Hakim Gebrak Meja di Perkara Johnny G Plate

author surabayapagi.com

- Pewarta

Selasa, 26 Sep 2023 21:22 WIB

Hakim Gebrak Meja di Perkara Johnny G Plate

i

Saksi yang dihadirkan dalam Sidang Kasus Korupsi BTS Kominfo dengan terdakwa Johnny G Plate dihadirkan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (26/9/2023).

Terungkap Ada Setoran ke BPK Rp 40 Miliar, Markus ke Pengacara Rp 15 Miliar dan Dito Ariotedjo Rp 27 Miliar

 

Baca Juga: Mantan Menkominfo Korupsi Rp 15,5 Miliar, 10 Persennya untuk Keuskupan, Lalu Dihukum 15 Tahun

SURABAYAPAGI.COM, Jakarta - Perkara dugaan korupsi Johnny G Plate,  Menteri Komunikasi dan Informatika Indonesia, bikin Majelis Hakim yang memeriksa, gebrak meja. Johnny G Plate, didakwa melakukan tindak pidana korupsi yang menyebabkan kerugian negara Rp 8 triliun. Plate diadili bersama Anang Achmad Latif dan Yohan Suryanto.

Laporan wartawan Surabaya Pagi dari Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (26/9/2023), Majelis hakim semula mendengar saksi Komisaris PT Solitech Media Sinergy Irwan Hermawan.

Saksi Irwan blak-blakan beberkan proyek BTS Kominfo yang merugikan negara Rp 8 triliun. Irwan mengungkap ada makelar kasus yang menawarkan penghentian penyelidikan kasus ini.

Irwan Hermawan juga mengakui memberikan uang Rp 27 miliar kepada seseorang bernama Dito Ariotedjo

Malah Direktur PT Multimedia Berdikari Sejahtera, Windi Purnama, lebih blak blakan serahkan uang ke wakil BPK, lebih besar.

Saksi Windi mengungkap ada uang proyek penyediaan BTS 4G Kominfo yang mengalir ke seseorang bernama Sadikin selaku perwakilan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI. Windi mengatakan wakil BPK itu menerima uang senilai Rp 40 miliar.

Dia menyebut uang itu diberikan untuk mengamankan perkara kasus korupsi BTS 4G Kominfo.

Windi dihadirkan dalam persidangan sebagai saksi mahkota yaitu seorang terdakwa yang bersaksi untuk terdakwa lainnya.

Mulanya, dia mengaku diminta Anang untuk menyerahkan uang kepada perwakilan BPK bernama Sadikin. Perintah Anang itu melalui grup aplikasi perpesanan dengan nama 'signal'.

"Nomor dari Pak Anang seseorang atas nama Sadikin. Nomor teleponnya diberikan oleh Pak Anang lewat signal," kata Windi.

"Sodikin apa Sadikin?" tanya hakim Fahzal Hendri.

"Sadikin," kata Windi.

"Berapa?" tanya hakim.

"Itu saya tanya untuk siapa, untuk BPK Yang Mulia," kata Windi.

"BPK atau PPK? Kalau PPK Pejabat Pembuat Komitmen. Kalau BPK Badan Pemeriksa Keuangan. Yang mana?" tanya hakim lagi.

"Badan Pemeriksa Keuangan Yang Mulia," kata Windi.

 

Serahkan di Hotel Mewah

Uang itu dikirim atas perintah Anang. Windi menyerahkan uang itu dengan mengantarnya secara langsung.

"Dikirimlah ke orang yang bernama Sadikin itu?" tanya hakim.

"Dikirim Yang Mulia," jawab Windi.

"Bagaimana cara kirimnya?" tanya hakim lagi.

"Saya serahkan, antar langsung," jawab Windi.

Windi mengatakan menyerahkan uang itu di salah satu parkiran hotel mewah di Jakarta senilai Rp 40 miliar. Sontak, hal itu membuat hakim kaget hingga menggebrak meja.

Di mana ketemunya sama Sadikin itu?" tanya hakim

"Ketemunya di Hotel Grand Hyatt," jawab Windi.

"Hotel mewah itu Pak?" tanya hakim.

"Di parkirannya Pak," jawab Windi.

"Oh parkirannya. Tidak sampai masuk ke hotel. Siapa yang menerima?" tanya hakim.

"Seseorang yang bernama Sadikin," jawab Windi.

"Berapa Pak?" tanya hakim.

"Rp 40 miliar," ungkapnya.

"Ya Allah," respons hakim sampai menggebrak meja.

Baca Juga: Mantan Menteri Plate, Dituntut 15 Tahun, Uang Pengganti Rp 17,8 Miliar

 

Pecahan Mata Uang Asing

Windi mengatakan uang itu diserahkan dalam bentuk pecahan mata uang asing. Uang itu dibawa menggunakan koper.

"Rp 40 miliar diserahkan di parkiran? Uang apa itu? Uang rupiah atau dolar AS, dolar Singapura, atau Euro?" tanya hakim.

"Uang asing Pak. Saya lupa detailnya mungkin gabungan dolar AS dan dolar Singapura," jawab Windi.

"Pakai apa bawanya Pak?" tanya hakim.

"Pakai koper," jawab Windi.

Windi mengaku turut ditemani sopirnya saat menyerahkan uang tersebut. Lalu uang itu, kata Windi, diserahkan kepada seseorang bernama Sadikin.

Dalam pemeriksaan ini, yang duduk sebagai terdakwa dalam sidang kali ini ialah mantan Menkominfo Johnny G Plate, mantan Dirut Bakti Kominfo Anang Achmad Latif dan Tenaga Ahli Human Development Universitas Indonesia (Hudev UI) Yohan Suryanto.

 

Saat Penyelidikan Muncul Markus

Saksi Irwan mengatakan ada pihak yang mengancam Anang Achmad Latif. Irwan menyebut pihak itu juga meminta-minta proyek dan menawarkan untuk penyelesaian penyelidikan.

"Ada pihak yang saya dengar datang ke Kominfo ke pak Anang (mantan Direktur Utama BAKTI Kominfo Anang Achmad Latif), menakut-nakuti dan mengancam begitu sekaligus meminta proyek dan menawarkan untuk penyelesaian penyelidikan," kata Irwan.

Hakim bertanya lagi apakah ada orang yang menawarkan untuk menutupi kasus korupsi BTS tersebut. Irwan pun mengamini hal itu.

"Artinya kasus ini kasarnya bisa ditutup? Iya?" tanya hakim.

"Seperti itu. Dimulai di bulan Juni atau Juli 2022," jawab Irwan.

"Itu sudah diselidiki, sudah penyelidikan," ujar hakim.

Baca Juga: Dito Ariotedjo, akan Dipanggil Lagi oleh Kejagung

"Mungkin beliau sudah mendatangi pihak Bakti atau Kominfo dari sebelumnya, yang saya dengar datang dan menawarkan untuk penyelesaian," lanjut Irwan.

 

Bantu Tutup Kasus

Hakim bertanya lagi siapa orang yang menawarkan penghentian kasus. Irwan menyebut orang itu mengaku sebagai pengacara dan bisa membantu menutup kasus korupsi BTS Kominfo yang diusut Kejaksaan Agung.

"Iya, namanya Edward Hutahaean," kata Irwan.

"Siapa itu?" tanya hakim.

"Beliau yang mengaku pengacara dan mengaku bisa untuk mengurus (kasus)," jawab Irwan.

Irwan mengaku belum pernah bertemu dengan Edward. Dia mengaku mengetahui nama itu dari Direktur PT Mora Telematika Indonesia Galumbang Menak dan Anang yang juga menjadi terdakwa dalam kasus ini.

"Pada akhirnya dengan beliau karena beliau banyak mengancam dan meminta proyek akhirnya diputuskan untuk tidak lanjut dengan beliau. Jadi, untuk beliau hanya satu kali, 1 juta dolar," kata Irwan.

 

Nilainya Rp 15 Miliar

Irwan mengatakan uang yang sudah diserahkan ke Edward senilai Rp 15 miliar. Irwan menyebut staf Galumbang bernama Indra yang membantu menyerahkan uang tersebut.

"Satu kali saja. Berapa diserahkan?" kata hakim.

"Rp 15 miliar," jawab Irwan.

Sebelumnya, Kejagung pernah memeriksa Edward saksi kasus dugaan korupsi BTS. Kejagung menyebut Edward sebagai Komisaris Utama PT Laman Tekno Digital.

"Saksi yang diperiksa yaitu NPWH selaku Komisaris Utama PT Laman Tekno Digital, terkait dengan perkara dugaan tindak pidana korupsi (TPK) atas nama Tersangka YUS (Yusrizki) dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) atas nama Tersangka WP (Windu Purnama)," kata Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana dalam keterangannya, Senin (7/8/2023) lalu.

Kejagung sebelumnya pernah memeriksa sopir Edward Hutahaean, inisial H terkait kasus korupsi BTS 4G. Pemeriksaan itu berlangsung 24 Juli lalu. n erc/jk/cr5/rmc

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU