Home / CatatanHukum : Surat Terbuka untuk Gubernur Soekarwo, Gus Ipul, K

Dibutuhkan Gubernur yang Peka terhadap Disparitas Ekonomi Kayak Pak De

author surabayapagi.com

- Pewarta

Senin, 11 Des 2017 00:16 WIB

Dibutuhkan Gubernur yang Peka terhadap Disparitas Ekonomi Kayak Pak De

Calon Gubernur 2018 Jatim, Minggu yang lalu, saya makan tahu campur di daerah Simpang Darmo Permai, Surabaya Barat. Cak Seno, penjual tahu campur ini, tiap hari membuka warung dari pukul 17.00 sampai pukul 22.00 WIB. Sudah 7 (tujuh) tahun jualan tahu campur, hidupnya masih sulit untuk memenuhi kebutuhan keluarganya sehari-hari. “Kota Surabaya barat sudah berkembang . Tapi saya tidak berkembang sama sekali,” katanya bernada tanya. Bisa jadi ia satu dari 215 juta orang Indonesia yang rawan merasa tertinggal. Potret Cak Seno ini telah menggambarkan tingkat ketimpangan di Indonesia yang masih relatif tinggi. Data yang saya miliki, antara tahun 2003 hingga 2017, bagian 10 persen terkaya di Indonesia mempertambah konsumsi mereka sebesar 6% per tahun. Ini setelah disesuaikan dengan inflasi. Sementara bagi 40% masyarakat termiskin, tingkat konsumsi mereka tumbuh kurang dari 2% per tahun. Hal ini mengakibatkan koefisien Gini naik pesat dalam 15 tahun atau naik dari 30 pada tahun 2000 menjadi 41 pada tahun 2013. Banyak warga Indonesia mulai khawatir. Sebuah survei persepsi masyarakat pada tahun 2014 mengenai ketimpangan menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat Indonesia menilai distribusi pendapatan di Indonesia “sangat tidak setara” atau “tidak setara sama sekali”. Para responden juga menuntut pemerintah untuk bertindak. “Saya merasa sampai sekarang, kondisi ekonomi kita tidak adil,” ungkap Cak Parno, seorang penjual buah segar di sepanjang Jl. Banyu Urip Surabaya. “Yang miskin terus hidup susah, tapi yang sudah kaya bisa gampang jadi lebih kaya. Kalau pemerintah bisa membantu, saya ingin punya pekerjaan yang lebih bagus,” tambah Mardjono, seorang mahasiswa sebuah Perguruan tinggi swasta di Surabaya, yang saat itu makan buah segar bersama saya. Calon Gubernur 2018 Jatim, Mengapa di Indonesia sampai kini masih terjadi disparitas ekonomi? Setelah menyerap konsep Jatimnomics yang diciptakan Gubernur Pak De Karwo, saya berpendapat jatimnomics merupakan political will tingkat lokal turut mengatasi disparitas ekonomi. Ada kemauan dari pemerintah provinsi mendorong para pelaku ekonomi kecil menengah bangkit. Mengingat Pak De Karwo menyediakan modal dengan skema bunga kompetitif dengan melibatkan dua bank swasta yang kepemilikannya dari pemprov bersama 38 pemerintah kab/ kota se- Jatim. Disamping itu, pemprov Jatim memperhatikan produktivitas UMKM sekaligus jaringan pemasaran dengan membuka 26 daerah pemasaran di seluruh Indonesia. Selain menyiapkan di beberapa negara di Asean. Konsep ekonomi memecahkan keadilan sosial bidang ekonomi yang tak dilakukan oleh gubernur provinsi lain ini layak dilanjutkan oleh Gubernur Jatim hasil pemilihan langsung Juni 2018. Mengingat konsep Jatimnomics produk politik ( political will) seorang kepala daerah yang ingin menghadirkan negara di tengah rakyat. Dengan kewenangan yang terbatas ( baru level provinsi) pada Pak De, Gubernur kelahiran Madiun ini rela meminjamkan dana APBD Jatim untuk digulirkan ke 2 bank plat merah milik Pemprov Jatim yaitu Bank Jatim dan Bank UMKM. Peminjaman secara institusional menerapkan bunga yang sangat rendah hanya 2 ( dua) persen ke Bank Jatim ini khusus untuk wong cilik yang berbisnis. Beberapa skema pembiayaan yang dilaksanakan Pemprov Jatim yakni pertama, skema bunga kompetitif dan penanganan risiko dari kredit produktif / ekspor dengan