Pengamat Politik Asal Sumenep, Apresiasi Putusan DKPP untuk KPU RI

author surabayapagi.com

- Pewarta

Selasa, 06 Feb 2024 17:05 WIB

Pengamat Politik Asal Sumenep, Apresiasi Putusan DKPP untuk KPU RI

i

Politisi asal Kab. Sumenep, RB. Moh. Faisol Sadamih, S.Sos saat dikunjungi reporter Surabaya pagi. SP/Ainur Rahman

SURABAYAPAGI.COM, Sumenep - Direktur utama Pusat Kajian Kebudayaan Desa (PUSAKA) Madura, RB. Mohammad Faisol Sadamih, S.Sos, mengapresiasi putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) No. 135-136-137-141-PKE-DKPP/XII/2923, TGL, 5/2/2024

Menurut Faisol, Putusan yang menyatakan Teradu, Hasyim Asy'ari (Ketua KPU), Yulianto Sudrajat, Agus Mellaz, Betty Epsillon Idroos, Persadaan Harahap, Idham Holik dan Mochammad Afifuddin, semuanya (Anggota KPU), terbukti melakukan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilu. Katanya

Baca Juga: Tercatat Sejarah, SMAN I Arjasa Sumenep Peraih OSN Kabupaten Terbanyak Tahun 2024

Jadi, secara uu dan putusan,  Paslon dengan urut No. 02 berimplikasi hukum kepada tidak sah dan batal demi hukum, oleh karenanya, kata Faisol, status Pencapresan Prabowo Subianto (PS)-Gibran Rakabuming Raka (GRR) dalam Pilpres 2024, cacat secara hukum yang sah. jelasnya

Dikatakan Faisol,  Alasan Majelis DKPP dalam putusannya itu adalah karena berdasarkan penilaian atas fakta dalam persidangan yang diperoleh dari keterangan Para Pengadu, atau Saksi.

Pihak Terkait, Keterangan Ahli, dan Bukti-bukti Dokumen dan Jawaban Teradu Hasyim Asy'ari (Ketua KPU), Yulianto Sudrajat, Agus Mellaz, Betty Epsillon Idroos, Persadaan Harahap, Idham Holik dan Mochammad Afifuddin, (Anggota KPU), 

Maka kata dia, pernyataan  DKPP untuk Hasyim Asy'ari dan kawan-kawannya, terbukti melakukan Pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilu, ini perlu disikapi serius.

Oleh karenanya, Kata Faisol, DKPP dalam melakukan pertimbangan dan Kesimpulannya memutuskan dengan Putusan menjatuhkan sanksi Administratif berupa Peringatan Keras terakhir kepada Hasyim Asy'ari selaku Ketua KPU, sedangkan Komisioner KPU lainnya dijatuhkan sanksi Administratif berupa Peringatan Keras. Ungkapnya

Faisol mengacungkan jempol atas putusan progresif, yang dikeluarkan secara moral dan legitimasi KPU telah mengalami  kehancuran di mata publik dan untuk mengembalikan legitimasinya, kata dia, KPU RI tidak punya pilihan lain selain harus berjiwa besar  "mendeclare" sebuah Keputusan Progresif. Tegasnya

Ia juga menjelaskan, jika KPU RI wajib hukumnya melakukan Diskualifikasi, Pasangan Capres-Cawapres Prabowo Subianto (PS)-Gibran Rakabuming Raka (GRR) sebagai Peserta Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden 2024.

Selain itu, Memerintahkan Partai Koalisi Indonesia Maju (KIM) mengajukan Calon Pengganti Capres-Cawapres atau Pemilihan Presiden 2024 tanpa Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka, karena berbagai pelanggaran Etik, Hukum dan Konstitusi termasuk merujuk kepada Putusan No.99/PUU-XXI/2023, tgl. 16/10/2023 dan Putusan MKMK No. 2/MKMK/L/ ARLTP/10/2023, tgl 7/11/2023.

Baca Juga: Pelapor Tanah Kas Desa di Sumenep, Janji Ungkap Kasus Lebih Besar dengan Pelaku Sama

Jika semua itu diberlakukan, artinya, KPU RI harus bisa menunda penyelenggaraan Pemilu dalam waktu 2 x 14 Hari terhitung sejak tgl 14/2/2024, tujuannya, agar Partai KIM mengajukan Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden pengganti, akibat diskualifikasi terhadap Capres PS dan Cawapres GRR. Jelasnya

Faisol menekan KPU RI untuk melakukan sesuai dengan petunjuk dan putusan DKPP untuk menempatkan GRR menjadi Cawapres yang dalam memperoleh tiket Cawapres dari KPU melalui Perbuatan Melanggar Hukum dan Melanggar Etika sehingga tidak layak, tidak pantas dan tidak sepatutnya menjadi Cawapres 2024 mendampingi Capres Prabowo Subianto. Tudingnya

Dijelaskan Faisol, Perihal cacat hukum ini mengundang banyak pihak semakin tidak mematuhi peraturan pemerintah, karena jelas

hukumnya sangat kuat, Keputusan KPU menetapkan GRR sebagai Cawapres bertentangan dengan Etika dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilu.

"Peraturanya jelas secara undang-undang UU No. 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi pemerintahan dinyatakan sebagai Perbuatan Melanggar Hukum oleh Pejabat Pemerintah karena melanggar Asas-Asas Umum Pemerintahan"

Baca Juga: Pemkab Sumenep Gelar Festival Led Lebaran Hari Ketupat 2024 di Pantai Lombang Sumenep

Makanya, Putusan DKPP ini harus dikawal terkait pelaksanaannya agar bermanfaat bagi perbaikan terhadap prinsip demokrasi kedaulatan rakyat dan konstitusi yang dilanggar sejak Nepotisme dibangun Jokowi serta dengan memperhatikan opini publik yang berkembang terutama suara para Civitas Akademika. Urai Faisol

"Suara-suara dari lintas academik, di lintas Perguruan Tinggi Negeri dan Swasta sebagai representasi para Intelektual, Cendekiawan dan Ilmuwan Indonesia yang netral dan prihatin akibat daya rusak yang ditimbulkan oleh Dinasti Politik dan Nepotisme yang merusak Partai Politik, Demokrasi, Kedaulatan Rakyat dan Konstitusi"

Jadi, saat ini yang bisa kita lakukan adalah mengawal pelaksanaannya oleh rakyat, karena KPU RI patut diduga berada dalam cengkraman dan kendali Kekuasaan Dinasti Politik dan Nepotisme Jokowi, sehingga berhasil mengubah orientasi politik Komisioner KPU bahkan seluruh ASN menuju sikap politik monoloyalitas pada kepentingan Dinasti Politik dan Nepotisme Jokowi. Tudingnya

Dikatakan Faisol, kekuatan riil yang bergerak saat ini atas dasar rasa tanggung jawab moral, etika dan hukum demi menyelamatkan Indonesia dari bahaya laten Dinasti Politik dan Nepotisme Jokowi yang saat ini berkembang dan berdaya rusak tinggi. Pungkasnya. AR

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU