SURABAYAPAGI.com, Jakarta - Ujian Nasional (UN) berganti-ganti sejak tahun 2005 oleh Menteri Pendidikan Muhammad Nuh. Dan kini giliran Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu'ti, menguliknya. Padahal yang diganti cuma istilahnya. Maknanya tetap, ujian Nasional tahunan.
Mendikdasmen mengatakan konsep Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) belum diputuskan. Ia menunggu Mensesneg yang telah didelegasikan Presiden Prabowo untuk menyelesaikan hal itu.
Baca Juga: Mendikdasmen Bocorkan tak Ada Istilah Zonasi dan Ujian
Tahun ajaran 2025/2026, Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah akan mengubah istilah ujian nasional dan sistem penerimaan peserta didik baru.
Untuk Ujian Nasional tahun ini hanya berlaku bagi siswa SMA, SMK, dan MA/madrasah aliyah.
Pemerintah juga berencana mengganti nama dan mekanisme UN yang baru.
Namun tidak akan ada lagi kata-kata ujian dalam penyelenggaraan Ujian Nasional yang baru.
Ya, untuk yang baru nanti akan diimplementasikan ke tingkat SMA, SMK, dan MA di bulan November 2025," kata Kepala Badan Standar Kurikulum Asesmen Pendidikan (BSKAP) Toni Toharudin dalam konferensi pers di Jakarta, dilansir dari laman Antara, Selasa, (21/1/2025).
Toni menjelaskan pelaksanaan sistem UN yang baru harus dilaksanakan di sekolah atau madrasah yang sudah terakreditasi.
Konsep terkait pengganti ujian ini, kata Toni, telah selesai. Sementara UN format baru bagi siswa SD dan SMP, pelaksanaannya akan dilakukan baru tahun 2026.
"Untuk kelas enam dan sembilan itu akan diberlakukan tahun depan," tambah Toni.
Hilangkan Istilah "Ujian"
Dalam kesempatan yang sama, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu'ti memastikan istilah "ujian"dipastikan dihilangkan.
Sebelumnya, UN dihapus tahun 2021 dan digantikan AN atau Asesmen Nasional.
AN, diterapkan bukan untuk mengukur kelulusan siswa.
Ujian Nasional (UN) diubah menjadi Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) . Ada Survei Karakter untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Perubahan ini dilakukan untuk mengurangi tekanan akademis pada siswa dan mendorong pengembangan kompetensi berpikir tingkat tinggi .
Diperkenalkan oleh Muhammad Nuh
Ada beberapa alasan UN diubah: Materi UN berfokus pada hafalan dan mengingat, bukan pada penguasaan kompetensi secara menyeluruh. Kemudian, UN membuat pembelajaran berfokus pada pengajaran dan penghafalan materi, bukan pengembangan kompetensi siswa.
Lalu UN menjadikan siswa sebagai indikator keberhasilan, sehingga menjadi beban bagi siswa, guru, dan orang tua.
Juga UN tidak sesuai dengan kebutuhan kompetensi abad 21 yang menghendaki kecakapan berpikir tingkat tinggi.
Baca Juga: Asyik, UN SMP Dihapus, Kelulusannya Dinilai Sekolah
Nadiem dengan Merdeka Belajar
UN pertama kali diperkenalkan pada tahun 2005 oleh Menteri Pendidikan saat itu, Muhammad Nuh. UN menggantikan UAN dan menjadi syarat kelulusan resmi. Tanggung jawab penyelenggaraannya beralih ke pemerintah daerah, dengan pemerintah pusat tetap menyediakan soal dan kunci jawaban.
Untuk merealiasikan gagasan #MerdekaBelajar yang diusungnya, Mendikbud Nadiem Makarim menghapus Ujian Nasional (UN). Ujian Nasional terakhir akan diadakan pada tahun 2020. Setelah itu, ujian akan diganti dengan Ujian di tingkat sekolah yang disebut USBN (Ujian Sekolah Berstandar Nasional).
"Sudah kami serahkan hasil kajian Kementerian kepada Bapak Presiden melalui Seskab (Sekretaris Kabinet), sehingga kapan sistem ini diputuskan sepenuhnya kami menunggu arahan dan kebijaksanaan Bapak Presiden," terang Mu'ti.
UN Alat ukur Akademis
Komisi X DPR RI kini memberikan kesempatan untuk membahas mengenai rencana Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu'ti yang akan menerapkan ujian nasional (UN).
Sebelum dihapus pada 2021, UN menjadi alat ukur capaian akademis siswa di tingkat nasional serta menjadi salah satu komponen penentu kelulusan siswa di Indonesia.
"Kami selalu terbuka ya kepada perubahan, apakah namanya juga UN atau apa," kata Ketua Komisi X DPR RI Hetifah Sjaifudian kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa, 29 Oktober 2024 dilansir dari Antara.
Komisi X DPR RI sebut memberikan kesempatan untuk membahas lebih lanjut mengenai rencana Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu'ti kembali menerapkan ujian nasional (UN).
Sebelum dihapus pada 2021, UN menjadi alat ukur capaian akademis siswa di tingkat nasional serta menjadi salah satu komponen penentu kelulusan siswa di Indonesia.
Baca Juga: Penilaian Ujian Kelulusan Siswa jadi Kewenangan Sekolah
"Kami selalu terbuka ya kepada perubahan, apakah namanya juga UN atau apa," kata Ketua Komisi X DPR RI Hetifah Sjaifudian kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa,lalu.
Hetifah menilai, rencana tersebut memang perlu dikaji lebih lanjut agar tidak menjadi hal yang justru ditakuti oleh para siswa, baik di tingkat sekolah dasar, menengah pertama, maupun sekolah menengah atas. "Kalau dulu kan UN itu yang membuat anak jadi stres. Jadi, setiap aturan apa pun pasti ada celah kelemahannya. Nah, ini yang harus kita perbaiki," kata dia.
Selain itu, ia mewanti-wanti agar ke depannya apabila ujian nasional kembali diterapkan, perlu dilakukan pencegahan agar kecurangan tidak terjadi di dalam pelaksanaan ujian tersebut. Menurutnya, salah satu sisi baik keberadaan ujian nasional adalah memotivasi siswa agar lebih semangat dalam belajar.
UN dan Sistem Zonasi
Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu'ti berencana mengubah sistem Ujian Nasional (UN) dan sistem zonasi Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB).
Ini beberapa rencana perubahan sistem UN dan PPDB yang diumumkan oleh Mendikdasmen Abdul Mu'ti. Kata "ujian" akan diganti dengan istilah baru. Kemudian Sistem zonasi PPDB akan dihapus dan diganti dengan istilah baru.
UN akan kembali digelar, tetapi akan berbeda dengan UN sebelumnya.
UN akan dilaksanakan di sekolah yang sudah terakreditasi.
Mendikdasmen Abdul Mu'ti telah menyerahkan hasil kajiannya kepada Presiden Prabowo Subianto. Keputusan akhir mengenai sistem baru ini akan menunggu sidang kabinet minggu ini. jk/erc/lt/rmc
Editor : Raditya Mohammer Khadaffi