sabtu lalu menemui saya di sebuah restoran di kawasan Surabaya Timur. Teman saya mengatakan banjir di Surabaya hari Jumat lalu bisa dianggap Anda bersama dinas Pekerjaan umum, tidak paham dengan tata kelola potensi banjir di kota yang dikelola. Salah satu persoalan yang perlu dikritisi adalah sistem drainase. Ia menduga pengelolaannya masih buruk. Indikatornya, teman saya melihat banyaknya titik genangan, luas genangan, tinggi genangan dan lamanya genangan. Dia menyoroti, pembenahan taman-taman di Surabaya, tidak semua ditanami rumput , tetapi perkerasan. Taman-taman di Surabaya meski open space, tetapi lebih banyak perkerasannya daripada hijaunya. Hal ini terkait dengan resapan air. Saya pun sependapat dengan teman saya, umumnya taman-taman di Surabaya, adalah ruang terbuka publik, bukan ruang terbuka hijau. Karena lebih banyak kerasnya, ketimbang hijaunya. Demikian juga soal drainase yang ada, mungkin kian mengecil, karena adanya sedimen tanah, sampah dan faktor lain. Sehingga resapan ke lintasan drainase makin besar karena build up (pembangunan kota) areanya juga makin besar. Maka itu, saatnya publik dalam era Otonomi daerah yang diberi ruang berpartisipasi dalam pembangunan kota, perlu dilibatkan. Termasuk akademisi. Teman saya menduga, kebijakan pembangunan taman oleh pemerintah kota Surabaya, bisa jadi belum dikategorikan sebagai penambah RTH (Ruang terbuka hijau), tetapi hanya menambah Ruang Terbuka Non Hijau. Padahal, RTH tidak hanya bagus untuk ekologi, tetapi juga dapat memperbaiki iklim mikro menjadi lebih sejuk. Bu Risma Walikota Surabaya, Membandingkan dengan beberapa kota di Asia saja, atau lebih khusus Asean, kota Surabaya sebenarnya sudah bisa mewujudkan sentrum kota peradaban, bersama Jakarta. Tentu peradaban modern berdasarkan tata ruang kota modern. Pengertian Tata Ruang menurut Undang Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 Pasal 1 ayat 2 adalah wujud struktur ruang dan pola ruang. Bahkan pada Bab II Pasal 2 dinyatakan bahwa penataan ruang diselenggarakan berdasarkan asas (1) keterpaduan, (2) keserasian, keselarasan, dan kesinambungan, (3) keberlanjutan, (4) keberdayagunaan dan keberhasilgunaan, (5) keterbukaan, (6) kebersamaan dan kemitraan, (7) perlindungan kepentingan umum, (8) kepastian hukum dan keadilan, (9) akuntabilitas. Pertanyaannya, seberapa jauh partisipasi masyarakat dalam program penataan ruang di kota Surabaya Anda gairahkan?. Soal ini saya dengar sering menjadi perdebatan. Di satu pihak ada yang menyalahkan ketiadaan partisipasi masyarakat, dan di lain pihak justru menuding pemerintah kota yang tidak aspiratif terhadap kebutuhan dan kepentingan rakyat. Menurut saya, kini sudah saatnya, kota Surabaya, layak menjadi rujukan kota modern bagi kota-kota yang lain di Nusantara. Mengingat, posisi kota Surabaya yang strategis, terutama untuk kawasan Indonesia ke timur. Untuk mewujudkan ini Anda perlu mendorong warga kota berpartisipasi atau Anda memberi ruang warga kota berpartisipasi. Menariknya, saat ini yang terjadi adalah justru sebaliknya yaitu tidak semua warga kota memanfaatkan taman-taman kota. Sebagian warga kota justru mulai didera berbagai problem terutama banjir dan macet. Tak lama lagi, bisa didera polusi asap kendaraan bermotor yang menyesaki ruang publik perkotaan, baik pagi, siang dan sore pada jam pulang kantor. Inilah kerugian warga kota akibat banjir. Dan secara Yuridis, warga Kota yang mengalami kerugian banjir berhak melakukan gugatan terhadap Anda, sebagai walikota Surabaya. Gugatan dalam hak menggunakan Class Action atau Gugatan Secara Berkelompok. Langkahnya, warga kota yang berkelompok dapat terlebih dahulu melakukan penghitungan terhadap banjir. Dari perhitungan ini, sejumlah warga kota bisa melakukan gugatan terhadap Pemerintah Kota Surabaya yang Anda pimpin, melalui Class Action. Bahkan warga kota bisa merangkul Walhi (Wahana Lingkungan Hidup Indonesia), sebagai organisasi lingkungan sebagaimana diatur oleh Undang-Undang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Menggunakan tolok ukur pengelolaan tata kota yang baik, Anda wajib mengelola persoalan kota secara keseluruhan, bukan fokus pertamanan saja. Kebijakan seperti ini yang menurut akal sehat saya policy timbang, terutama dalam mengambil kebijakan pembangunan. Hampir sering saya berdiskusi dengan beberapa pengembang. Anda dinilai sangat mendorong sektor investasi Perumahan, Perhotelan, Supermarket dan Pertokoan, namun abai terhadap ketentuan yang diatur dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kota (RTRWK). Akibatnya, sering dijumpai pelanggaran UU lingkungan yang menyebabkan banjir di Surabaya, seperti Jumat lalu. ([email protected], bersambung)

Editor : Redaksi

Tag :

BERITA TERBARU