Ahli Kriminolog UI: Sambo, Tak Ngerti Hukum

author surabayapagi.com

- Pewarta

Selasa, 20 Des 2022 21:10 WIB

Ahli Kriminolog UI: Sambo, Tak Ngerti Hukum

i

Ferdy Sambo terlihat mengikuti keterangan ahli yang dihadirkan oleh jaksa dalam sidang lanjutan, Selasa (20/12/2022).

Pengacara Sambo, Riuhkan Hal Remeh-remeh, Bukan Skenario Pembunuhan Berencana

 

Baca Juga: MA Ungkap Alasan Korting Ferdy Sambo, Mengabdi 30 Tahun di Polri dan Akui Kesalahan

SURABAYAPAGI.COM, Jakarta - Jelang pemeriksaan keterangan terdakwa Ferdy Sambo, Putri Candrawathi dan tiga ajudannya, ada keterangan ahli yang diriuhkan tim pengacara Sambo. Dia adalah ahli digital forensik dari Puslabfor Polri Hery Priyanto.

Ini terjadi saat memutar dan memperbesar rekaman CCTV menjelang pembunuhan Brigadir Nofriyansah Yosua Hutabarat, tampak mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo tak menggunakan sarung tangan saat menuju TKP pembunuhan. Sementara terdakwa Bharada Richard Eliezer, yakin Sambo, memakai sarung tangan hitam.

Tim pengacara Sambo yang terlihat riuh adalah Arman Hanis. Advokat ini langsung memegang mikrofon lalu membawa-bawa keterangan Bharada Eliezer soal Sambo memakai sarung tangan. Arman persoalkan sarung tangan hal yang remeh-remeh, bukan soal skenario pembunuhan berencana dan tindak pidana perintangan penyidikan.

"Ini membuktikan keterangan Richard (soal) yang menyampaikan bahwa Pak Sambo turun pakai sarung tangan sudah ...," kata Arman Hanis, yang menyela saat pemutaran rekaman CCTV  di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (20/12/2022).

Hakim langsung memotong Arman. Hakim menyebut Arman mempunyai kesempatan untuk menjelaskan hal itu pada sidang berikutnya. "Nanti mempunyai kesempatan untuk sendiri," kata hakim Wahyu Iman Santosa.

 

Penilaian Ahli Kriminologi

Ahli kriminologi dari Universitas Indonesia (UI), Muhammad Mustofa, anggap sebagai seorang perwira tinggi polisi bintang dua, Ferdy Sambo, tak Ngerti hukum. Padahal Sambo, pernah menjabat Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim dan Kadiv Propam Polri.

Contohnya, dalam peristiwa perkosaan itu mesti membutuhkan bukti dan saksi. "Satu alat bukti tidak cukup dan harus ada visum yang diperoleh. Tapi tindakan itu tidak dilakukan agar meminta Putri yang mengaku diperkosa tapi tidak melakukan visum supaya kalau mengadu kepada polisi alat buktinya cukup," jelas Mustofa, dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (19/12/2022).

Mustofa menyatakan peristiwa di Magelang tidak bisa dijadikan motif. Dia menilai di Magelang memang ada peristiwa yang menjadi pemicu pembunuhan Yosua di Duren Tiga, Jakarta Selatan, tapi peristiwa itu masih belum jelas.

"Jadi artiannya kalau tidak ada alat bukti berarti nggak bisa menjadi motif, begitu?" tanya jaksa lagi.

"Tidak bisa, tidak bisa," tegas Mustofa.

"Dalam hal ini, dalam perkara ini tidak ada motif seperti itu?" kata jaksa.

"Tidak ditemukan," ucap Mustofa.

"Menurut ahli gimana? Bisa nggak itu (dijadikan motif)?" kata jaksa.

"Yang jelas adalah ada kemarahan yang dialami oleh pelaku, yang berhubungan dengan peristiwa Magelang, tapi tidak jelas," kata Mustofa.

Baca Juga: Sambo Mesti Bayar Restitusi ke Keluarga Yoshua

"Artinya tidak ada alat bukti yang arah ke situ, berarti tidak dapat dijadikan motif?" ucap jaksa menegaskan dan dijawab Mustofa, "Iya, tidak bisa."

 

Ini Pembunuhan Berencana

Dalam sidang ini, Mustofa juga menyampaikan pandangannya terkait pembunuhan Yosua. Dia menilai pembunuhan Yosua ini adalah pembunuhan berencana.

Sambo yang duduk sebagai terdakwa pun membantah ahli kriminologi UI, Muhammad Mustofa, yang menilai tak ada alat bukti pemerkosaan Putri Candrawathi sehingga tidak mungkin hal itu menjadi motif pembunuhan Brigadir N Yosua Hutabarat. Sambo mengklaim pemerkosaan itu benar terjadi.

"Terkait tanggapan di Magelang tadi ahli menyampaikan itu tidak mungkin terjadi, saya pastikan itu terjadi dan tidak mungkin saya berbohong masalah kejadian tersebut, karena itu menyangkut istri saya," kata Sambo dalam sidang.

 

Tanggapan Sambo

Sambo menyebut konstruksi perkara yang diberikan penyidik kepada Mustofa selaku ahli kriminologi hanya bersumber pada satu berita acara pemeriksaan (BAP), yaitu milik Bharada Richard Eliezer. Menurut Sambo, hal itu membuat pandangan Mustofa sebagai ahli kriminologi tidak objektif. Sambo pun menilai penyidik bersikap subjektif.

Baca Juga: "Kami Kaget, Lemas, Ibu Yosua Banyak Termenung"

"Mohon maaf, kriminolog, karena sangat disayangkan apabila konstruksi yang dibangun oleh penyidik adalah konstruksi yang tidak menyeluruh yang diberikan kepada ahli dan hasilnya tidak akan komprehensif dan subjektif," jelas Sambo.

"Di mana penyidik ini menginginkan semua orang di dalam rumah itu harus tersangka. Sekali lagi mohon maaf," lanjut Sambo.

 

Putri Candrawathi Menangis

Tak hanya Sambo, Putri Candrawathi juga mengutarakan keberatannya. Putri juga sambil menangis ketika memberi tanggapan.

"Mohon izin, Yang Mulia, untuk Bapak Prof Mustofa sebagai ahli kriminolog mohon maaf sebelumnya, Pak, bahwa saya tidak pernah mengetahui suami saya, Bapak Ferdy Sambo, akan ke Duren Tiga dan juga tidak mengetahui peristiwa penembakan tersebut karena saya sedang berada di dalam kamar tertutup dan sedang beristirahat," ucap Putri.

Putri mengaku menyayangkan Mustofa hanya membaca berita acara pemeriksaan (BAP) dari satu sumber saja. Sambil menangis, Putri berharap ahli kriminologi dari dari Universitas Indonesia itu dapat memahami perasaannya sebagai korban kekerasan seksual.

"Saya juga menyayangkan kepada Bapak selaku ahli kriminologi hanya membaca BAP dari satu sumber saja karena saya berharap Bapak bisa memahami perasaan saya sebagai korban seorang perempuan korban kekerasan seksual, pengancaman, dan penganiayaan," kata Putri. n erc/jk/cr5/rmc

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU