Fadhilah Ramadhan (15): Puasa Mutih

author surabayapagi.com

- Pewarta

Selasa, 02 Apr 2024 21:20 WIB

Fadhilah Ramadhan (15): Puasa Mutih

Saya adalah orang Jawa. Menurut mama saya, sebagian masyarakat Jawa (kejawen) memiliki berbagai jenis puasa. Ini tentu ouasa-puasa di luar perintah agama. Dan t bukan tanpa tujuan. Mereka yang mempercayai, dengan menjalani laku prihatin berupa puasa yang terdapat beberapa varian. Artinya jika berhasil melaksanakan, mereka yakin akan memperoleh energi spiritual atau gaib.

Bentuk kekuatan gaib tersebut bermacam-macam. Tergantung apa yang diinginkan. Doa apa yang dipanjatkan serta jenis puasa apa yang dijalankan. Ada yang ingin agar memiliki ilmu kesaktian, kekebalan, kewibawaan, pengasihan, kesuksesan serta berbagai keinginan lain.

Baca Juga: Fadhilah Ramadhan (17): Memaafkan dan Minta Maaf

Menurut kepercayaan, untuk memeroleh ilmu tertentu, harus ditebus dengan laku prihatin khusus, di antaranya puasa sambil membaca mantera selama menjalani ritual. Jenis-jenis puasa yang kerap dilakukan sebagai tebusan untuk memeroleh ilmu supranatural, ada beberapa macam.

Puasa mutih dilakukan oleh mereka yang ingin memilki ilmu gaib dan memeroleh keberhasilan dalam berusaha. Seperti namanya, dalam ritual ini seseorang yang menjalaninya dilarang untuk mengonsumsi apa pun selain yang berwarna putih. Biasanya, para pelakunya hanya akan makan nasi dan air putih.

Puasa mutih biasanya dimasukkan dalam salah satu bagian dari sebuah ritual panjang. Tujuannya sendiri macam-macam. Pada umumnya untuk menguasai ilmu-ilmu gaib tertentu. Ada juga yang melakukannya untuk tujuan keberhasilan.

Puasa ini tak terikat waktu, bisa hanya 3 hari atau bahkan 40 hari. Lazimnya saat menjalani puasa mutih didampingi guru spiritual.

Mahapatih Gajah Mada pernah secara lantang menyerukan sumpahnya pada sebuah pertemuan yang dihadiri pada pejabat tinggi Majapahit. Dirinya berkata akan melakukan amukti palapa sampai Majapahit bisa menaklukkan Nusantara.

Praktis, tidak ada yang bisa memastikan apa maksud dari amukti palapa. Namun ada yang menafsirkan, Gajah Mada ketika itu sedang bernazar. Dirinya akan melakukan puasa mutih demi tercapai angan-angannya.

Baca Juga: Fadhilah Ramadhan (16): Membersihkan Jiwa

“Ada yang menafsirkan amukti palapa sebagai tindakan makan nasi saja, tanpa lauk, tanpa perasa, santan. Ada yang menafsirkan begitu,” ujar Dwi Cahyono, arkeolog dan pengajar sejarah Universitas Negeri Malang yang disadur dari Historia, Minggu (3/4/2022).

Filolog dan sejarawan Slamet Muljana dalam Pemugaran Persada Sejarah Leluhur Majapahit menyebut amukti palapa sama halnya dengan bertapa. Orang yang sedang ngalapa, katanya, bisa dikatakan sedang mutih karena makan nasi tanpa perasa apapun.

Hal yang dilakukan oleh Gajah Mada ini masih bisa ditemui oleh masyarakat Jawa khususnya penghayat Kejawen. Puasa mutih, biasanya dilakukan ketika ingin menggapai keinginannya, saat itu pantang mengkonsumsi apapun selain nasi putih dan air putih.

Puasa mutih juga hanya salah satu di antara banyak jenis puasa yang dikenal orang Jawa. Ada puasa ngebleng, tidak makan-minum selama 24 jam penuh selama tiga hari dengan harapan bisa menguatkan sukma para pelakunya. Semoga bermanfaat. ([email protected])

Baca Juga: Fadhilah Ramadhan (14): Rahmatan Lil'Alamin

 

 

Oleh:

Hj Lordna Putri

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU