Home / CatatanHukum : Surat Terbuka atas Penangkapan Walikota Batu, Eddy

Awalnya Berkelit, Akhirnya Ditahan sebagai Tersangka Korupsi

author surabayapagi.com

- Pewarta

Minggu, 17 Sep 2017 23:37 WIB

Awalnya Berkelit, Akhirnya Ditahan sebagai Tersangka Korupsi

Siapa, politisi atau pejabat yang tak kenal Eddy Rumpoko? Maka itu, saat ada media sosial mengirim kabar tentang penangkapan anak tokoh arek Malang Almarhum Sugiyono yang kini menjadi Wali Kota Batu, banyak yang tak menyangka. Maklum, ER, nama singkatan Eddy Rumpoko, kenalannya luas. Termasuk penegak hukum lokal dan pusat. OTT (Operasi Tangkap Tangan) oleh KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) terhadap Wali Kota Batu ini, dalam hitungan jam pada Sabtu (16/09/2017) sore lalu, berseliweran di Media sosial. Umumnya mengklarifikasi. Tak sedikit yang meredam bahwa Eddy Rumpoko, hanya mengantar anak buahnya yang di OTT. Ada juga yang mengirim doa. Tapi nyatanya, Minggu siang kemarin (17/09/2017), KPK mengumumkan Eddy Rumpoko, tersangka korupsi suap pengadaan barang dan Jasa di Pemkot Batu. KPK menyita uang Rp 300 juta yang diduga untuk menyuap atau memberi janji kepada Eddy Rumpoko. Wartawan Surabaya Pagi, H. Tatang Istiawan, akan menyorot masalah OTT dari berbagai aspeknya, mulai hari ini. Berikut surat terbukanya yang pertama. Pembaca yang terhormat, Akhirnya, Wali Kota Batu, Eddy Rumpoko, ditetapkan tersangka korupsi oleh KPK, Minggu kemarin (17/09). Padahal, awal di OTT (Operasi Tangkap Tangan), ia mengaku terkejut ditangkap tim KPK yang mendatangi rumah dinasnya, di Batu, Sabtu siang (16/9/2017) . Eddy Rumpoko, Ketua DPC PDIP Batu, bahkan sejak Sabtu hingga Minggu sore, tetap membantah. Apakah ia berpura-pura tak salah ataukah memang tidak menerima uang suap. Malahan Eddy, berkelit tidak tahu uang suap terkait proyek mebeler di Pemkot Batu, tahun anggaran 2017. Eddy, dengan enteng mengatakan, saat digerebek KPK, dirinya sedang mandi dan tidak membawa uang sama sekali. Edy, mengisahkan, Sabtu siang itu, pintu kamar mandinya digedor dari luar. Oleh karena itu, politisi PDI Perjuangan ini mengaku tidak tahu menahu alasan tim KPK menangkapnya. Maka itu, saat diperiksa tim KPK di Mapolda Jatim, Sabtu malamnya, Eddy terlihat tenang. Saat bertemu wartawan yang menunggu pemeriksaan di ruang Tipikor Direskrimsus Polda Jatim, Eddy, tetap ramah, sesekali melempar senyum kepada wartawan yang malam itu nyanggong di Polda Jatim. Gayanya ini membuat jengkel petugas KPK dan Brimob yang mengawalnya. Menurut Kabid Humas Polda Jatim, Kombes Pol Frans Barung Mangera, operasi tangkap tangan dilakukan sekitar pukul 13.30 WIB di rumah dinas Eddy Rumpoko. Siang itu tim KPK juga mengamankan pegawai bagian pengadaan Pemkot Batu, Edi Setiawan dan Philip, pengusaha hotel di Batu, yang menjadi rekanan Pemkot Batu. Philip, dikenal pengurus REI Jatim sekaligus pemilik hotel di Batu. Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menyatakan, Eddy diduga menerima suap sebesar Rp 300 juta. Uang yang dia terima sebesar Rp 200 juta. Sedang sisanya sebesar Rp 100 juta akan diberikan untuk Kepala ULP. Suap tersebut diduga terkait pengadaan barang dan jasa di Kantor Wali Kota Batu. Tahun 2017 ini, Kantor Wali Kota Batu, sedang menjalankan proyek pengadaan barang dan jasa. Salah satunya pengadaan mebel dengan nilai proyek mencapai Rp 5 miliar. Dalam OTT (Operasi Tangkap Tangan), Eddy membantah tudingan telah terima suap dari Philip. Bantahan Eddy, karena ia mengaku tidak tahu uang suap, sebab ia mengaku tidak terima uang dari Philip. Tapi KPK, sudah mengumumkan status Eddy, sebagai tersangka. Pengumuman dilakukan setelah melakukan pemeriksaan terhadap Eddy, Philip dan anak buah Eddy, dalam waktu 1 x 24 jam, selain melakukan gelar perkara dan menghimpun alat bukti uang sebesar Rp 300 juta yang disita dari rumah dinas Eddy Rumpoko dan tangan Edi Setiawan, Kabag pengadaan Pemkot Batu. Pengumuman status tersangka terhadap Eddy ini bukan main-main. Mengingat, lembaga antisuah ini, tidak memiliki kewenangan menghentikan penyidikan perkara (SP3) seperti Ppolri dan Kejaksaan. Jadi, status tersangka Eddy Rumpoko, bisa meningkat menjadi terdakwa, karena berkas perkara suap dijamin maju ke Pengadilan Tipikor (Tindak Pidana Korupsi) Surabaya. Pembaca yang terhormat, Dalam hukum pidana, acapkali penyidik tidak terpaku pada pengakuan tersangka, yang sering membantah temuan penyidik atau memungkiri. Apalagi dalam perkara tindak pidana korupsi. Maklum, untuk kepentingan pemberkasan perkara pidana, penyidik masih bisa mencari alat bukti lainnya, sebagai pendukung alat bukti hasil OTT. Oleh karenanya, pengakuan tersangka Eddy Rumpoko, dipastikan tidak akan mempengaruhi kelengkapan berkas perkara hasil penyidikan tim KPK yang akan disidangkan ke Pengadilan Tipikor Surabaya. Maklum, terhitung sejak penetapan Eddy Sebagai tersangka, penyidik KPK memiliki keleluasaan untuk mengumpulkan alat bukti seperti mendengar keterangan saksi, keterangan ahli, surat dan petunjuk. Menurut Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo, S.H., Guru besar FH-UGM Yogjakarta, pembuktian itu mengandung beberapa pengertian. Ada pembuktian logis atau ilmiah. Ada juga pembuktian konvensionil. Dan ada pula pembuktian yuridis yaitu yang terdapat dalam hukum acara. Nah, penangkapan Edy Rumpoko, oleh KPK melalui OTT, masuk dalam ranah pembuktian kejahatan. Eddu Rumpoko, diduga terima suap dari pengusaha Philip Djap. Hasil OTT KPK ini tak mungkin menggunakan pembuktian logis. Apalagi konvensional. Menurut saya, untuk kepentingan tersangka Eddy Rumpoko maupun lembaga KPK, kasus OTT Walikota Batu ini perlu pembuktian yuridis. Maklum, pembuktian yuridis, bernuansa untuk keadilan dan kebenaran . Jadi pendekatan ini relevan bagi pihak-pihak yang beperkara atau yang memperoleh hak untuk menjunjung HAM, termasuk KPK. Maka itu, sampai sekarang, pembuktian yuridis dalam istilah “operasi” tangkap tangan atau OTT, masih menjadi perdebatan diantara ahli hukum, akademisi, maupun praktisi hukum. Mengingat, pembuktian yuridis OTT, acapkali dianggap tidak menuju kepada kebenaran mutlak. Dalam pengamatan saya selama meliput persidangan perkara pidana sejak tahun 1978, sering pengakuan tersangka, kesaksian atau surat-surat terungkap sebagai tidak benar atau palsu atau dipalsukan. Makanya, JPU (Jaksa Penuntut Umum) yang mewakili negara sering mengajukan alat bukti untuk mengkonter pengakuan terdakwa yang palsu atau dipalsukan. Apakah pemungkiran, bantahan atau dalih yang dilakukan tersangka Eddy Rumpoko, akan dilakukan saat di persidangan nanti?. Mari kita tunggu episode proses persidangan perkara Eddy Rumpoko. Temuan saya sejak tahun 1978, pergolakan antara pemungkiran tersangka dengan perlawanan JPU, selalu disertai pembuktian “historis” sejak di tingkat penyidikan. Pembuktian ini mencoba mencari korelasi apa yang telah terjadi secara konkret. Didalamnya ada pembuktian yuridis maupun ilmiah. Ini terkait bahwa pembuktian berarti juga mempertimbangkan secara logis mengapa peristiwa-peristiwa tertentu dianggap benar. Termasuk azas yang terdapat pada hukum acara pidana, dimana seseorang tidak boleh dipersalahkan telah melakukan tindak pidana, kecuali apabila berdasarkan bukti-bukti yang sah hakim memperoleh keyakinan tentang kesalahan terdakwa. Temuan saya mengelola data berbagai peristiwa OTT dari KPK atas pemungkiran seorang tersangka, termasuk pemungkiran mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum dan bekas Ketua MK, Patrialis Akbar, menunjukkan bahwa pemungkiran atau bantahan tersangka dan terdakwa adalah bumbu-bumbu dalam pembuktian perkara pidana. ([email protected], bersambung)

Editor : Redaksi

Tag :

BERITA TERBARU