Psikologis dan Karakter Siswa Mulai 'Terganggu'

author surabayapagi.com

- Pewarta

Jumat, 12 Feb 2021 21:39 WIB

Psikologis dan Karakter Siswa Mulai 'Terganggu'

i

Salah satu guru di bawah naungan YPPI Surabaya, memberikan materi PJJ terhadap para siswa. SP/Semmy

== LAPORAN KHUSUS ===

 

Baca Juga: Ratusan Buruh Sudah Padati Frontage Ahmad Yani, Siap Menuju Kantor Gubernur Jatim

Hampir Satu Tahun, Pembelajaran Jarak Jauh Dilakukan di Seluruh Sekolah mulai TK Hingga SMA di Surabaya

 

SURABAYAPAGI.COM, Surabaya – Pandemi virus Corona (Covid-19) ke Indonesia pada awal Maret 2020 lalu mengakibatkan jutaan siswa di seluruh pelosok Nusantara, membuat proses kegiatan belajar mengajar (KBM) berubah total. Dari KBM tatap muka, beralih ke pembelajaran jarak jauh (PJJ) alias sekolah online.  Hal ini diperkuat denga Surat Edaran Nomor 15 Tahun 2020 tentang Pedoman Penyelenggaraan Belajar Dari Rumah Dalam Masa Darurat Penyebaran Covid-19 yang diterbitkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Data dari Kemendikbud menyebutkan, ada sekitar 68 juta peserta didik di Indonesia mulai dari tingkat pendidikan anak usia dini (PAUD) hingga sekolah menengah atas (SMA) yang terpaksa belajar dari rumah. Sementara untuk angka global, kurang lebih 1,25 miliar peserta didik di dunia yang harus belajar dari rumah. Kini, PJJ sudah berjalan hampir 1 tahun. Program PJJ dirasakan banyak pihak mulai siswa hingga orang tua dan guru, dianggap masih belum menunjukkan efektivitas. Baik itu dari segi ilmu pendidikan hingga kesiapan siswa dan gurunya. Bahkan, PJJ juga dianggap berpengaruh pada sisi mental siswa itu sendiri. Apalagi dalam penelitian yang dilakukan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) RI, dihasilkan, bisa mempengaruhi karakter dan akhlak siswa. Untuk itu, tim Surabaya Pagi terdiri dari Semmy Mantolas, Patrick Cahyo dan Achmad Reza, Mariana Setiawati yang dikoordinir Raditya Mohammer Khadaffi, menurunkan laporan khusus mulai dari kondisi para siswa, guru pengajar, dan para pakar Pendidikan hingga psikolog. Bahkan, litbang Surabaya Pagi menurunkan Polling (jajak pendapat) ke beberapa responden.

 

====

 

Pagi itu Siti, salah satu warga Bangkalan Madura tengah sibuk mencari pulsa data bagi anaknya yang akan belajar online (daring). Dengan motor bebeknya, ia melaju menuju salah satu gerai penjualan pulsa. Beberapa pelanggan kopi di warungnya tidak dihiraukannya. Ia lebih memilih membeli pulsa paket ketimbang melayani para pelanggan.

Usai mengisi paket data, ia kembali mempersiapkan smartphonenya yang nantinya dipergunakan oleh Bagus Stiawan, anaknya untuk sekolah daring. Setelah kelas dimulai, barulah ia melayani para pelanggan yang sedari tadi mengantri "Ya resikonya gini mas, kalau gak ada paket ya anak saya gak bisa belajar mas," kata Siti sembari membuat secangkir kopi, Kamis (11/02/2021).

Saban hari Siti membuka warung kopi dekat terminal pelabuhan Tanjung Perak. Sebagai single parent, mengasuh dua orang anak yang masih kecil sudah menjadi kewajibannya.

Ia mengaku terpaksa membawa anaknya ke warung sehingga mudah melakukan pendampingan tatkala proses belajar online dimulai. Anaknya kini telah duduk dibangku kelas 3 SD di salah satu sekolah swasta di Surabaya.

"Ya setiap hari gini mas, dampingi mereka terus. Karena kalau tidak, saya takut nilainya bisa jatuh (jelek)," keluh kesahnya.

 

Emosional Anak

Orang tua lainnya seperti Ethy Cahyaningtyas juga mengaku hal serupa. Berbeda dengan Siti kekhawatiran Ethy bukan pada nilai anaknya melainkan pada pola perkembangan emosional anaknya.

Sebagai pegawai di salah satu BUMN di Surabaya, Ethy mengaku tidak memiliki waktu yang cukup dalam mendampingi anaknya.

