Mahfud MD, Pacu para Menteri Transparan Soal SHGB Laut

author surabayapagi.com

- Pewarta

Kamis, 30 Jan 2025 20:29 WIB

Mahfud MD, Pacu para Menteri Transparan Soal SHGB Laut

i

Raditya M Khadaffi

SURABAYAPAGI.COM, Surabaya - Mantan Menkopolhukam era Presiden Joko Widodo (Jokowi), Mahfud MD meminta kepemilikan SHGB di laut tidak cukup hanya dibatalkan. Mereka, harus dibawa ke ranah pidana.

Ada vonis yang pernah dikeluarkan MK. Vonis ini melarang pengusahaan perairan pesisir untuk swasta atau perorangan.

Baca Juga: Tebak "Raja Kecil" Gunakan Logika dan Imajinasi, Bahlil…?

"Sertifikat ilegal HGB untuk laut tak bisa hanya dibatalkan tapi harus dipidanakan karena merupakan produk kolusi melanggar hukum. Vonis MK No. 3/PUU-VIII/2010 dan UU No. 1 Thn 2014 jelas melarang pengusahaan perairan pesisir untuk swasta ataupun perorangan. Kasus ini beda loh dengan reklamasi," kata Mahfud, mengingatkan seperti dikutip dari akun X, Selasa (28/1).

Pagar laut misterius di Tangerang ditemukan membentang 30 km di perairan Tangerang. Menteri ATR/Kepala BPN Nusron Wahid, menyebut ternyata daerah yang dipagari itu sudah bersertifikat HGB meski berada di kawasan laut.

Nusron mengatakan jumlah sertifikat hak guna bangunan itu mencapai 263 bidang. Sertifikat atas nama beberapa perusahaan.

Pertama, PT Intan Agung Makmur sebanyak 234 bidang dan kedua atas nama PT Cahaya Inti Sentosa sebanyak 20 bidang. Ada yang atas nama perseorangan sebanyak 9 bidang.

Selain juga sertifikat hak milik atas nama Surhat Haq sebanyak 17 bidang.

Nusron memutuskan untuk mencabut sertifikat HGB itu. Ia mengungkapkan pencabutan dilakukan karena penerbitan SHGB dan SHM pagar laut di kawasan pesisir pantai utara (pantura), Kabupaten Tangerang, Banten, berstatus cacat prosedur dan material.

Masya Allah, saya teringat lirik lagu "Ketahuan" dari grup Matta Band:

"...dari awal aku tak pernah percaya kata-katamu..

... saat ku melihatmu kau sedang bermesraan dengan seorang yang kukenal;

..o o kamu ketahuan pacaran lagi dengan dirinya teman baikku

o o kamu ketahuan pacaran lagi dengan dirinya teman baikku;"

 

***

 

Menurut Mahfud, tindak pidana dalam kasus ini bisa diusut dengan melihat siapa yang menandatangani dokumen sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) di atas pagar laut itu yang diterbitkan Kementerian ATR/BPN.

"Itu gampang ngusutnya. Ambil satu sertifikat (HGB pagar laut), siapa (pejabat ATR/BPN) yang tanda tangan," kata Mahfud dalam siaran CNN TV, Selasa (28/1).

Mahfud mengatakan pengusutan HGB pagar laut tersebut hanya memakan waktu satu minggu. Para menteri katanya tak perlu takut terseret.

Para menteri, sambungnya, tidak harus ikut disalahkan karena ada delegasi kewenangan terkait dengan hal tersebut.

"Yang mempunyai delegasi kewenangan itulah yang ditangkap pertama. Lalu tanya, 'Kenapa kamu membuat ini? Siapa saja yang terlibat?'. Jadi, menteri enggak usah takut," kata Mahfud.

Mahfud mengatakan yang bertanggung jawab secara pidana dalam kasus penerbitan SHGB itu adalah aktor intelektual, pelaku dan peserta penerbitan yang ada niat menerbitkan HGU tersebut.

"Yang bertanggungjawab secara pidana adalah pejabat bawahan yang menerima delegasi wewenang. Jadi, kalau merasa tak terlibat ya bongkar saja, Pak Menteri. Kan banyak kasus yang dihukum hanya dirjen atau pegawai bawahnya yang langsung berkolusi," katanya, Selasa (28/1) seperti dikutip dari akun X nya.

Nah! Mantan Menkopolhukam Mahfud MD, telah mukul kentongan. Saatnya dua

Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (Menteri ATR/BPN) Hadi Tjahjanto dan AHY, yang dulu nyaring bicara mafia tanah, buka kartu, siapa penerbit SHGB di laut Tanggerang?

 

***

 

Saat ini, Mantan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (Menteri ATR/BPN) Hadi Tjahjanto dan AHY, buka suara ihwal polemik penerbitan sertifikat hak guna bangunan (SHGB) di perairan Desa Kohod, Kecamatan Pakuhaji, Kabupaten Tangerang, Banten.

Hadi Tjahjanto, Menteri sebelum AHY, mengaku tidak mengetahui tentang penerbitan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM) di laut Tangerang, Banten. Hadi mengatakan, dirinya mengetahui informasi mengenai masalah sertiikat itu dari pemberitaan media. Dirinya juga sempat menyinggung sertifikat-sertifikat itu terbit pada tahun 2023.

Menurut dia, penerbitan sertifikat di wilayah tersebut perlu diidentifikasi lebih lanjut untuk memastikan apakah prosesnya sudah sesuai aturan. Jika ditemukan cacat hukum, sertifikat tersebut bisa dibatalkan.

Hadi mengatakan penerbitan sertifikat didelegasikan kepada kepala kantor pertanahan (kakantah), kantor wilayah (kanwil) hingga pusat.

Dia menjelaskan, dalam pelayanan pemberian hak atas tanah kepada masyarakat, yang pertama harus dilihat adalah proses dan alasannya. Kemudian dilanjutkan dengan pengukuran.

"Setelah pengukuran, kita baru masuk proses pensertifikatan di BPN. Dan apabila dalam proses ini juga SHM (Sertifikat Hak Milik) wilayah itu dilakukan alih status, tentunya juga akan dilihat rencana tata ruang wilayah," katanya di Jakarta, Sabtu (25/1/2025), dikutip dari video YouTube Kompas TV.

Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) yang kini menjadi Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan malah mengaku sudah mengendus pelaku penerbit sertifikat hak guna bangunan (SHGB) dan sertifikat hak milik (SHM) ilegal di wilayah laut Kabupaten Tangerang, Banten.

Staf Khusus AHY, Herzaky Mahendra Putra menjelaskan, otoritas penerbit SHGB dan sertifikat hak milik (SHM) adalah Kantor Pertanahan (Kantah) BPN Kabupaten Tangerang. Menurutnya, HGB dan SHM tersebut menjadi kewenangan dan tanggung jawab kepala kantah terkait.

"Melihat perkembangannya, ada dugaan penyalahgunaan wewenang di tingkat kantah maupun kerja juru ukur terkait soal terbitnya SHM dan SHGB itu," kata Herzaky dalam keterangan tertulis, Selasa (28/1).

Herzaky menyebut AHY pun menyoroti pemerintah daerah terkait yang mengeluarkan Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (PKKPR) dan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Padahal, fisiknya adalah berbentuk laut.

Penerbitan RTRW dari Pemerintah Provinsi Banten disebut-sebut menjadi rujukan penerbitan SHGB atau SHM oleh kepala kantah. Begitu pula dengan munculnya PKKPR yang dikeluarkan bupati Tangerang.

Baca Juga: Modus Simpan Uang ala Zarof, Diduga Kerjaan Pejabat

"Terkait dengan dugaan penyalahgunaan wewenang itu, Menko AHY telah mendorong agar dilakukan investigasi dan hasilnya disampaikan kepada publik. Beliau sudah menerima laporan bahwa hal ini sedang dilakukan oleh Kementerian ATR/BPN," ujarnya. Nah! Kenapa baru setelah ramai, baik Hadi maupun AHY, beberkan prosedur penerbitan baru sekarang. Mengapa tidak dikoreksi eranya sebagai transparansinya ke publik?

 

***

 

Transparansi adalah keterbukaan informasi secara jelas, lengkap, dan tepat waktu. Transparansi juga dapat diartikan sebagai keadaan nyata dan jernih.

Transparansi penting dalam berbagai bidang, terutama pemerintahan. Mengingat dalam pemerintahan, transparansi berarti keterbukaan informasi tentang kebijakan, proses pembuatan kebijakan.

Dan dengan transparansi, Menteri Hadi dan AHY saat itu, dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap kementeriannya.

Mengingat, transparansi dapat dilakukan dengan mempublikasikan informasi secara berkala.

Pengelolaan pemerintah yang transparan adalah pengelolaan yang memberikan informasi yang jelas dan mudah diakses oleh publik. Transparansi ini bertujuan untuk meningkatkan akuntabilitas dan mencegah korupsi.

Dan masyarakat dapat berpartisipasi dalam proses pengelolaan, masyarakat dapat mengawasi kegiatan pemerintahan

Pemerintah bertanggung jawab atas tindakan dan keputusan mereka. Sayang, saat keduanya masih menjabat tidak ada informasi di laut Tangerang, ada sejumlah SHGB yang diatas namakan korporasi yang berafiliasi dengan konglomerat properti besar.

 

***

 

Ternyata, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) menelusuri dua perusahaan yaitu PT Intan Agung Makmur dan PT Cahaya Inti Sentosa yang mendapatkan SHGB dengan total sebanyak 254 bidang tanah.

Berdasarkan penelusuran WALHI melalui dokumen akta perusahaan, perusahaan terindikasi berafiliasi dengan PT Agung Sedayu Group, sebuah korporasi pengembang properti raksasa. Afiliasi Agung Sedayu Group terlihat dari kepemilikan saham PT Agung Sedayu dan PT Pantai Indah Kapuk Dua. Selain kepemilikan saham dari PT Agung Sedayu dan PT Pantai Indah Kapuk Dua, afiliasi Agung Sedayu Group terlihat dari bercokolnya nama Belly Djaliel dan Freddy Numberi (Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan 2004-2009) sebagai Direktur dan Komisarisnya. Dua nama perorangan tersebut merupakan pengurus pada beberapa entitas usaha Agung Sedayu Group.

Kepemilikan saham Agung Sedayu Group melalui entitas usaha dan orang-orang afiliasinya pada dua perusahaan pemegang SHGB di wilayah laut yang dipagari sepanjang 30 kilometer semakin menguatkan dugaan banyak pihak bahwa korporasi pengembang properti raksasa tersebut terlibat dalam kasus pemagaran laut. Pemagaran laut ini merupakan bentuk dari perampasan ruang laut (ocean grabbing) sebagaimana telah diserukan oleh WALHI terhadap proyek reklamasi di 28 Provinsi termasuk proyek pertambangan pasir laut. Ocean grabbing adalah perampasan penggunaan, kontrol atau akses terhadap ruang laut atau sumber daya dari pengguna sumber daya sebelumnya, pemegang hak atau penduduk. Perampasan laut terjadi melalui proses tata kelola yang tidak tepat dengan menggunakan tindakan yang merusak mata pencaharian masyarakat atau menghasilkan dampak yang merusak kesejahteraan sosial-ekologis. Perampasan laut dapat dilakukan oleh lembaga publik, kepentingan pribadi atau kepentingan sekelompok orang.

Pasal 65 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021 menyatakan bahwa pemberian hak atas tanah di wilayah perairan hanya dapat dilakukan setelah memperoleh perizinan yang diterbitkan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kelautan dan perikanan.

Dengan demikian, merujuk pada pernyataan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan yang menyebut bahwa keberadaan pagar di atas laut di wilayah Tangerang tidak memiliki izin (ilegal), maka dapat disimpulkan bahwa terdapat potensi pelanggaran hukum dalam proses penerbitan sertifikat hak atas tanah tersebut.

Baca Juga: Hari Pers Nasional 2025, tak Sentuh Publisher Rights

Atas terkuaknya aktor korporasi maupun perorangan pemegang SHGB dan SHM di wilayah laut yang dipagari tersebut, WALHI menuntut pemerintah untuk melakukan empat langkah mendesak.

Pertama, mengevaluasi dan membatalkan pemberian hak atas tanah pada korporasi dan perorangan di atas wilayah laut Tangerang. Kedua, mengusut pelanggaran hukum pada proses pemberian hak atas tanah yang melibatkan para mafia tanah baik penerbit maupun pemegang sertifikat. Ketiga, menghentikan upaya reklamasi pada wilayah pesisir dan laut Banten karena menutup akses ke sumber penghidupan masyarakat pesisir dan merusak lingkungan di sumber material pengurukan lahan. Keempat, membatalkan Proyek Strategis Nasional (PSN) PIK 2 karena dijalankan dengan praktik pelanggaran hukum yang terstruktur, sistematis dan masif. Masya Allah, ada pelanggaran TSM.

 

***

 

Menteri Nusron menyebutkan, kini ada tiga orang pejabat kantor pertanahan yang diperiksa tersebut. Mereka antara lain, Kepala Pertanahan, Kepala Seksi 1 dan Kepala Seksi 2 serta Kepala Pertanahan yang pada saat itu proses pergantian. Saat itu mereka yang menangani SHGB.

Sepertinya, pada Kamis 23 Januari 2025 menjadi hari buruk bagi emiten kongsi Agung Sedayu dan Salim Grup, PT Pantai Indah Kapuk Dua Tbk. (PANI) atau PIK-2. Saham emiten ini mulai memasuki fase bearish atau penurunan usai terkoreksi 19,89% pada perdagangan hari itu.

Pemasangan pagar laut menjadi salah satu isu membuat lantai bursa goyah. Sudah begitu, perilisan Laporan Keuangan PIK-2 untuk periode 2024 juga buram.

Pagar laut itu memang terpasang di area lepas pantai yang berhadapan dengan seluruh area protek strategis nasional atau PSN. Belakangan juga diketahui bahwa ada ratusan bidang HGB yang ternyata dipetakan di atas laut yang dipagari.

Klarifikasi diberikan melalui Kuasa Hukum Agung Sedayu Group, Muannas Alaidid. Dia mengakui keterkaitan dua pemilik HGB tersebut dengan perusahaan. Namun, ia menegaskan, pagar laut yang dibangun dengan panjang 30 km tidak memiliki kaitan dengan Pantai Indah Kapuk 2 alias PIK 2.

Lepas dari itu, Direktur Pusat Kajian Pembangunan Kelautan dan Peradaban Maritim, Muhamad Karim, mengingatkan pemagaran laut sejauh 30,16 km di perairan pesisir Kabupaten Tangerang, memicu tanda tanya besar. Ia gali proyek ini menyedot investasi sekitar Rp65 triliun.

Secara kelembagaan, kisruhnya masalah ini, Muhamad Karim, menuding, dipicu oleh Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (Permenko Perekonomian) No. 7/2023 dan tentang Proyek Strategis Nasional (PSN) hingga perubahannya No. 7/2023, No. 8/2023, dan No. 6/2024.

Apa pun dalih eks menteri Hadi dan AHY, Koalisi masyarakat sipil terdiri dari Lembaga Bantuan Hukum dan Advokasi Publik (LBH) Muhammadiyah, Eksekutif Nasional Walhi, Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI), LBH Jakarta dan sejumlah organisasi, telah melaporkan kasus pagar laut ke Bareskrim Polri, 17 Januari 2025.

Akal sehat saya mengikuti , sedikit demi sedikit kasus pagar laut sepanjang lebih 30 kilometer di perairan Kabupaten Tangerang, Banten, telah terungkap.

Di laut Tangerang yang berpagar itu telah dikuasai sejumlah pihak melalui hak guna bangunan (HGB) bahkan, sertifikat hak milik (SHM).

Ketika menelusuri website Bhumi Kementerian Agraria Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), pada 21 Januari lalu, ternyata sebagian perairan yang berpagar sudah ada sertifikatnya. Di perairan berpagar di Desa Kohod, Kecamatan Pakuhaji dan Desa Tanjung Burung, Kecamatan Teluknaga, misal, berstatus HGB dan SHM dengan total luas bersertifikat mencapai 4.147 meter persegi atau sekitar 400 hektar!

Apakah praktik yang terjadi dalam kasus pagar laut sepanjang lebih 30 kilometer di perairan Kabupaten Tangerang, Banten, ini permainan mafia tanah raksasa Indonesia?

Mantan Menko Menkopolhukam Mahfud MD, memacu para Menteri Transparan Soal SHGB Laut. Tidak hanya dua Menteri ATR/BPN, tapi juga Menko Perekonomian, pembuat kebijakan kawasan laut untuk bisnis pariwisata.

Koalisi masyarakat sipil telah melaporkan kasus pagar laut ke Bareskrim Polri, 17 Januari 2025 lalu. Kita tunggu siapa yang kuat membongkar dugaan mafia tanah ini? Walhi, Koalisi masyarakat sipil, Mahfud MD, Bareskrim Polri atau bos Agung Sedayu Group yang mengakui ? Wait and See. ([email protected])

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU