Home / CatatanHukum : Surat Terbuka untuk Gubernur Soekarwo, Gus Ipul, K

Jatim Berprestasi, Khofifah atau Gus Ipul yang Layak Gantikan Pak De

author surabayapagi.com

- Pewarta

Senin, 18 Des 2017 00:19 WIB

Jatim Berprestasi, Khofifah atau Gus Ipul yang Layak Gantikan Pak De

Sdri. Khofifah dan Sdr. Gus Ipul, Minggu-minggu ini, Anda berdua sedang sibuk merampungkan visi-misi dan program bila terpilih menjadi Gubernur dalam Pilkada Jatim 2018. Diantara Anda berdua, ada yang ambisi dan ambisius menjadi penerus prestasi yang telah diukir Gubernur Jatim dua periode, Dr. Soekarwo. Saya tak etis menyebut siapa diantara Anda berdua yang ambisius dalam surat terbuka ini. Untuk share dengan publik, saya hanya sedikit menggambarkan indikator orang ambisius ke publik. Dengan harapan, pembaca bisa menelaah sendiri. Bagi saya, orang ambisius orang yang menutup mata hatinya, sehingga membuat tak bisa membedakan kemampuannya dengan jernih benarkah dia punya kemampuan, Lebih parahnya lagi, sifat orang-orang ambisius sering membuat kehilangan teman di sekitarnya. Catatan yang saya petik dari beberapa teman pergaulan saya, umumnya orang yang bersikap ambisius tinggi , acapkali tak mendapatkan hal yang diraih. Justru sebaliknya yaitu ia malah kehilangan segalanya. Salah satu ciri yang unik orang ambisius yaitu senang mendengar pujian, tapi tak suka kritikan dan saran. Orang ambisius umumnya memiliki sikap percaya diri yang tinggi dan menganggap bahwa dirinya orang terbaik yang berhak untuk mendapatkan pujian dan jabatan lebih tinggi dari jabatannya sekarang. Saat saya menjadi konsultan bisnis di Riau dan Padang, mendapat pengetahuan bahwa pejabat ambisius mendekati orang bapangkek (berjabatan). Secara formal, orang minang melihat dari formalnya, pejabat ambisius selalu ingin fasilitas-fasilitas mewah yang berkecukupan. Keinginannya, dapat mobil dinas sedan, memiliki rumah pribadi bernilai tinggi dan rumah dinas di kawasan elite perkotaan, mendapat perjalanan dinas dan dana taktis operasional yang tinggi. Maka itu orang minang perantauan menganggap pejabat ambisius suka memesona, dan menggiurkan. Maka untuk mendapatkan pangkek (jabatan), ia menghalalkan segala cara dan upaya . Termasuk dengan cara membeli atau menyogok (KKN). Berbeda dengan pejabat yang cuma berambisi. Nah, pada pemilihan kepala daerah (pilkada) secara langsung seperti sekarang ini, ada ambisi dan ambisius. Cagub yang berambisi bisa menggalang pendukung fanatiknya, agar tidak kalah. Misal, Harmoko, orang Kertosono yang mungkin tidak bercita-cita menjadi hanya ingin menjadi wartawan. Apalagi Menteri dan Ketua DPR-RI. Baru setelah menjadi wartawan, kariernya menanjak luar biasa. Ia terobsesi untuk memajukan PWI (Persatuan Wartawan Indonesia), organisasi profesi yang ditekuninya saat itu. Ia berhasil menjadi ketua PWI dan memiliki penerbitan surat kabar sendiri, Pos Kota dan terbit. Perjalanan kariernya sebagai tokoh pers nasional telah dibuktikan dengan prestasi puncak yaitu menjadi menteri penerangan semasa Orde Baru pada Kabinet Pembangunan IV, V, VI. Mungkin karena terobsesi oleh kondisi nasional pada waktu itu, Harmoko, juga aktif di bidang politik melalui Golkar yang kemudian mengantarkannya menjadi ketua umum Golkar. Reputasi dalam karier politiknya ini yang memungkinkan Harmoko menempati jabatan Ketua DPR. Jadi jabatan itu dilalui dalam proses panjang, bukan instan. Sdri. Khofifah dan Sdr. Gus Ipul, Data yang saya peroleh, Gus Ipul, menyelesaikan pendidikan formalnya, hanya S-1, di Universitas Nasional pada tahun 1985. Ia mengambil Pendidikan di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP). Mantan Menteri Negara Pembangunan Daerah Tertinggal Republik Indonesia ke-2 inu, menduduki jabatan periode 21 Oktober 2004 - 9 Mei 2007. Dan sampai sekarang, ia tidak pernah meneruskan pendidikan formal S-2, apalagi S-3 kayak Pak De Karwo. Saifullah Yusuf, juga pernah menjadi Ketua Umum GP Ansor kemudian menjadi salah satu Ketua di PBNU di bawah kepemimpinan KH Said Agil Siraj. Pengalaman lain, Gus Ipul, yang pernah bercita-cita menjadi guru madrasah ini pernah menjadi anggota DPR dari PDIP, karena atensi dari Gus Dur. Atensi ini karena pada tahun 1999 beraliansi dengan Megawati, karena Saifullah adalah orang kepercayaan Gus Dur. Gus Ipul, juga pernah menjadi Sekjen PKB. Selain itu juga punya karir politik, yaitu Gus Ipul pernah di PDIP dan PKB. Lalu apa prestasi menonjol Gus Ipul selama menjadi wagub Jatim dua periode 2008-2017?, beberapa SKPD di Pemprov Jatim, mengatakan tugas utama Gus Ipul bukan mengadakan rapat masalah-masalah perkantoran. Ia lebih dikenal pejabat yang sering menghadiri acara pengajian, pagelaran wayang kulit semalam suntuk, menghadiri seminar, meresmikan masjid, launching produk dan sejenisnya. Disamping itu, Gus Ipul juga dikenal paling rajin mengunjungi korban musibah, mulai dari musibah gunung meletus, banjir sampai korban penganiayaan. Dari kunjungan-kunjungan ini namanya makin dikenal. Dan, Gus Ipul sampai kini dijuluki wagub yang selain suka guyonan juga berslogan “Pak De Karwo titip salam. “ Slogan ini hampir selalu diucapkan Gus Ipul ketika keliling acara, yakni Pak Gubernur Pakde Karwo Titip Salam. Kalau pembaca tidak percaya, silakan datang ke acara yang dihadiri Gus Ipul, pasti ada kata-kata itu di awal sambutannya. Saya pun sampai hafal. Padahal belum tentu Pakde Karwo titip salam, kutip salah satu staf Pemprov Jatim yang berulang kali mengikuti kegiatan wakil Gubernur sambil terkekeh. Dalam sebuah kesempatan, Gus Ipul juga mengaku bertugas muter-muter menghadiri berbagai macam acara di Jawa Timur dan bukan hal yang gampang. Apalagi jika dilakukan saat-saat pemilihan gubernur periode 2018-2023. Sindiran memanfaatkan kegiatan resmi wakil gubernur, berikut anggaran untuk pencitraan menjelang pilgub tak bisa dielak. Beda dengan Khofifah, yang semua pendidikannya dari tingkat SD sampai S-1 Fisip dan ilmu dakwah diselesaikan di Surabaya. Hanya pada level Magister Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, dirampungkan di Universitas Indonesia (UI), Jakarta ( 1997 ). Ibu enam anak ini pernah menjadi Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana (BKKBN) ( 1999 - 2001 ). Pernah menjadi anggota DPR dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ( 1992-1977) dan anggota DPR-RI dari PKB (1999-2009). Baru kemudian menjadi Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Kabinet Abdurrahman Wahid ( 1999 - 2000 ) dan Menteri Sosial Kabinet Jokowi (2014-2017). Selain itu, Khofifah, juga terpilih sebagai Ketua Umum PP Muslimat Nahdlatul Ulama (NU) ( 2000 - 2018 ). Disamping, pernah menjadi anggota Dewan Syuro DPP PKB ( 2000 - 2002 ) dan Wakil Sekretaris Dewan Syuro PKB ( 2002 – 2007 ) Diluar itu, perempuan enam anak ini memiliki sejumlah prestasi gemilang, yakni pada tahun 2011 Khofifah pernah didapuk sebagai tokoh penggerak masyarakat oleh Islamic Fair of Indonesia. Perempuan yang juga Ketua Umum PP Muslimat Nahdlatul Ulama (NU) ini juga pernah mendapat penghargaan dari Menteri Kehutanan atas kontribusinya menggerakkan warga Muslimat NU menanam pohon, Pada tahun 2011. Sebagai inisiator Koperasi An-Nisa, Khofifah juga mendapatkan penghargaan dari Menteri Koperasi dan UKM. Ia pada tahun 2008 dan 2013, atas komitmennya keliling provinsi mengajak perempuan/Muslimat NU agar segera membangun koperasi. Bahkan di forum internasional, Khofifah juga banyak menoreh prestasi, antara lain menjadi ketua delegasi pemerintah Indonesia di beberapa negara seperti menjadi Ketua Delegasi Republik Indonesia dalam “Women 2000, Gender Equality, Development and Peace for the Conventi on on The Elliminati on of All Forms of Discriminati on Against Women” di Markas Besar PBB, New York, Amerika Serikat. Pertanyaan yang masih belum bisa dinalar terkait prestasi Gus Ipul selama menjadi cagub Jatim, adalah pernyataan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri saat deklarasi pasangan Gus Ipul-Azwar Anas. Penjelasan Putri proklamator Soekarno ini mengaku melihat latar belakang Gus Ipul sebagai petahana yang selama 10 tahun terakhir dalam mendampingi Soekarwo, memimpin Jawa Timur. Latar belakang ini yang menjadi nilai tambah bagi Gus Ipul. Sayang, Megawati, tak jelaskan nilai tambah Gus Ipul. Sdri. Khofifah dan Sdr. Gus Ipul, Anda masih ingat pada pertengahan Tahun 2017 ini, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo memuji kepemimpinan Gubernur Soekarwo yang dinilai mampu menjadikan Jawa Timur sebagai provinsi berprestasi di nomor satu di Indonesia. Ini dinilai karena kemampuan Gubernur dalam melihat dinamika kebutuhan masyarakat. Pernyataan Mendagri Tjahjo Kumolo disampaikan saat membuka Rakor Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Provinsi se Indonesia dan Kepala BKD/Diklat se Jatim 2017 di Ballroom Hotel Mercure Grand Mirama. Prestasi ini puluhan penghargaan nasional dan internasional yang diterima Pemprov Jatim selama Pak De menjadi Gubernur Jatim sejak tahun 2008. Apa kuncinya, tak lain adalah pada Sumber Daya Manusia (SDM). Dan itu fokus pada pendidikan entreprenuersip atau kewirausahaan untuk Organisasi Perangkat Daerah (OPD). Untuk ini, Pak De Karwo, mendirikan UPT Assesment melalui Badan Diklat. Nah Pak Karwo, sampai jabatan kedua sebagai Gubernur dengan prestasi dari Presiden dan Menteri, secara politis, sosiologis, dan hukum, sebenarnya, tidak cukup diperoleh hanya dari tugas dan wewenang Gubernur dua periode semata. Ia memberi kontribusi lewat pengalaman sejak masih menjadi pegawai rendahan di Dispenda Provinsi Jatim. Dan pada awal Desember 2017, Dr. H. Soekarwo, kembali menorehkan prestasi di tingkat nasional yaitu penghargaan "Akuntan Award 2017". Penghargaan diterima dari Dewan Pengurus Nasional Ikatan Akuntansi Indonesia (DPN IAI). Jadi, prestasi Pemprov Jatim dalam kepemimpinan Pak De, dilalui dengan tekun sejak dari bawah. Dengan pendidikan formal ( intelektualitasnya) dan pengalaman berkarir dibidang politik dan birokrasi diatas, siapa yang paling cakap menggantikan Pak De Karwo, dalam memajukan prestasi pembangunan di provinsi Jatim nanti? Khofifah atau Gus Ipul . Anda bisa menebak sendiri dari aspek intelektualitas, pengalaman berpolitik, teknokrasinya dan jaringan ke pemilih terbawa, kaum nahdiyin sampai di desa-desa. Saya berharap siapa pun yang terpilih sebagai gubernur Jatim Juni 2018 nanti, tidak meniru gaya Jokowi yang sampai memasuki bulan ke-15, masih belum memperlihatkan hasil kerja konkret yang dirasakan masyarakat Jakarta. Sampai bulan ke15, gaya yang menonjol Gubernur DKI Jokowi hanya kerja bergaya kerakyatan, blusukan. Seolah-olah, Jokowi, ingin menyerap langsung permasalahan rakyat di lapangan. Artinya, semua yang dilakukan Jokowi, saat itu masih meneruskan gagasan Gubernur sebelumnya, Fauzi Bowo. Padahal, permasalahan utama di Jakarta saat itu kemacetan dan banjir. Pertanyaannya, dengan segudang prestasi yang telah diraih provinsi Jatim selama ini, katakan Khofifah, yang memenangkan pertarungan Pilkada 2018, masihkah Gubernur baru melakukan kajian prestasi yang telah diraih provinsi Jatim atau langsung persneling 4, melanjutkan jatimnomics dan APBD untuk rakyat untuk menekan angka kemiskinan sampai tingkat terendah sekaligus mengatasi disparitas ekonomi. Mari kita tunggu. ([email protected], bersambung)

Editor : Redaksi

Tag :

BERITA TERBARU