dana bergulir. Sampai tahun 2016 total plafon Rp.916,98 milyar (16.719 debitur UMKM). Sedangkan kredit tani melalui PT. BPR Jatim (Bank UMKM) dengan total Rp. 311,61 milyar (meliputi 8.505 debitur UMKM sektor pertanian). Selain program loan agreement yang diatur melalui Pergub Jatim No. 37 Tahun2016 tentang perubahan atas Pergub Jatim No. 2 Tahun 2016 tentang pemberian pinjaman Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Timur kepada PT. BPD Jawa Timur Tbk. Pinjaman anggaran Pemprov Jatim dengan bunga 2 (dua) persen per tahun ke Bank jatim sebesar Rp. 400 milyar untuk disalurkan ke UMKM sektor primer. Skema linkage program melalui PT. BPR Jatim (BankUMKM). Dan dana pinjaman dapat diperoleh dengan skema reimburse, yakni baru bisa dicairkan ke Bank Jatim setelah BPR Jatim mencairkan kredit kepada nasabah. Dari skema linkage ini, Bank Jatim hanya memperoleh bunga 2% sedangkan BPR Jatim atau Bank UMKM 6% per tahun. Dana tersebut juga dapat menutup target penyaluran kredit tahun 2017 yakni 1,8 triliun rupiah. Menariknya, kontribusi UMKM terhadap PDRB Jatim kini mencapai 54,98 persen. Inilah, Pemprov Jatim era dipimpin oleh Gubernur Pak De Karwo menunjang pembiayaan kompetitif meliputi bunga murah dengan syarat mudah, disertai pemasaran produk yang jitu. Bahkan untuk menopang pengembangan UMKM, Pak De juga meningkatkan layanan publik dengan membangun ASN yang memiliki jiwa entrepreneurship atau kewirausahaan. Jiwa ini ditanamkan untuk Organisasi Perangkat Daerah (OPD) sebagai bagian dari strategi baru pengembangan sumber daya manusia di Jawa Timur. Targetnya, semua pemimpin OPD wajib memiliki jiwa entrepreneur. Terutama dalam menghadapi era Masyarakat Ekonomi ASEAN dan berhijrah yang lebih mandiri dan produktif. Untuk ini, Pak De mendirikan UPT Assestment melalui Badan Diklat Prov Jatim dengan menggunakan tahapan talent pool. Goal utamanya, UPt Assestment bisa mengembangkan ASN ataupun OPD di Pemprov Jatim. Perseroan ini diharapkan mampu mengatasi permasalahan yang terjadi di Jatim. Program SDM Ini yang perlu ditindaklanjuti oleh gubernur penerus Pak De Karwo, siapa dia, yang masih concern dengan disparitas ekonomi. Calon Gubernur 2018 Jatim, Secara nalar, apa yang telah dilakukan Gubernur Jatim, Dr. Soekarwo diatas adalah Political will. Bila dikaitkan dengan program “APBD untuk Rakyat”, konsep “Jatimnomics” ini adalah political will Pak De yang konsisten. Jangka pendeknya telah direalisasikan Pakde periode 2008-2017. Dan jangka menengahnya, gubernur terpilih Juni 2018, dituntut menunjukkan political will dan konsistensi kebijakan yang tegas. Goalnya tentu pembangunan khususnya mengatasi disparitas ekonomi di Jatim terutama bisa dipraktikkan secara simultan dab progresif demi kepentingan rakyat, khususnya masyarakat Jawa Timur. Pemikiran saya, gubernur terpilih nanti tidak perlu selalu bereaksi dan sibuk membuat konsep pemecahan disparitas ekonomi dengan memainkan politik praktisnya. Mengingat, Jatimnomics bisa diposisikan membangun ketahanan ekonomi lokal yang kuat. Otomatis fundamental kekuatan ekonominya. Dari pendalaman konsep Jatimnomics, saya mencatat sedikitnya menyangkut Produktivitas sektor bahan dasar industri. Misal, pasir, minyak, besi, plastik, kimia, gas atau sumber energi alternatif pilihan prioritas industri swasta. Termasuk ekspor sektor pertanian. Perhatian khusus terhadap UMKM juga menyerap tenaga kerja yang dapat meningkatkan taraf hidupnya. Dengan gambaran ini, Jatimnomics selama ini telah memecahkan masalah keadilan sosial bidang ekonomi. Hanya belum ada survei berapa jumlah serapan tenaga kerja oleh pelaku ekonomi mikro kecil dan menengah. Oleh karena itu, akal sehat saya berpesan Gubernur penerus Pak De Karwo, sebaiknya meneruskan political will yang telah dibuat oleh Pak De Karwo. Bila tidak, dana peminjaman APBD yang Rp 400 miliar dapat ditarik dari Bank Jatim untuk program lain. Pada akhirnya, pelaku usaha kecil menengah bisa tak mendapat pinjaman berbunga rendah dan melemahkan daya saing UMKM Jatim sekaligus mengurangi tenaga kerja yang telah terserap. Efek langsungnya, akan banyak pelaku usaha kecil menengah kehilangan akses terhadap bank, yang pada gilirannya juga dapat kehilangan aset atau alat-alat produksi, khususnya tanah dan pabrik serta peluang usaha. Mengingat usaha yang telah ditangani akan diambil alih lagi oleh korporasi yang umumnya punya akses di sejumlah bank. Nah, dengan ketiadaan akses terhadap alat-alat produksi menyebabkan pelaku usaha kecil-menengah tak punya kesempatan lagi untuk mengakumulasi pendapatan usahanya. Jadi, menurut saya, jatimnomics ini merupakan kebijakan ekonomi lokal yang ingin mengatasi kebijakan ekonomi nasional yang selama ini cenderung membiarkan kekayaan dari hasil-hasil bumi Indonesia mengalir ke peti-peti kekayaan perusahaan-perusahaan raksasa nasional ( konglomerat produk Orde Baru) dan kapitalis dunia. Ini dimungkinkan, karena sejak Orde Baru, rezim-rezimnya tergoda membuat kebijakan ekonomi yang sangat liberal. Hal ini yang memungkinkan kapital asing menguasai ekonomi nasional. Misalnya membolehkan saham-saham BUMN telkom dan Bank diambil alih oleh asing. Selain itu, saya mencatat, disparitas ekonomi dihasilkan oleh berbagai kebijakan pembangunan ekonomi yang tidak berorientasi pada kemakmuran rakyat. Ironisnya yang terjadi, kebijakan ekonomi nasional justru melemahkan ekonomi rakyat yaitu penerapan liberalisasi perdagangan, penghapusan subsidi, dan lain-lain. Akibatnya, sektor pertanian dan industri dalam negeri, terutama usaha kecil dan menengah tergilas dan hancur. Nah, Pak De Karwo, orang nasionalis tulen yang masih concern terhadap keadilan sosial bidang ekonomi, mengeluarkan strategi ekonomi pro-rakyat yang sejalan dengan konstitusi, sehingga jatimnomics sebagai kebijakan ekonomi pembangunan lokal yang berdampak nasional aman dari berbagai sorotan publik. Calon Gubernur 2018 Jatim, Meski saya memiliki disiplin ilmu hukum, marketing dan komunikasi, karena saya pengelola media massa, jujur tergugah dengan konsep pembangunan ekonomi yang diterapkan oleh Gubernur Jawa Timur, Soekarwo. Pak De, juga background doktor ilmu hukum, tapi cukup lama kelola Dinas Pajak Pendapatan Daerah Jatim. Hasilnya, Pak De akrab dengan hitung-hitungan pendapatan asli daerah hingga pengelolaan ekonomi makro. Ditambah latar belakangnya sebagai nasionalis tulen. tokoh sekelas Pak De, harus dihargai masih concern dengan cita-cita kemerdekaan yang dicanangkan oleh founding father, Soekarno-Hatta. Kita semua tahu, cita-cita proklamator lepas dari segala bentuk penghisapan dan eksploitasi, seperti kolonialisme dan kapitalisme, yang merendahkan martabat manusia. Selain memperjuangkan sebuah cita-cita masyarakat masa depan, yakni masyarakat adil dan makmur. Mengingat negara dibentuk, tak lebih sebagai alat untuk memperjuangkan cita-cita tersebut. Dengan merujuk cita-cita kemerdekaan NKRI, sudahkah bangsa Indonesia merdeka dan hidup tanpa rasa keadilan ekonomi? Memperhatikan potret Cak Seno, Cak Parno dan Mardjono diatas, kemerdekaan Indonesia yang dicita-cita oleh pendiri bangsa yaitu ingin membawa keadilan sosial bagi seluruh rakyat, ternyata baru dinikmati oleh segelintir klas borjuis. Ironisnya, pemerintah pusat sampai kini masih terus mengeluarkan berbagai kebijakan yang mendukung praktik-praktik yang kapitalistik dan perdagangan bebas. Inilah political will pemerintah pusat yang dari satu rezim ke rezim berikutnya terus mengekor pada kepentingan Barat . Hal ini menurut saya, meski secara kalender kita sudah merdeka dalam usia ke 72 tahun, pada kenyataannya Indonesia belum merdeka 100 persen dari segala bentuk penjajahan. Maklum, barat yang dipimpin oleh Amerika Serikat secara tidak langsung telah merampas kemerdekaan bangsa Indonesia. Kini disusul RRC. Terlebih Amerika Serikat ini identik dengan imperialisme. Ada data yang menyebutkan, hanya 2% penduduk Indonesia yang menguasai 56% aset produktif nasional. Terdapat sebanyak 87% dari aset sebesar 56% itu berupa tanah. Ketimpangan dalam distribusi pendapatan ini juga tercermin pada rasio gini yang meningkat dari 0,33 tahun 2002 menjadi 0,41 tahun 2014. Kenapa bisa begini? pertama, rakyat kecil (UMKM) kehilangan akses terhadap aset atau alat-alat produksi, khususnya tanah dan pabrik. Ketiadaan akses terhadap alat-alat produksi ini yang menyebabkan rakyat (UMKM) tak punya kesempatan untuk mengakumulasi pendapatan. Apalagi, sampai pemerintahan Jokowi pub, masih mengeluarkan kebijakan ekonomi nasional yang membiarkan kekayaan dari hasil-hasil bumi Indonesia mengalir ke peti-peti kekayaan perusahaan-perusahaan asing, berkelas raksasa kapitalis dunia, seperti freeport. Inilah contoh kebijakan ekonomi yang sangat liberal dan memungkinkan kapital asing menguasai ekonomi nasional. Bahkan ada kecenderungan beberapa kebijakan pembangunan ekonomi kita tidak berorientasi pada kemakmuran rakyat. Seperti penjualan saham BUMN dan Bank plat merah. Mengapa pemerintah pusat tidak membuat konsorsium koperasi-UMKN se nusantara. Kebijakan yang menjual saham BUMN itu untuk jangka menengah dan panjang justru akab melemahkan ekonomi rakyat misal liberalisasi perdagangan, penghapusan subsidi, dan lain-lain. Prediksi saya, kebijakan ini dapat mengakibatkan sektor pertanian dan industri dalam negeri, terutama usaha kecil dan menengah tergilas dan hancur. Contoh buah-buahan yang beredar di Indonesia telah digelontor oleh hasil pertanian dari RRC. Ini salah satu contoh disparitas ekonomi sektor pertanian. Jujur, sesungguhnya dengan membaca laporan dari BPS Jatim, dimana dimasa pembangunan selama ini menunjukkan kemajuan kemajuan tertentu yang menyolok, tetapi sebaliknya kemiskinan tetap atau mengalami penurunan yang relatif kecil, tetap merupakan permasalahan laten yang perlu penanganan khusus. Mengingat secara konseptual, hal ini menunjukkan bahwa tingginya penghasilan perkapita bukan jaminan tidak adanya kemiskinan absolut. Ini dikarenakan pembagian penghasilan yang meluas sampai ke persentase populasi yang paling rendah. Hasil diskusi dengan beberapa ekonom Unair, hal-hal ini bisa sangat berbeda dari satu daerah dengan lainnya , antara satu sektor ke sektor lainnya dan antara satu kelompok ke kelompok lain. Oleh karena itu pengertian tentang keadaan besarnya pemerataan penghasilan adalah sentral bagi semua analisa problem kemiskinan. Jujur, konsep Jatimnomics juga menyasar pertumbuhan ekonomi Jatim inklusif dan berkeadilan sosial. Dengan konsep Jatimnomics yang telah dirasakan oleh ribuan pelaku ekonomi kecil dan menengah selama ini, gubernur Jatim ke depan perlu melakukan kesinambungan dengan terobosan misal membuat konsorsium UMKM Jatim yang bisa mengambil peran pelaku korporasi besar dan BUMN yang selama ini mendominasi proyek-proyek APBN di Jatim termasuk yang menggunakan dana APBD. Insha Alloh gubernur Jatim terpilih 2018 bisa membuat pelaku ekonomi kecil dan menengah melu gemuyuh. ([email protected], bersambung)

Editor : Redaksi

Tag :

BERITA TERBARU