SURABAYAPAGI.COM, Surabaya - Kuasa Hukum tersangka kasus dugaan korupsi impor gula sekaligus mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong, Ari Yusuf Amir, melaporkan dua saksi ahli dari Kejaksaan Agung (Kejagung) ke Polda Metro Jaya.
Saksi yang dilaporkan adalah Pakar Hukum Pidana Unsoed Hibnu Nugroho, dan Akademisi Unair, Taufik Rachman. Mereka diduga melakukan tindak pidana sumpah palsu dan memberikan keterangan palsu dalam sidang praperadilan. "Kami sudah laporkan ahlinya ke Polda," kata Ari kepada wartawan, Minggu (24/11).
Baca Juga: Asosiasi Driver Ojol, Jadi Pressure Grup Ikuti Partai Buruh
Kuasa hukum Tom Lembong, lainnya, Zaid Mushafi mengatakan, Jaksa di Kejaksaan Agung (Kejagung) melakukan penyalahgunaan kekuasaan atau abuse of power dalam kasus yang menimpa kliennya. Pernyataan ini disampaikan dalam sidang gugatan praperadilan yang diajukan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (18/11/2024).
Hal tersebut merujuk pada pernyataan Kejagung yang menyebutkan bahwa negara mengalami kerugian hingga Rp 400 miliar tanpa didasarkan pada audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). “Pernyataan Kejagung mengenai kerugian negara sebesar Rp 400 miliar tanpa didasarkan pada hasil audit BPK RI merupakan perbuatan abuse of power,” ingat Zaid.
***
Laporan Kuasa hukum Tom Lembong, lainnya, Zaid Mushafi telah teregister dengan surat tanda penerimaan laporan nomor LP/B/7132/XI/2024/SPKT/POLDA METRO JAYA, tertanggal 22 November 2024."Para Terlapor memberikan keterangan di bawah sumpah yang diberikan secara lisan dan tulisan secara pribadi selaku ahli yang dihadirkan di dalam persidangan," demikian dikutip dalam laporan itu."Pendapat ahli dari para Terlapor diduga plagiarisme dari pihak yang lain dan bukan merupakan pendapat yang seharusnya dituangkan oleh para Terlapor sesuai dengan bidang keahliannya," lanjut bunyi laporan tersebut.
Menurut akal sehat saya dengan laporan ini, cara jaksa menetapkan tersangka dalam kasus dugaan korupsi, tidak selalu sahih.
Contohnya, mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong mengaku tidak mendapat penjelasan detail dari jaksa penyidik mengenai masalah dugaan korupsi impor gula yang disangkakan ke dirinya.
Hal itu disampaikan Tom Lembong saat memberikan keterangan secara online dalam sidang lanjutan Praperadilan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Kamis (21/11).
"Pada waktu ditetapkan sebagai tersangka, dijelaskan tidak kenapa Anda sebagai tersangka? Apa masalahnya?" tanya kuasa hukum Tom Lembong, Ari Yusuf Amir.
"Tidak, tidak dijelaskan apa masalahnya. Hanya disebutkan sesuai KUHAP dan keputusan pimpinan saya ditetapkan sebagai tersangka," jawab Tom Lembong.
Mantan Co-captain Tim Nasional Pemenangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (Timnas AMIN) mengaku terkejut atau shock begitu ditetapkan Kejaksaan Agung sebagai tersangka.
"Sudah pasti (shock)," kata Tom Lembong.
"Pada waktu peristiwa itu Anda dikasih kesempatan untuk pilih penasihat hukum sendiri?" tanya kuasa hukum.
"Karena bapak tidak memiliki penasihat hukum, maka kami memiliki penasihat hukum untuk mendampingi Anda," tutur Tom Lembong menirukan ucapan jaksa penyidik.
Dalam sidang praperadilan, jaksa penyidik pada Kejaksaan Agung tidak mengajukan pertanyaan kepada Tom Lembong. Sebab, menurut mereka, kehadiran Tom Lembong dalam sidang ini bukan dalam kapasitas sebagai saksi.
Padahal, Tom Lembong menyampaikan kembali kesaksiannya mengenai kronologi penyidikan di Kejaksaan Agung sebagaimana surat yang pernah ia tulis sebelumnya.
Terdapat 12 poin yang termuat dalam surat tersebut yang pada pokoknya mempertanyakan langkah Kejaksaan Agung menjadikan Tom Lembong sebagai tersangka dan melakukan penahanan.
Tom Lembong bersama CS selaku Direktur Pengembangan Bisnis PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) diproses hukum Jampidsus Kejaksaan Agung atas kasus dugaan korupsi importasi gula tahun 2015-2016.
Menurut Kejaksaan, kasus tersebut menimbulkan kerugian keuangan negara sebesar Rp400 miliar.
Tom Lembong dan CS sudah ditahan untuk waktu 20 hari pertama terhitung sejak Selasa (29/10) setelah menjalani pemeriksaan.
Baca Juga: Gubernur Kalsel Melawan, Kita Tunggu Langkah KPK
***
Ahli Hukum Administrasi Negara, Ahmad Redi, menilai dalam membuktikan dugaan penyalahgunaan wewenang pejabat negara sejatinya harus mendapat pembuktian dulu dari Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Namun, menurutnya ada kasus yang tidak harus melalui PTUN yakni apabila dugaan penyalahgunaan wewenang itu beririsan dengan hukum pidana.
Hal itu disampaikan Redi ketika dihadirkan jaksa dalam sidang praperadilan Tom Lembong terkait status tersangkanya dalam kasus dugaan korupsi impor gula di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (22/11/2024).
Apakah dugaan penyalahgunaan wewenang oleh jaksa seharusnya diuji di PTUN.
"Pertanyaannya adalah apakah penyalahgunaan wewenang itu perlu dibuktikan atau tidak di PTUN? Dalam konteks penyalahgunaan wewenang asli yang terbatas pada pemerintahan, tanpa ada gesekan dengan aspek perdata dan pidana, maka penyalahgunaan wewenang itu harus dilihat apakah dia mencampuri kewenangan, apakah dia memaksa kewenangan, itu dibuktikan dulu ke PTUN, dalam konteks ketika UU 30 Tahun 2014. Ini ketika dia dipilih sendiri, tanpa irisan dengan lain," ujar Redi saat menyampaikan pendapat.
Redi mengatakan apabila dugaan penyalahgunaan wewenang itu sudah beririsan dengan dugaan tindak pidana. Maka, menurutnya, tidak perlu ada putusan PTUN.
"Ketika ini masuk ke hukum pidana, jadi yang dicari itu definisinya, jadi konteks dalam UU administrasi negara digunakan penyidik atau aparat penegak hukum untuk menguji, apakah ada penyalahgunaan kewenangan, jadi konsepnya, tanpa harus ada putusan PTUN dia berwenang, itu bisa ditindak, karena dalam konteks pidana tidak jelas apa itu penyalahgunaan wewenang, maka itu mengingat itu dalam administrasi negara," imbuhnya.
"Jadi ketika ada irisan hukum pidana, maka dipakai prinsip hukum materiil. Yang dipinjam adalah konsep hukum administrasi negara, kalau begitu apa masih perlu dibuktikan dulu di PTUN?" tanya jaksa menegaskan.
"Tidak pak, tidak perlu, karena yang dilihat konsepnya, bukan dalam konteks dengan atau tidak dengan secara hukum administrasi negara," jelas Redi.
Nah, pendapat ahli ini memberi wawasan baru dugaan penyalahgunaan wewenang oleh jaksa yang berkaitan tindak pidana , tidak harus digugat ke PTUN, sebab terkait konsepnya, bukan dalam konteksnya.
Apalagi dalam persidangan, Tom Lembong kembali bertanya hal yang sama untuk menegaskan. Namun, hakim memotong karena menilai penjelasan ahli sudah sangat jelas!
Baca Juga: Golput Tinggi, Masyarakat Sudah Jenuh dan Muak dengan Elite Politik
"Dalam proses penilaian penggunaan kewenangan atau katakanlah "ada penyalahgunaan kewenangan" sepengetahuan saudara, lembaga peradilan mana yang memiliki kewenangan untuk menilai adanya penggunaan kewenangan suatu penyelenggara negara terhadap tindakan-tindakan yang dilakukan dalam konteks jabatan?" tanya kuasa hukum Tom Lembong.
"Jadi dalam konteks penyalahgunaan kewenangan dalam UU 30 Tahun 2014, penyalahgunaan kewenangan itu instrumen pengujinya di PTUN. Tapi dalam konteks penyalahgunaan kewenangan berdiri sendiri di prinsip UU 30/2014, kita bisa geser ke asas hukum lain. Jadi kalau bicara prinsip hukum administrasi negara penyalahgunaan itu ada kewenangan PTUN, tapi sudah disampaikan juga kalau diskresi kan...," ucap Redi terpotong.
"Ya Anda kan juga administrasi negara ya, jadi kalau ada pelanggaran tanpa ada irisan pidana di PTUN, cukup," ingat hakim.
***
Dalam pandangan akal sehat saya, penyalahgunaan kekuasaan bisa untuk kepentingan diri sendiri, dan orang lain. Modusnya dengan cara pelanggaran hukum, melampaui wewenang
mencampuradukkan wewenang dan bertindak sewenang-wenang.
Secara hukum, penyalahgunaan kekuasaan oleh aparat hukum termasuk dalam kategori extra ordinary crime.
Dalam penyalahgunaan kekuasaan oleh aparat hukum diduga ada grand desain untuk melakukan pembunuhan karakter terhadap seorang. Konon ada yang dibayar.
Makanya, dugaan penyalahgunaan kekuasaan oleh aparat hukum untuk adilmya mesti dibawa ke pembuktian kebenaran material.
Pertanyaannya, apakah laporan kuasa hukum Tom Lembong, Zaid Mushafi yang telah teregister dengan surat tanda penerimaan laporan nomor LP/B/7132/XI/2024/SPKT/POLDA METRO JAYA, tertanggal 22 November 2024, akan ditindaklanjuti? Salah satunya terkait sesama aparat hukum? ([email protected])
Editor : Moch Ilham