SURABAYAPAGI.COM, Surabaya - Wali kota petahana Surabaya Eri Cahyadi-Armuji, kini maju dengan merangkul partai penguasa KIM plus.
Kader PDIP itu menyapu bersih dukungan semua partai politik di Surabaya dengan total koalisi 18 parpol.
Baca Juga: Anies Baswedan, Akademisi yang tak Realistis
Koalisinya, terdiri dari gabungan parpol parlemen dan nonparlemen. Elite KIM plus Surabaya bukan melawannya. Tapi Elite KIM plus Surabaya, dijinakan elite PDIP lokal.
Akal sehat saya berkata, ini contoh konkrit sebuah kepiawaian pemegang kekuasaan tokoh Surabaya.
Potret yang saya temukan, sebuah kekuasaan dapat mengubah seseorang sekelas Eri Cahyadi. Ia dulunya saya kenal seorang yang lumayan pendiam.
Saat jelang pendaftaran pilkada, ia ingin mendapatkan sebuah kekuasaan. Kesan saya dia berpura-pura jadi garang dan mendekatkan dirinya untuk masyarakat guna mendapatkan simpati dari masyarakat.
Akhirnya, ia dan Armuji bisa menaklukan 10 parpol parlemen yakni PDIP, PAN, PKS, PKB, PPP, Demokrat, Gerindra, Golkar, NasDem, dan PSI. Selain itu, ada partai non parlemen.
Saat Pilpres 2024 yang dimenangkan KIM plus, saya prediksi Eri-Armuji, untuk memperebutkan kekuasaannya, harus siap bertarung dengan kandidat Gerindra Achmad Dhani dan kader Golkar Bayu Airlangga.
Saya prediksi, bila dua kader KIM Plus jadi maju bisa berujung pada ketidak harmonisan.
Nah dengan kekuasaan yang dimiliki Eri-Armuji dan pimpinan DPC PDIP Surabaya, petahana ternyata mampu untuk merealisasikan berbagai terobosan menggoalkan calon tunggal di pilkada Surabaya.
***
Akal sehat saya menilai Eri-Armuji, sepertinya memahami kekuasaan itu adalah Anugerah.
Eri-Armuji, tampaknya masih diberi waktu dan kesempatan untuk berkarya dan melayani warga Surabaya. Bisa jadi karena kekuasaan dianggap sebuah anugerah, keduanya berniat jalannya kekuasaan kedua berjalan seiring dengan kebaikan dan keberpihakan kepada masyarakat. Syukur keduanya menjalankan kekuasaan lima tahun ke depan dengan perilaku yang berkeadilan kepada masyarakat.
KIni keduanya ikut kontestasi politik lokal Pilkada. Kepiawaiannya dalam Pilkada 2024 ini tidak dijadikannya sebagai lahan untuk perebutan kekuasaan.
Why? Kekuasaan sebagai wali kota Surabaya kedua, telah diraih dengan merangkul semua elite lokal Surabaya.
Dengan pola ini, saya melihat caranya mendapatkan kekuasaan dilalui cara yang halal.
Baca Juga: Nyali KPK, Diuji Menantu Jokowi
***
Cara berpolitiknya Eri-Armuji, saya teringat penjelasan Abraham Linchon (1809-1865) mantan Presiden Ke-16 Amerika Serikat.
Linchon, melihat kekuasaan itu sebagai suatu medium untuk menguji watak seseorang. Beliau berpendapat bahwa hampir semua orang bisa kuat dalam penderitaan . Namun jika untuk menguji watak seseorang itu, berilah ia sebuah kekuasaan . Pengamatan saya, Eri-Armuji sepertinya paham soal itu.
Kini dan kedepan, keduanya mesti harus dapat memajukan dan mensejahterakan warga kota.
Praktis, saat ini, pasangan calon petahana Eri Cahyadi-Armuji berpeluang melawan kotak kosong. Maklum ia berhasil menyapu bersih dukungan semua partai politik di Surabaya dengan total koalisi 18 parpol. Koalisi yang terdiri dari gabungan parpol parlemen dan nonparlemen.
Tantangannya mampukah dapat meningkatkan jumlah partisipasi pemilih di Pilkada Surabaya 2024.
Mengingat dalam pilkada 2020, Eri Cahyadi-Armuji baru meraup 597.540 suara. Sementara rivalnya, yaitu Machfud Arifin-Mujiaman, hanya meraih 451.794 suara.
Baca Juga: Menyorot Gaya Hidup Bobby, Kaesang dan Paus
Terdapat 1.098.469 pemilih yang tidak menggunakan haknya di Pilkada Surabaya 2020. Sementara sebanyak 1.049.334 suara dinyatakan sah dan 49.135 tidak sah. Ini dari
Pemilih terdaftar 2,098,510 orang.
Ketua KPU Nur Syamsi, saat itu mengatakan, tingginya angka golput tahun itu tinggi dibandingkan dengan masa sebelum pandemi. Tahun 2020, angka golput mencapai 48 persen.
Artinya, partisipasi masyarakat sekitar 52 persen.
Bila Eri-Armuji, tidak bisa meraih 50% + 1, pilkada Surabaya akan diselenggarakan di tahun berikutnya berarti pemilihan akan diselenggarakan pada bulan November 2025.
Itu aturan itu calon tunggal yang harus bisa meraih 50 persen suara sah untuk bisa memenangi pilkada.
Jika hasil pemilihan nanti, calon tunggal tidak memperoleh suara lebih dari 50 persen, maka pemerintah menugaskan penjabat gubernur, bupati, atau wali kota.
Riil, Eri-Armuji, praktikan skema "memborong partai" seperti mengikuti Koalisi Indonesia Maju (KIM) lewat "KIM Plus". Skema demi mengunci kemenangan pada pilkada. ([email protected])
Editor : Moch Ilham