Anaknya kini telah duduk dibangku kelas 6 SD. Dan tengah mempersiapkan diri untuk mengikuti ujian akhir kelulusan. Kepada saya, ia mengaku khawatir bila model belajar di rumah secara daring terus dilakukan, pola prilaku anaknya tidak akan berkembang secara baik.

"Kalau seandainya 3 tahun saja belajar di rumah terus dilakukan, artinya kalau masuk kembali anak saya sudah SMA dong. Saya takut saja fisiknya di SMA tapi pola pikirnya masih anak SD kelas 6," kata Ethy mengkhawatirkan.

Oleh karenanya Ethy berharap agar pola pembelajaran dari rumah segera ditinjau kembali karena dapat berdampak bagi pola kembang anak.

 

Karakter dan Akhlak

Tak heran, keluh kesah orang tua tersebut, juga masuk dalam hasil penelitian yang dilakukan Kemdikbud RI, awal Januari 2021 lalu. Peneliti dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Nadiroh, menyebut pembelajaran jarak jauh merupakan solusi di masa pandemi Covid-19. Namun ia mengingatkan hal ini tidak boleh dipermanenkan bagi pendidikan dasar, karena pendidikan dasar membutuhkan internalisasi literasi karakter yang membentuk akhlak mulia sejak dini

“Pemerintah telah memberikan jaminan kepastian pelaksanaan pembelajaran di sekolah bisa teratasi, meskipun butuh adaptasi dan transformasi dengan model (blended atau hybrid learning) secara sistematik,” ujar Nadiroh

Dalam mengatasi permasalahan PJJ pada siswa Sekolah Dasar (SD), peneliti lain dari UNJ, Ilza Mayuni memberikan beberapa rekomendasi yang dapat dilakukan. Pertama, penerapan kebijakan dalam PJJ dilakukan untuk meningkatkan efektivitas Pembelajaran Jarak Jauh berbasis Smart Education. Kedua, pengembangan skills atau kompetensi berbasis TIK yang inovatif dan kreatif bagi penggunanya, yang disesuaikan dengan karakteristik dan gaya belajar dari peserta didik. Ketiga, pengembangan kerangka kerja Smart Education yang akan membantu di masa depan dalam membuat pendidikan adaptif dan transformatif.

Ilza Mayuni juga memberikan paparan mengenai penelitiannya yang berjudul “Program Pendampingan Literasi Berbasis Daring pada Masa Tantanan Baru bagi Guru SMPN”. Ilza menjelaskan bahwa pengenalan Model Sheltered Instruction Observation Protocol (SIOP) pada program ini berhasil membantu guru dalam merancang dan mempraktikkan strategi pengajaran literasi yang lebih efektif, kreatif, dan berbasis kebutuhan siswa.

Akan tetapi, Syaikhu Usman berpendapat, masih ada hal yang kontradiktif dari beberapa pemaparan para peneliti, sehingga masih diperlukan adanya pengembangan lebih lanjut. Dikarenakan, beberapa penilitian, masih belum ada ketidaktepatan pada PJJ fakta di lapangan. “Kesimpulannya adalah perlu adanya lagi langkah-langkah operasionalnya dari ketiga penelitian ini agar dapat menjadi dasar kebijakan yang akan diambil,” katanya.

Baca Juga: Menjelang Pendaftaran, PDIP Surabaya Bahas Persiapan Pilkada 2024 

 

Intens Bangun Komunikasi

Sementara bagi para pendidik, agar proses PJJ bisa terjalin. Para pendidik tersebut, harus membangun komunikasi secara intensif baik kepada orang tua siswa dan siswa.

Hal ini diungkapkan Kepala Sekolah SD Yayasan Pendidikan dan Pengajaran Indonesia (YPPI) 4 dan SMP YPPI 3 Surabaya, Dra. Suprapti.  Hal ini terjadi karena orang tua menjadi pendamping bagi siswa tatkala proses belajar mengajar dilakukan. "Tetap berjalan komunikasinya. Apalagi kami sebagai pendidik, justru kami yang harus proaktif membangun kerjasama yang bagus dengan orang tua," kata Suprapti saat ditemui di SD YPPI 4, Kamis (12/2/2021).

Guna memperlancar komunikasi, pihaknya menyediakan grup whatsapp khusus untuk orang tua. Dalam grup tersebut, segala urusan yang berkaitan proses perkembangan belajar siswa selalu diupdate oleh sekolah.

 

Psikologis Siswa

Keterlibatan orang tua dalam proses belajar mengajar pun dimediasi oleh sekolah. Suprapti mengaku ada beberapa tema pembelajaran yang mewajibkan orang tua untuk ikut terlibat dalam proses belajar mengajar. "Ada temanya pekerjaan orang tuaku. Maka orang tua juga malakukan presentasi dan tanya jawab dengan anak-anaknya," katanya

"(Jadi) tetap melibatkan orang tua, (sehingga) secara psikologis hubungan siswa dan orang tua, orang tua dan sekolah, sekolah dan siswa tidak terputus," tambahnya menerangkan

Selama ini metode pembelajaran yang dilakukan oleh YPPI adalah menggunakan metode montessori. Metode ini menekankan pada pentingnya penyesuaian lingkungan belajar dengan tingkat perkembangan anak dan peran aktivitas fisik anak dalam menyerap mata pelajaran secara akademis maupun keterampilan praktik secara langsung.

 

Sesuai Tema

Sementata itu Wakil Bidang Kurikulum TK YPPI II Sisilia Alexsandra mengaku, selama ini kurikulum pembelajaran baik dari tingkat TK hingga SMP dilakukan secara proyek.  Siswa akan diberikan alat peraga dari sekolah kemudian mengerjakan proyek yang diberikan tersebut.

"Semuanya disesuaikan dengan tema. Misalnya art and craft, (alat peraga) kita kirim ke rumah dan dibuat oleh siswa dari rumah saat proses belajar mengajar dimulai. Nanti akan ada guru yang pandu," kata Sisil seraya menambahkan "Untuk mewarna pun sudah kita siapkan,"

Baca Juga: Pj Gubernur Adhy Pastikan Komitmen Pemprov Jatim Terhadap Pelestarian Hutan

Pelajaran lain seperti Physical Education (PE) pun sama. Siswa akan melakukan gerakan-gerakan olahraga yang dipandu oleh guru melalui aplikasi google meeting yang telah dipersiapkan sekolah.

Menurut Sisil, selama proses pendidikan jarak jauh (PJJ) dilakukan, pihaknya berupaya menyediakan materi yang tidak membebani siswa. "Sehingga mereka tidak stress, dan bonding antara guru dan siswa atau guru dan orang tua semakin solid," ucapnya.

"TK memang usia bermain, tapi kami tidak melupakan anak-anak setelah lulus harus punya skill. Anak-anak punya skill apa, nah itu ada dimateri tadi," tambahnya

Sekolah lain seperti SDN Ketabang I/288 Surabaya juga secara intens melakukan komunikasi dengan orang tua. Siti Rahayu selaku Kepala Sekolah SDN Ketabang I/288 mengaku, komunikasi tersebut dilakukan oleh setiap wali kelas dimasing-masing tingkatan mulai dari kelas 1 hingga kelas 6. "Tetap komunikasi, dan saya selalu memantau perkembangan mereka," kata Siti Rahayu

Terkait materi pembelajaran, ia menjelaskan pihaknya menggunakan kurikulum yang telah disediakan oleh pemerintah.

Setidaknya ada 3 skenario dalam proses pembelajaran yang diatur. Skenario A adalah terkait pelajararan terstruktur mengikuti kurikulum standar, skenario B terkait pelajaran terstruktur difokuskan pada pengetahuan dan ketrampilan inti dan terakhir adalah konten pembelajaran yang dipilih untuk membantu siswa mengatasi krisis saat ini. "Ya kalau kami sesuai dengan kurikulum standar," katanya

 

Melek Teknologi

Dengan adanya transformasi belajar tatap muka ke belajar online, guru dan orang tua dipaksa untuk melek akan teknologi. Dra. Suprapti mengaku, selama ini pihaknya terus melakukan pelatihan kepada para guru terkait pembuatan materi pembelajaran online yang baik dan dapat diterima oleh siswa.

Bekerjasama dengan Yayasan YPPI, pelatihan tersebut dilakukan secara rutin seminggu sekali. "Peran dari yayasan sangat besar. Kami diberikan pembekalan, diberikan pelatihan setiap jumat ada pelatihan IT, pembuatan Video, media pembelajaran, termasuk bagaimana rapot diberikan secara online," ucapnya

Sementara untuk orang tua, pihak sekolah memberikan bimbingan berupa tutorial singkat terkait materi pembelajaran yang akan diberikan kepada siswa. "Jadi orang tua juga kami berikan tutorial. Kalau ada orang tua yang kesulitan mereka komunikasikan, karena ada grup (whatsapp) dengan orang tua. Jadi komunikasi lancar," pungkasnya

Suntari, salah seorang guru di SMPN 1 Surabaya juga mengaku demikian. Wanita yang mengampu mata pelajaran prakarya kelas 8 dan 9 ini menjelaskan, ia selalu berkomunikasi dengan wali murid tatkala ada siswa yang masih kurang dalam menerima materi belajar.

"Pasti langsung saya komunikasikan ke wali kelasnya dan dari wali kelas segera menghubungi orang tua siswa. Ditanya kenapa tidak bisa penyebabnya apa, kemudian dicarikan solusi bersama," kata Suntari. tim

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU