"Menteri Luhut Kontra Produktif"

author surabayapagi.com

- Pewarta

Rabu, 25 Agu 2021 20:51 WIB

"Menteri Luhut Kontra Produktif"

i

Ilustrasi karikatur

Tudingan Anggota DPR-RI Terkait Rencana China Investasi Vaksin di Indonesia



WHO, Turki dan Tetangga Indonesia, Hargai Vaksin Nusantara

SURABAYAPAGI.COM, Jakarta - Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto. melakukan kritik terhadap Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan.
Sebelumnya, Luhut Pandjaitan mengatakan ada satu perusahaan asal China yang rencananya akan memproduksi vaksin di Indonesia pada April 2022.


Dalam Rakornas APINDO ke-31, Luhut menuturkan vaksin yang diproduksi itu merupakan jenis mRNA, yakni vaksin baru yang kandungannya berbeda dengan jenis lainnya.

Baca Juga: Kelola IKN, Jokowi Berdayakan Beberapa Menteri, di Luar Luhut


“Semestinya pemerintah prioritaskan pembangunan pabrik vaksin Merah Putih, bukan malah pabrik vaksin dari China," ujarnya dari situs resmi DPR RI.


“Terus terang saya kurang mengerti logika Pak Luhut ini, Kalau logika sederhana saya, kita harus genjot dan kawal riset dan produksi Vaksin Merah Putih dengan berbagai kebijakan yang mungkin diterapkan pemerintah," kata anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto, Dalam keterangan tertulisnya kepada wartawan Rabu, (25/8/2021).


Mulyanto berpendapat bahwa pemerintah seharusnya mendukung riset dan produksi vaksin dalam negeri. “Apalagi para ahli kita mampu memproduksi vaksin itu (Merah Putih, red). Inikan kontra produktif," tulis Mulyanto.


Pantaskah tudingan anggota DPR-RI ini? Beberapa anggota DPR-RI lain yang dihubungi menilai, tudingan Mulyanto, pantas. Salah satunya, pelaku farmasi dalam negeri produksi vaksin nusantara dihambat, kini Menko Luhut, umumnya China akan investasi. Pengumuman Luhut ini selain kontra produktif juga tidak berkeadilan bagi penggagas vaksin nusantara, Dr. Terawan Eko Putranto.


Lantas, ia melihat sepertinya pemerintah hanya fokus pada pertumbuhan investasi tanpa memperhatikan dampak jangka panjang bagi kemajuan riset dan industri dalam negeri.


"Terus terang saya kurang mengerti logika Pak Luhut ini, Kalau logika sederhana saya, kita harus genjot dan kawal riset dan produksi Vaksin Merah Putih dengan berbagai kebijakan yang mungkin diterapkan pemerintah," katanya.


Di tengah upaya konsorsium riset Covid-19 dalam mempercepat produksi vaksin , ternyata Pemerintah berniat membuka izin pembangunan pabrik vaksin dari China di Indonesia. Ia melihat sepertinya pemerintah hanya fokus pada pertumbuhan investasi tanpa memperhatikan dampak jangka panjang bagi kemajuan riset dan industri dalam negeri.


"Terus terang saya kurang mengerti logika Pak Luhut ini. Kalau logika sederhana saya, kita harus genjot dan kawal riset dan produksi Vaksin Merah Putih dengan berbagai kebijakan yang mungkin diterapkan Pemerintah. Jangan belum apa-apa sudah mempromosikan pembangunan pabrik vaksin asing di Indonesia," jelas politisi dari fraksi PKS ini.


Ia menyesalkan, sebelumnya pemerintah mengimpor ratusan juta dosis vaksin dari China, kini pemerintah akan memfasilitasi pendirian pabrik vaksin dari China di Indonesia. "Sehingga terkesan kita ini asing minded. Dan senang-senang saja pasar domestik yang besar ini digerogoti oleh pabrik-pabrik asing," tandasnya.


Mulyanto menilai bahwa rencana pemerintah prioritaskan pembangunan pabrik vaksin dari China itu merugikan perkembangan riset vaksin yang hampir rampung.


Pasalnya, kata Mulyanto, belum juga apa-apa sudah mempromosikan pembangunan vaksin asing di Indonesia.

Baca Juga: IICCS Forum 2024: PLN Siap Terapkan CCS untuk Dorong Dekarbonisasi Sektor Kelistrikan


"Sehingga terkesan kita ini asing minded, dan senang-senang saja pasar domestik yang besar ini digerogoti oleh pabrik-pabrik asing," tuturnya lagi.

Sejumlah Negara Minati Vaksin Nusantara

Vaksin Nusantara alias imunoterapi dengan dendritik sel terkesan 'dimusuhi' oleh sejumlah pihak di tanah air. Setidaknya kondisi seperti sempat dilontarkan Mantan Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari.


Padahal sejumlah negara sangat berminat produk yang digagas Mantan Menteri Kesehatan Agus Putranto tersebut.
Ketua Tim Riset Corona dan Formulasi Vaksin dari Proffesor Nidom Foundation (PNF), Prof Dr Chairul Anwar Nidom mengaku mendengar kabar Turki telah memesan 5,2 juta dosis Vaksin Nusantara.


Tak hanya itu, pendiri Beranda Ruang Diskusi yang juga praktisi media, Dar Edi Yoga menyebutkan salah satu negara tetangga bahkan berani membayar sebesar Rp3,4 triliun agar uji klinis dilakukan di negara tersebut.


"Yang saya dengar dari sumber yang dapat dipercaya, negara tetangga kita berani bayar Rp3,4 Triliun jika uji klinis Vaksin Nusantara diambil alih oleh negara itu, dan negara tetangga lainnya juga berminat memesan Vaksin Nusantara," ungkapnya.


"Ini seperti metoda DSA dr Terawan yang ditentang oleh IDI tapi sudah menyelamatkan puluhan ribu orang dan diakui dunia internasional," tandas Yoga.

Menurutnya, Vaksin Nusantara adalah imuno terapi, sehingga tidak bisa sistem pengujiannya disamakan dengan vaksin konvensional. Jika imuno terapi ini bisa melawan Covid, kenapa tidak diproduksi saja?. Apalagi kini penelitian vaksin nusantara sudah masuk jurnal uji klinis di Jurnal WHO.
Badan Kesehatan Dunia (WHO) juga telah merilis jurnal terkait Vaksin Nusantara di situs resminya, clinicaltrials.gov, pada Jumat lalu, (20/8/ 2021).

Baca Juga: Luhut Penasaran, Taylor Swift tak Manggung di Indonesia

Sebelumnya, dalam sebuah wawancara dengan Mantan Menteri Kesehatan, Siti Fadilah Supari, Ketua Tim Riset Corona dan Formulasi Vaksin dari Proffesor Nidom Foundation (PNF), Prof Dr Chairul Anwar Nidom menyebutkan, tidak ada yang perlu dikhawatirkan dari Vaksin Nusantara.


"Saya berharap inilah jalan keluar dari pandemi atau dari virus-virus yang tidak bisa didekati dengan vaksin konvensional. Bahkan, dengan Vaksin Nusantara, berbagai penyakit dapat diatasi seperti demam berdarah, HIV, Ebola," imbuhnya dalam Channel YouTube Siti Fadilah Supari.


Siti Fadilah Supari mengungkapkan kondisi dirinya usai disuntik Vaksin Nusantara. Menurut Siti Fadilah, usai makan nasi tangan tangan biasanya bengkak kini malah tidak sama sekali.


"Vaksin biasa bikin inflamasi, namun Vaksin Nusantara tidak ditemukan," ucapnya.


Siti Fadilah mengatakan, Vaksin AstraZeneca yang sudah jelas menimbulkan inflimasi saja ditandatangani, lantas kenapa Vaksin Nusantara tidak didukung.


Dalam kesempatan itu Prof Nidom mengatakan, Vaksin Nusantara sudah dipesan sebanyak 5,2 juta dosis. "Saya dengar Turki sudah pesan 5.2 juta Vaksin Nusantara," ucapnya.  jk/sur/erc/rmc

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU