SURABAYAPAGI.COM, Surabaya - Julianto Eka Putra (JEP), terdakwa kekerasan seksual di Sekolah Selamat Pagi Indonesia (SPI) Kota Batu, akhirnya dituntut 15 tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) melalui sidang di Pengadilan Negeri Kota Malang, Rabu (27/7/2022).
Selain dituntut hukuman badan, Julianto juga dikenai denda Rp300 juta subsider 6 bulan penjara. Ia juga dituntut membayar restitusi Rp44.744.623. "Terdakwa dituntut 15 tahun. Denda Rp 300 Juta subsider 6 bulan. Ada juga tuntutan membayar restitusi kepada korban sebesar Rp44.744.623. Dengan pasal 81 ayat 2 undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak," ujar Kepala Kejari Kota Batu sekaligus Jaksa Penuntut Umum (JPU), Agus Rujito di PN Malang, Rabu (27/7/2022).
Baca Juga: Bos Sekolah SPI Julianto Eka Putra, Dihukum 144 Bulan Penjara
Sidang yang digelar secara offline itu dihadiri kuasa hukum Julianto Eka Putra, Hotma Sitompul dan Jeffry Simatupang. Selain itu diluar sidang, Ketua Komnas Perlindungan Anak Aris Merdeka Sirait juga mengawal persidangan ini.
Tuntutan 15 tahun ini senada dengan apa yang diungkapkan Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, Mia Amiati. Sebelumnya, Mia menyebut kejaksaan bakal menuntut maksimal terhadap terdakwa kasus kekerasan seksual di SMA SPI berinisial JEP itu. Bos SPI ini bakal dituntut 15 tahun penjara. "Tuntutan maksimal 15 tahun," ujar Kajati Jatim Mia Amiati dihadapan awak media termasuk di SurabayaPagi.com, Selasa (19/7/2022) lalu.
Akan Lakukan Pembelaan
Sementara itu, ditemui usai pembacaan nota tuntutan, kuasa hukum Julianto Eko Putra, Hotma Sitompul menyayangkan tuntutan JPU. Ia menyebut kliennya akan terus mencari keadilan dalam perkara yang menjeratnya.
"Saya tidak mau banyak komentar, nanti saja pas nota pembelaan. Saya juga menegaskan di sini bukan mencari pemenang, melainkan mencari proses keadilan baik, sebab semua bertanggung jawab pada Tuhan," tegas pengacara kondang ini yang juga baru saja buka-bukaan di akun YouTube podcast Dedy Corbuzier, pada Senin (25/7/2022) lalu.
Baca Juga: Hotma Sitompul akan Polisikan Kajari Batu
Dia mengaku fokus mempersiapkan pledoi untuk sidang, Rabu (3/8/2022) minggu depan.
Ketika ditanya soal pernyataannya di podcast Deddy Corbuzier, bahwa kasus kekerasan seksual terhadap JE merupakan rekayasa para korban, Hotma hanya menjawab singkat, dan akan menunjukkan semua bukti dalam persidangan.
“Tidak mau komentar, nanti akan kita buka semua bukti-bukti yang kita miliki. Ini baru tuntutan, tunggu putusannya,” ujarnya singkat, berapi-api.
Baca Juga: Intimidasi Korban Saat Sidang, Pelaku Dugaan Cabul Sekolah SPI Batu Ditahan
Hadiah Hari Anak
Terpisah, Ketua Komnas Perlindungan Anak (PA) Arist Merdeka Sirait menyebut tuntutan pidana 15 tahun penjara itu adalah hadiah di hari Anak Nasional.
"Pertama-tama saya berterima kasih kepada JPU karena hasil tuntutan ini adalah hadiah untuk anak-anak nasional pada peringatan hari anak nasional nanti," ujar Ketua Komnas PA Arist Merdeka Sirait usai sidang di PN Malang, Rabu (27/7/2022).
Arist berharap tuntutan jaksa penuntut umum tersebut bisa menjadi bahan pertimbangan majelis hakim saat agenda putusan nanti seadil-adilnya. Menurutnya, tuntutan itu juga membuktikan bahwa terdakwa memang telah terbukti dengan segala tuduhan selama ini.
"Ini kami masih menunggu putusan dari majelis hakim. Ini membuktikan bahwa peristiwa itu memang terjadi bukan konspirasi seperti yang dituduhkan ini menunjukkan bahwa keadilan patut kita tegakkan," kata Arist.
Arist lantas membantah bahwa kasus yang menjerat Julianto merupakan konspirasi yang akan mengambil alih SMA SPI di Kota Batu. Ia menegaskan bahwa korban tak ada keinginan sama sekali untuk menguasai atau mengambil alih SMA SPI.
"Ini bukan seperti yang dituduhkan bahwa pelapor ingin mengambil alih SPI. Sekali lagi saya katakan kepada orangtua bahwa tidak ada rencana pengambilalihan SPI," jelas Arist.
"Langkah selanjutnya bahwa terus menerus akan kami dampingi untuk pemulihan psikologisnya. Tentunya langkah berikutnya agar majelis hakim nanti memutuskan perkara seadil-adilnya," imbuhnya. mal/cr4/ham
Editor : Moch Ilham