Anak Muda RI Tunda Nikah

author surabayapagi.com

- Pewarta

Jumat, 08 Mar 2024 21:04 WIB

Anak Muda RI Tunda Nikah

Ikuti Jejak Tren Remaja Korsel, China dan Jepang

 

SURABAYAPAGI.COM, Jakarta - Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) awal Maret 2024, melaporkan tren usia pernikahan di Indonesia semakin bergeser, dari semula di rentang usia 18 tahun hingga di bawah 20 tahun pada 2017, kini meningkat menjadi 22 tahun di 2023. Fenomena tersebut dilatarbelakangi banyak kelompok muda menunda menikah dengan berbagai alasan, termasuk finansial hingga faktor lingkungan.

Data tersebut juga didukung laporan Badan Pusat Statistik (BPS) yang menghimpun data survei sosial ekonomi nasional (Susenas) Maret 2023. Makin banyak kelompok muda yang memilih menunda untuk menikah.

Kategori usia muda yang dipilih survei berdasarkan penjelasan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2009 yang mengkategorikan usia 16 sampai 30 tahun termasuk periode penting usia pertumbuhan dan perkembangan.

Hasil riset menunjukkan 68,29 persen pemuda belum menikah, sementara yang berstatus menikah sebesar 30,61 persen dan sisanya adalah mereka yang berstatus cerai hidup atau mati.

 

Tren Wanita Karir di Indonesia

Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas mencatat, wanita karir di Indonesia sudah mulai tak berpikir untuk menikah dan memiliki anak.

Kepala BKKBN Hasto Wardoyo mengatakan, data ini diperoleh dari sebuah portal yang dikembangkan BKKBN bernama Elsimil atau Elektronik Siap Nikah dan Hamil. Dari situ tergambar bahwa wanita di Indonesia yang memiliki karir, ekonomi mapan, pendidikan tinggi cenderung tidak mau menikah dan hamil.

"Karena komunitas yang kita khawatirkan tidak mau punya anak dan tidak mau menikah cenderung well educated, tinggal di kota, dan ekonominya lebih maju," kata Hasto dalam program Your Money Your Vote CNBC Indonesia, seperti dikutip Kamis kemarin.

 

Pemuda Sudah Menikah Menurun

Sekitar tujuh dari seratus pemuda telah menjadi kepala rumah tangga, sementara itu tiga dari empat pemuda tinggal bersama keluarga atau sebanyak 74,83 persen. BPS mencatat dalam kurun 10 tahun terakhir perkembangan persentase pemuda berstatus menikah dan belum menikah bertolak belakang.

Pemuda yang sudah menikah semakin menurun sementara pemuda yang belum menikah semakin meningkat. Ada sejumlah faktor yang dianalisis.

Pertama, peraturan Udang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan terkait batas usia minimal menikah adalah 19 tahun, untuk laki-laki maupun perempuan.

"Selain itu, adanya faktor-faktor seperti keinginan mengejar kesuksesan dalam pendidikan dan karier, mengembangkan diri, dan berkurangnya tekanan dari lingkungan sosial memengaruhi keputusan generasi muda untuk menunda pernikahan," lapor BPS, dalam publikasi akhir 2023.

Pada 2014 ada 44,45 persen pemuda yang menikah sementara di 2023 menurun menjadi 20,61 persen. Sementara pemuda yang belum menikah berada di kisaran 54 persen pada 2014, jumlahnya terus meningkat menjadi 68,29 persen pada 2023.

 

Tren Wanita di China

Kini semakin banyak wanita di China yang memilih untuk tidak menikah. Salah satunya Chai Wanrou, wanita yang bekerja sebagai copywriter lepas di sana.

Wanrou menganggap pernikahan adalah institusi yang tidak adil. Seperti kebanyakan perempuan di China, ia merupakan bagian dari gerakan yang sedang berkembang di sana yang membayangkan masa depan tanpa suami dan anak.

"Terlepas dari apakah Anda sangat sukses atau hanya orang biasa, perempuan masih melakukan pengorbanan terbesar di rumah," kata wanita 28 tahun itu yang dikutip dari laman Reuters, Kamis (7/3/2024).

Menurut data resmi, populasi lajang di China pada orang di atas 15 tahun mencapai rekor 239 juta pada tahun 2021. Pendaftaran pernikahan sedikit meningkat tahun 2023, karena tumpukan pandemi, setelah mencapai titik terendah dalam sejarah pada tahun 2022.

Survei Liga Pemuda Komunis tahun 2022 terhadap sekitar 2.900 anak muda perkotaan yang belum menikah menemukan bahwa 44 persen perempuan tidak berencana untuk menikah. Meski begitu, pernikahan masih dianggap sebagai tonggak masa dewasa di China dan proporsi orang dewasa yang tidak pernah menikah masih rendah.

Selain itu, tanda lain dari menurunnya popularitas pernikahan ini adalah banyak warga China yang menunda pernikahan mereka. Dengan rata-rata usia pernikahan pertama meningkat menjadi 28,67 pada tahun 2022 dari 24,89 pada tahun 2010, menurut data sensus.

 

Wanita Korea Selatan

Di Korea Selatan, tahun 2023 ditemukab rata-rata pada usia 31,1 tahun mereka menikah, laki-laki pada usia 32,6 tahun dan perempuan pada usia 30 tahun.

Sementara xi Jepang, rata-rata usia menikahnya adalah 29,7 tahun, laki-laki pada usia 30,9 tahun, dan perempuan pada usia 29,3 tahun. Anak muda negara Eropa juga rata-rata menikah pada usia 30 tahun-an.

Dulu perempuan Jepang mendamba laki-laki dengan kriteria san-kou, yakni kou-gakureki (tinggi pendidikannya), kou-shuunyuu (tinggi penghasilannya), dan kou-shinchou (tinggi badannya). Kemudian berubah menjadi santei, yakni tei-shison (menghargai perempuan), tei-risuku (pekerjaan mapan), tei-izon (bisa bekerja sama). Terakhir sempat san-te, yaikni te o toriau (saling mengerti dan bekerja sama), te o tsunagu (mencintai), dan te-tsudau (membantu pekerjaan rumah tangga dan mengasuh anak). Kriteria itu berubah karena perempuan sendiri sekarang banyak yang bekerja dan berpenghasilan sendiri, sehingga sekarang pun banyak yang mendamba laki-laki yang lebih pengertian dan mau bekerja sama mengurusi rumah tangga juga pengasuhan anak.

Asosiasi Perencanaan Keluarga Jepang, November 2023, melaporkan bahwa 45 persen wanita Jepang muda dan lebih dari 25 persen pria "tidak tertarik atau membenci kontak seksual." Dikutip dari talkaboutjapan. beri

Ada lima alasan orang Jepang tidak suka berhubungan seksual.

Orang-orang di Jepang, khususnya di Tokyo, bekerja dalam jumlah yang tidak masuk akal. Pilihan mereka seringkali terbatas antara bekerja keras sebagai lajang dengan apartemen kecil penuh pakaian kotor atau menikah. Bagi mereka, pernikahan dianggap sebagai opsi yang kurang menarik karena berarti bekerja untuk menafkahi pasangan. n rtr/erc/jk/rmc

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU