Home / CatatanHukum : Surat Terbuka untuk Rakyat Jawa Timur

Gus Ipul, Terjepit Rivalitas SBY Plus Prabowo - Mega

author surabayapagi.com

- Pewarta

Jumat, 15 Sep 2017 00:05 WIB

Gus Ipul, Terjepit Rivalitas SBY Plus Prabowo - Mega

Baru Kamis (14/9/2017) sore kemarin, dari internal Khofifah Indar Parawansa, mengabarkan telah mendapat ijin dari Presiden Joko Widodo, untuk maju dalam Pilgub Jatim 2018. Ini berarti, Khofifah, dalam waktu dekat akan melepas jabatan Menteri Sosial. Kabar terbaru dari Jakarta, parpol pengusung Ketua Umum Muslimat ini termasuk Partai Demokrat. Bila benar, parpol yang mengusungnya ada Golkar, NasDem, Hanura, PPP dan konon Gerindra. Sedangkan Gus Ipul, yang diusung PKB, juga mendapat dukungan dari PDIP. Sekiranya, Khofifah, mendeklarasikan dalam satu bulan ini, suasana Pilgub Jatim yang semula adem ayem, bakal ramai. Berikut catatan Politik, wartawan Surabaya Pagi, H. Tatang Istiawan, yang pertama dari dua catatannya. Rakyat Jatim yang Terhormat, Kamis sore kemarin (14/09), saya melakukan kontak dengan staf khusus Mensos Prof Dr.Mas'ud Ali. Doktor ilmu politik yang selalu setia mendampingi kunjungan kerja Mensos Khofifah Indar Parawansa, ke daerah-daerah, membenarkan Khofifah, sudah mendapat restu dari Presiden Jokowi, untuk maju dalam Pilgub Jatim 2018. Kabar terbaru akhir minggu ini bisa membuat peta politik Pilgub Jatim yang semula adem-ayem, menjadi bergairah lagi. Gus Ipul, memiliki lawan tanding yang sebanding. Artinya, meski Gus Ipul dan Khofifah, sama-sama warga Nahdiyin, dua politikus ini adalah petarung. Siapa diantara Gus Ipul dan Khofifah, yang layak disebut petarung? Secara obyektif, saya menyebut petarung sesungguhnya adalah Khofifah, bukan Gus Ipul? Mengapa bisa demikian? Khofifah, adalah seorang wanita. Saat ini, alumni FISIP Unair ini menyandang predikat Single parent. Sedangkan Gus Ipul, belum, karena masih punya pendamping yaitu Ny. Fatma, wanita kelahiran Jombang. Soal jiwa petarung akan saya tulis edisi ke-2, Sabtu besok. Rakyat Jatim yang Terhormat, Kini, urusan pilgub Jatim 2018 yang selama ini terkesan adem-ayem, bisa saya anggap telah memasuki babak baru. Apa? Babak saling berebut pengaruh ke rakyat Jatim, yang memiliki hak suara untuk memilih. Sebagai rakyat yang akan dipinang oleh cagub Jatim, saya sarankan Anda, mulai berpikir realistis untuk Jawa Timur ke depan, pasca Pak De Karwo, menyelesaikan tugas sebagai Gubernur Jatim. Mengapa saya menyarankan Anda, berpikir realistis. Tanggungjawab Kepala daerah tingkat provinsi kini dan ke depan, tidak lagi enteng. UU Pemerintahan Daerah No. 32 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, terutama Pasal 91 menyatakan Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat memiliki wewenang lebih luas dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Keleluasaan wewenang Gubernur terpilih 2018, sebenarnya sudah dilakukan oleh Gubernur Pak De Karwo. Tapi bagi Gubernur sekelas Pak De, keleluasaan itu sudah dipraktikkan. Berbeda dengan Gus Ipul dan Khofifah. Mengingat, Gus Ipul, selama ini hanya menjadi wakil Gubernur yang belum menunjukkan prestasi nyata untuk rakyat Jatim. Sedangkan Khofifah, meski belum merasakan sebagai kepala daerah, ia telah menjadi pembantu Presiden yang keliling nusantara, memikirkan masalah-masalah sosial, termasuk kemiskinan. Menurut UU No. 32 Tahun 2014, Gubernur Jatim periode 2018-2023 sudah menjadi Wakil Pemerintah Pusat di daerah. Secara hukum, ia sudah dapat melakukan evaluasi dalam proses legislasi dan rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), membatalkan Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten/Kota dan Peraturan Bupati/Walikota, termasuk menjatuhkan sanksi kepada Bupati/Walikota terkait penyelenggara pemerintahan di daerah kabupaten/kota yang tidak melaksanakan fungsi dan perannya dengan baik. Maka itu, Pilgub Jatim 2018, adalah momen penting, termasuk memperkuat keterpilihan Presiden 2019 mendatang? Jokowi, rencananya tetap maju. Sedangkan Prabowo, juga memiliki semangat untuk mewujudkan ambisinya yaitu menjadi Presiden RI, pasca Soeharto, mertuanya dilengserkan oleh gerakan reformasi, 1998. Rakyat Jatim yang Terhormat, Saya baru saja dari Jakarta, menemui beberapa elite politik. Ternyata, pucuk pimpinan parpol peserta pemilu, ada yang saling berkoordinasi dan ada yang melirik. Sorotan terbesar mengenai pilihan Ketua Umum PDIP, Megawati, dalam Pilkada serentak tahun 2018 mendatang. Ada tiga cagub yang dipilih yaitu Gubernur Jatim, Jateng dan Jabar. Partai Gerindra, yang baru menggalahkan cagub PDIP di Pilkada DKI Jakarta 2017, tidak ingin berkoalisi dengan PDIP. Ini, karena histori politik sejak tahun 2004, pasca Prabowo, berpasangan dengan Megawati. Demikian juga Ketua Umum Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono. SBY, panggilan akrab Susilo Bambang Yudhoyono, dikenal tidak akur dengan Megawati. Praktis, suara yang saya dengar para elite politik Demokrat, Gerindra dan PDIP di Jakarta, mereka masih menyimpan perasaan rivalitas. Terbaru, komunikasi politik antara SBY dengan Prabowo, terus dibangun. Sedangkan komunikasi politik SBY dengan Megawati, masih stagnan. Sifat bermusuhan tidak berubah. Bahkan Prabowo sekalipun, juga tidak mesra lagi dengan putri Bung Karno. Apalagi, sejak Pilpres 2014, Rahmawati Soekarnoputri, malah merapat ke Prabowo, ketimbang mendukung saudara sedarah, Megawati. Rakyat Jatim yang Terhormat, Gus Ipul, pengurus PBNU pusat, lebih satu tahun ini cenderung mendominasi pemberitaan media lokal, terkait keinginan maju dalam Pilgub Jatim 2018. Apalagi awal tahun 2017, Gus Ipul, nyaris menjadi bulan-bulanan opini publik pers lokal. Saat itu, Gus Ipul, dikesankan ingin menguasai semua partai politik. Bahasa lain, ingin meraih single mayority dalam Pilgub Juni 2018. Tidak tahu, bagaimana opini publik ini bisa meredah? . Apakah Gus Ipul, merasa ewuh pakewuh dianggap ingin menguasai dukungan mayoritas dari partai-partai politik di Jatim. Ataukah media yang makin dewasa untuk tidak memihak kandidat. Bahkan bisa jadi, elite partai politik lokal sendiri yang tahu diri bahwa kekuasaannya untuk memihak Gus Ipul, tidak ada. Mengingat, pilihan kandidat calon Gubernur dan wakilnya, sudah ditarik menjadi kewenangan pucuk pimpinan Partai di Jakarta. Sejak Juli 2017 lalu, Khofifah, politisi wanita petarung ini, tanpa diketahui publik termasuk pers, sudah melakukan komunikasi politik dengan SBY (Demokrat), Setya Novanto (Golkar), Prabowo, Surya Paloh (NasDem), Osman Sapto (Hanura) dan Ir. H.M. Romahurmuziy, MT, Ketua Umum PPP. Sedangkan Gus Ipul, didukung PKB dan besar kemungkinan PDIP. Elite Parpol di Jakarta, membaca bahwa Khofifah, akan dijadikan Jokowi, Gubernuur wanita yang bisa meneruskan pembangunan yang telah dilakukan Pak De Karwo. Maklum, baik era pemerintahan SBY maupun Jokowi, prestasi membangun kesejahteraan rakyat, dirasakan oleh rakyat, sehingga suami Nina Soekarwo, ini mendapat berbagai penghargaan dari SBY maupun Jokowi. Prediksi saya, bila benar, perhitungan parpol pendukung Khofifah dan Gus Ipul, seperti ini, kelak dalam kampanye, SBY akan berhadap-hadapan dengan Megawati. Demikian juga Prabowo, akan berkampanye yang mengkritik cagub pilihan Megawati- Muhaimin Iskandar. Maklum, SBY dan Prabowo, telah tidak menjalin komunikasi politik yang sehat dengan Ketua Umum PDIP. Kondisi semacam ini yang bisa makin menjepit posisi Gus Ipul. Antara lain hubungan kemanusiaan dengan Pak De Karwo, yang telah terjalin hampir 10 tahun. Mengingat, pilihan cagub dari partai Demokrat ditentukan oleh Majelis Partai Demokrat yang dipimpin oleh SBY. Sedangkan Pak De Karwo, menjadi anggotanya. Untuk kepentingan obyektif yaitu kesejahteraan rakyat, pembangunan infrastruktur dan pertumbuhan ekonomi serta pemberdayaan ekonomi rakyat, hampir semua akademisi realistis ingin Gubernur Jatim 2018-2023 lebih baik dari Pak De Karwo. Siapa dari dua nama ini yang mendekati kriteria kualitatif penerus Pak De Karwo. Secara akal sehat, pilihan pasti ke Khofifah, ketimbang Gus Ipul. Maklum, dari hasil serapan suara di berbagai lapisan, Gus Ipul, dikenal sebagai birokrat yang pandai mengeluarkan joke-joke. Rakyat Jatim yang Terhormat, Dari beberapa kali mengikuti diskusi tentang kategori pemilih Pilkada di Jakarta, Yogyakarta dan Surabaya, saya mencatat ada tiga macam pemilih yaitu pemilih rasional, pemilih psikologis, dan pemilih sosiologis. Menurut data yang saya himpun dalam dua kali Pilgub Jatim, pemilih yang rasional jumlahnya cukup kecil. Mereka umumnya dosen, aktivis kampus, eksekutif perusahaan dan mahasiswa. Kelompok ini memiliki kecenderungan memilih dengan mempertimbangkan program kerja, kinerja, tegas, bersih dan track recordnya di masyarakat sebelum maju mencalonkan diri. Sementara pemilih psikologis dan sosiologis, dalam dua periode Pilkada Jatim, memilih Pakde Karwo dan Gus Ipul, karena berengosnya dan asal-usulnya yaitu Pak De dari masyarakat Mataraman dan Gus Ipul, seolah mewakili pemilih Tapal Kuda. Kini, dengan majunya Gus Ipul dan Khofifah atau mungkin ditambah La Nyalla Matalitti, dari tiga katagori pemilih itu, Khofifah yang paling diuntungkan dibanding Gus Ipul dan La Nyalla. Ada beberapa catatan yang saya perhatikan. Pertama, Khofifah, adalah politisi wanita yang gigih dan ulet sejak Orde Baru. Kedua, Khofifah, dua kali menderita kekalahan dalam Pilkada Jatim. Ketiga, Khofifah, bisa dimasukkan politisi yang pernah didholimi. Keempat, Khofifah, memiliki dukungan massa riil, dibanding Gus Ipul, yang mengandalkan dukungan formal dari para kyai. Sedangkan Khofifah, cenderung didukung publik secara sukarela dari grassroot, khususnya kaum muslimat NU hingga pedesaan. Rakyat Jatim yang Terhormat, Kepala daerah tingkat provinsi ke depan, tantangannya makin kompleks. Maka itu, saran saya, Anda yang memiliki hak pilih, hendaknya mau berpikir cerdas yaitu memilih Gubernur yang kinerjanya sudah teruji. Bila tidak, Anda sama dengan orang buta dan tulis yang memilih pemimpin seperti memilih kucing dalam karung. Memilih pemimpin seperti ini mencoblos wajah cagub yang tidak memiliki record jelas dalam membangun kesejahteraan rakyat. Artinya, ada kesalahan memilih, apalagi bila diikuti jutaan pemilih Gubernur Jatim 2018, Anda berkontribusi akan melahirkan pemimpin yang tak kredibel, dan tak memberikan jaminan pemimpin yang memikirkan kesejahteraan pada rakyat. Pengalaman yang saya serap, seorang pemimpin, acapkali diuji di banyak medan juang. Mari kita perhatikan kinerja cagub dan cawagub Jatim mendatang. Ada baiknya dalami visi misinya. Dengar dan perhatikan gaya bicara. Apakah konsep yang dikemukakan membaca teks atau keluar dari pikiran-pikiran sehatnya. Periksa budi pekertinya. Benarkah ia pemimpin yang merakyat atau baru merakyat saat menjelang Pilgub. ([email protected], bersambung)

Editor : Redaksi

Tag :

BERITA TERBARU