Anak Khofifah Mundur dari Demokrat, Dilema Politik Praktis

author surabayapagi.com

- Pewarta

Selasa, 14 Mar 2023 20:41 WIB

Anak Khofifah Mundur dari Demokrat, Dilema Politik Praktis

i

H. Raditya M Khadaffi

SURABAYAPAGI.COM, Surabaya - Ali Mannagalli Parawansa, anak Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa, mundur dari Partai Demokrat.

Ini saya ketahui usai saya melihat sebuah video yang memuat surat pengunduran diri Ali, lengkap dengan materai diunggah pada akun Instagram-nya @aliparawansa, Kamis (8/3/2023) lalu.

Baca Juga: Pemilu Ulang tanpa Gibran, Ulangan Kekecewaan Kita

Belakangan, unggahan tersebut telah dihapus. Meski begitu, pengunduran dirinya dibenarkan oleh Kepala Badan Pembina Organisasi, Kaderisasi, dan Keanggotaan (BPOKK) DPD Demokrat Jatim, Mugianto. Dikatakannya bahwa alasan Ali mundur karena ingin fokus kuliah.

"Mas Ali kemarin menyampaikan, khawatir tidak bisa optimal di kepengurusan harian partai karena harus fokus menuntaskan studi dan ingin merintis karier profesional," kata Mugianto, Sabtu (11/3/2023).

Saya pantau, mundurnya sosok Ali Mannagalli Parawansa dari Demokrat, jadi pembicaraan di publik. Termasuk di pemerintahan dan partai dengan warna biru itu. Padahal saat mendaftar, saya dengar dari beberapa pengurus Demokrat mengikuti jejak sang ibu, yang dikenal sudah lama malang melintang di politik praktis. Makanya, Ali begitu masuk langsung didudukan menjadi Wakil Ketua DPD Demokrat Jatim.

Posisi Ali di Demokrat Jatim, menurut akal sehat saya tidak bisa dilepaskan dari nama besar Khofifah, ibunya di politik praktis Indonesia.

 

***

 

Catatan jurnalistik saya, Khofifah mulai populer di panggung politik nasional pada 1998.  Saat itu saya masih siswa SMP negeri IX Surabaya, tapi sudah jadi wartawan majalah dinding. Saya mengagumi Khofifah, karena sikap kritisnya saat masih jadi politisi muda, seusia Ali.

Ketika itu, saya mencatat Khofifah, membacakan pidato sikap Fraksi Persatuan Pembangunan (FPP) dalam Sidang Umum MPR.

Pidato Khofifah saat itu bagi saya, sangat monumental. Ia bersikap kriti terhadap pemerintahan Orde Baru di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto. Apalagi, kritik itu disampaikan dalam suatu acara resmi.

Khofifah yang ketika itu berusia 33 tahun mengkritik gaya pemerintah yang mengekang demokrasi. Khofifah sekaligus memberikan ide-ide cemerlang. Para anggota MPR yang didominasi Fraksi Karya Pembangunan (Golkar), Fraksi ABRI, dan Fraksi Utusan Golongan, yang merupakan fraksi-fraksi pendukung Orde Baru, terperanjat dengan pidato yang dibacakan ibu Ali.

Mengkritik Orde Baru saat itu langkah. Dan pidato Khofifah itu menjadi catatan sejarah.

Pidato Khofifah di forum formal dan terbuka mengkritik rezim Soeharto yang tengah berkuasa, menarik anak-anak muda. Tak keliru pidato itu  mengangkat bisa Khofifah menjadi politikus yang disegani di Tanah Air hingga hari ini saat sudah menjadi Gubernur Jawa Timur.

 

***

 

Baca Juga: NasDem Persoalkan Pidato AHY, Demokrat Bentengi Anak SBY

Saya saja yang bukan sekelas Khofifah, paham bahwa dalam praktik perebutan maupun mempertahankan sebuah kekuasaan politik praktis ada pragmatisme.

Kekuasaan politik praktis terhadap mencalonkan menjadi capres dan cawapres 2024 mendatang.

Bagi saya, politik praktis ada pragmatisme sepertinya dua hal yang sulit dipisahkan. Khususnya di negara Demokrasi seperti Indonesia.

Saya ikuti perjalanan  sistem Demokrasi di Indonesia, banyak pandangan bahwa beberapa golongan politisi  memandang bahwa Politik atau Politik Praktis menjadi sesuatu yang sangat buruk dan harus dihindari. Ini karena dianggap membawa mudhorot yang lebih banyak daripada manfaatnya. Nah, apakah anak Khofifah kali ini punya pertimbangan ini?

Menggunakan akal sehat, bisa jadi. Peluang karir ibunya lebih penting ketimbang dirinya. Apalagi Ali masih kuliah.

Saat ini Khofifah, diincar Partai NasDem untuk dicalonkan menjadi Cawapres Anies Baswedan. Pada saat yang bersamaan, AHY sabagai Ketua Umum Partai Demokrat kesengsem bisa jadi Cawapres Anies. Impian Partai Demokrat sampai ada pengurus Partai Demokrat yang mengimaginasikan duet Anies Baswedan dan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY)  lebih menjanjikan dibanding duet Anies Baswedan dan Khofifah Indar Parawansa di Pilpres 2024.

Realitanya, dua partai di Koalisi Perubahan yaitu Partai NasDem dan PKS, mengkritik ke-pede-an Demokrat.

Saling kritik di Koalisi Perubahan ini dipicu oleh pendapat Ketua Bappilu Partai Demokrat Andi Arief yang menilai  pasangan Anies Baswedan dan Ketum Partai Demokrat AHY lebih menjanjikan daripada Anies dan Khofifah Indar Parawansa.

Andi Arief, seolah lupa, pada era kepemimpinan Khofifah di kementerian Gus Dur lalu, dicatat terjadi pergantian istilah yang mengubah paradigma terhadap peran perempuan. Untuk pertama kalinya istilah pemberdayaan perempuan digunakan untuk mengubah makna departemen peranan wanita kala itu.

Baca Juga: Panglima TNI Bicara Bahan Pokok dan Politisasinya

Perubahan istilah itu penuh makna. Kosa kata “wanita” dan “perempuan” memiliki makna dan rasa yang berbeda. Sebelumnya, “wanita” diartikan sebagai “wani ditata” atau siap diatur, sedangkan perempuan berasal dari kata “empu” dengan makna “yang dihormati”.

Sejak saat itu, Khofifah dicatat publik berperan besar dalam mengubah pandangan orang terhadap kaum perempuan.

Dan pada periode 1998-2000, politikus perempuan  yang sempat duduk di DPR dari PKB ini dicatat memiliki peran besar dalam mengubah pandangan orang terhadap kaum perempuan.

Apalagi saat jadi menteri, Khofifah memberikan perhatian lebih terhadap kasus kematian ibu melahirkan yang masih sangat tinggi di Indonesia. Kematian ibu melahirkan di Indonesia mencapai 307/100.000 per kelahiran hidup kala itu. Dia menilai, jumlah tersebut bisa berkurang jika ada peningkatan anggaran untuk kesehatan.

Juga kini saat Indar Parawansa, Gubernur Jatim yang juga Ketua Umum Muslimat NU.

Khofifah lebih lengkap di dunia politik praktis ketimbang AHY.

Ia pernah mengajak seluruh pimpinan dan anggota Fatayat Nahdatul Ulama (NU) di seluruh provinsi untuk menguatkan dakwah digital demi mewujudkan hidup damai, rukun dan menyemai kasih antar sesama umat manusia. Pemilih 2024 nanti mayoritas perempuan beragama Islam. Apakah ini diabaikan oleh elite Partai Demokrat?

Akal sehat saya berbisik mundurnya Ali, ini tak bisa diabaikan dari dilema fenomena politik praktis yang bersentuhan dengan pragmatisme merebut kekuasaan politik tahun 2024. ([email protected])

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU