Home / CatatanHukum : Surat Terbuka atas Penangkapan Wali Kota Batu, Edd

OTT Eddy, Aksi Heroik KPK Lawan Extraordinary Crime

author surabayapagi.com

- Pewarta

Senin, 18 Sep 2017 23:23 WIB

OTT Eddy, Aksi Heroik KPK Lawan Extraordinary Crime

Pembaca yang Terhormat, Wali Kota Batu, Eddy Rumpoko, mengaku saat ditangkap di rumah dinasnya, ia sedang mandi. Pintunya digedor tim KPK. Sementara Wakil Ketua KPK Laode M Syarif mengatakan Eddy Rumpoko, telah menerima Rp 300 juta untuk melunasi pembelian mobil Toyota Alphard. Sabtu, hari naas bagi Eddy, Wali Kota Batu ini diduga akan menerima duit Rp 200 juta di rumah dinasnya. Uang sudah dibawa Philip Djap, di rumah dinasnya, saat Eddy sedang mandi. Philip menunggu. Jadi total suap untuk Eddy mencapai Rp 500 juta atau 10% dari nilai proyek mebeler sebesar Rp 5 miliar lebih. Uang Rp 200 juta, yang dibawa Philip, dan berada dalam bungkusan koran, disita tim KPK. Uang dalam bentuk lembaran Rp 50 ribuan ini disita dari tangan pengusaha properti Philip, yang sedang menunggu Eddy Rumpoko. Apakah kejadian ini masuk dalam kategori tangkap tangan yang dirumuskan UU No 8 tahun 1981 tentang KUHAP? Para ahli hukum pidana bisa terbelah dua. Ada yang berpendapat peristiwa penangkapan Eddy Rumpoko tidak termasuk ketentuan tangkap tangan. Ada yang berpendapat, penangkapan Sabtu itu bagian dari operasi tangkap tangan. Saya sendiri sependapat dengan pendapat ahli hukum yang kedua. Pendapat saya ini mendasarkan pada realita bahwa korupsi sudah termasuk kejahatan luar biasa (extraordinary crime) yang penanganannya juga harus dilakukan secara luar biasa . Pembaca yang Terhormat, Pendapat saya penangkapan Eddy Rumpoko ini bagian dari OTT, berdasarkan konsideran menimbang dari UU No. 20 tahun 2001 tentang Perubahan UU No. 31 tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dalam konsideran ini dinyatakan bahwa tindak pidana korupsi yang selama ini sudah terjadi secara meluas, tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga telah merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat secara luas. Pantas tindak pidana korupsi perlu digolongkan sebagai kejahatan yang pemberantasannya harus dilakukan secara luar biasa. Nah, yang perlu digarisbawahi dalam konsideran menimbang diatas adalah "Korupsi merupakan kejahatan yang pemberantasannya harus dilakukan secara luar biasa". Oleh karena itu wajar jika dalam UU Pemberantasan Korupsi juga dimungkinkan seseorang koruptor dihukum mati (Pasal 2 ayat 2 UU Tipikor). Hakim Agung, seperti Artidjo Alkostar, yang dikenal galak terhadap perkara kasasi pelaku korupsi, umumnya memperberat hukuman kasasi para terdakwa korupsi. Artidjo meyakini bahwa korupsi di Indonesia sebagai Extraordinary Crime. Maka dalam praktik peradilan, terutama para hakim tingkat pertama mulai mempunyai pandangan yang sama. Sebagai contoh, sudah banyak terdakwa yang melakukan korupsi dan diperhadapkan di Pengadilan Tipikor Surabaya . Pembaca yang Terhormat, Eddy Rumpoko, yang selama ini dikenal sebagai populis, akrab dengan rakyatnya dan tidak bermewah-mewahan, mesti tahu bahwa korupsi yang dilakukan setiap penyelenggara Negara korbannya banyak. Terutama rakyat dan negara. Demikian juga, kerugian yang timbul adalah kerugian keuangan negara. Bahkan UU Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juga menegaskan bahwa korupsi juga telah melanggar hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat luas. Sekarang ini, saat OTT Eddy Rumpoko, korupsi di Indonesia sudah bukan lagi menjadi isu lokal kota Batu dan Provinsi Jawa Timur. Korupsi sudah menjadi fenomena nasional. Misal, OTT Wali Kota Batu, disiarkan dua TV berita nasional Metro TV dan TV One, berulang-ulang sejak Sabtu malam hingga Senin kemarin. Mengapa? Mengingat, korupsi memiliki efek destruktif yang luar biasa, ya istri Eddy, anak, teman, karyawannya, sampai lembaga anti korupsi yang di Malang menyebut Malang Corruption Watch (MCW). Oleh karena itu, hukuman bagi koruptor, dari tahun ke tahun, terutama hasil OTT KPK, diatur dan diterapkan untuk menimbulkan efek jera. Pembaca yang Terhormat, Data yang saya himpun dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebutkan bahwa praktik korupsi di Indonesia, ditemukan sekitar 50 persen pelaku yang ditangkap karena terlibat penyuapan. Inilah, suap pun, seperti yang dialami oleh Eddy Rumpoko, oleh KPK dikategorikan sebagai kejahatan korupsi yang masuk kategori kasus luar biasa (extraordinary crime). Penasihat KPK Abdullah Hehamahua, mengatakan ada tiga sebab mengapa korupsi di Indonesia menjadi kejahatan luar biasa. Pertama, korupsi di Indonesia sifatnya transnasional. Artinya, koruptor Indonesia banyak mengirim uangnya ke negara lain. Kedua, pembuktian korupsi di Indonesia itu super. Artinya membutuhkan usaha ekstra keras. Seperti diketahui, 50 persen kasus korupsi bentuknya penyuapan. Koruptor menyuap tak mungkin menggunakan tanda terima atau kuitansi. Secara hukum, pembuktiannya cukup sulit. Itu sebabnya Undang-Undang memberi kewenangan kepada KPK untuk memenjarakan orang yang korupsi dengan seberat-beratnya. Ketiga, dampak korupsi itu luar biasa. Misalnya dari sektor ekonomi, hutang Indonesia di luar negeri mencapai Rp 1.227 triliun. Hutang ini dibayar tiga tahap, 2011 - 2016, 2016 - 2021, dan 2021 - 2042. Pertanyaannya, siapa pun Presiden Indonesia apakah dapat melunasinya pada 2042? Pembaca yang Terhormat, Mempelajari usia UU korupsi yang sudah diundangkan sejak tahun 1960-an, sampai sekarang telah berganti undang-undang sebanyak 4 (empat) kali. Terakhir dengan UU Nomor 20 tahun 2001. Saya mempelajari, meski pergantian undang-undang sebanyak itu, akan tetapi filosofi, tujuan dan misi pemberantasan korupsi tetap sama. Secara filosofis, peraturan perundang-undangan pemberantasan korupsi menegaskan bahwa, kesejahteraan bangsa Indonesia merupakan suatu cita bangsa, dan sekaligus cita pendiri kemerdekaan RI yang dicantumkan dalam Pembukaan UUD 1945, dan diadopsi ke dalam sila kelima dari Panca Sila. Kemudian landasan sosiologis dari penegakan hukum pemberantasan korupsi bahwa kemiskinan yang melanda kurang lebih 35-50 juta penduduk Indonesia sampai sekarang adalah disebabkan karena korupsi yang telah bersifat sistemik dan meluas ke seluruh lapisan birokrasi. (30 % dana APBN terkuras karena korupsi). Selain peran dan pengaruh timbal balik antara birokrasi dan sektor swasta, seperti yang terjadi dalam OTT di Batu, dimana KPK menangkap dua birokrat yaitu Eddy Rumpoko dan Eddy Setyawan, sedangkan dari swasta, Philip Djab, pengusaha hotel yang memenangkan proyek mebel di Pemerintah Kota Baru tahun anggaran 2017 Oleh karena itu, dalam UU ini ditegaskan bahwa setiap ancaman dan hambatan terhadap tercapainya kesejahteraan bangsa ini merupakan pelanggaran terhadap cita bangsa. Makanya sebagai suatu negara hukum, langkah pencegahan dan pemberantasan korupsi, juga harus dilandaskan kepada asas kepastian hukum dan seoptimalnya dilandaskan kepada cita keadilan sebagai cita hukum sejak zaman Yunani. Lalu landasan yuridisnya, adalah UUD 1945. UUD 1945 ini sebagai ”ground-norm” (hukum dasar) yang wajib diwujudkan ke dalam suatu UU yang mencerminkan cita dan tujuan hukum . Maka itu, penggagas UU KPK mewadahi Pemberantasan Korupsi harus mencerminkan asas-asas hukum dan cita hukum. Oleh karena itu, muncul istilah OTT, operasi tangkap tangan terhadap pelaku suap menyuap menggunakan uang Negara. Jadi OTT menurut saya (berdasarkan landasan filosofi, sosiologis dan yuridis pemberantasan tindak pidana korupsi) bukan sekadar tangkap tangan seperti pelaku tindak pidana biasa. Inilah perlakuan Lex specialis derogat legi generali. Asas ini menyatakan bahwa hukum yang bersifat khusus (lex specialis) mengesampingkan hukum yang bersifat umum (lex generalis). Menggunakan pendekatan keadilan substansial, OTT, menurut saya bisa dipandang dilematis dan kontroversial . Terutama di dalam penerapan UU Pemberantasan korupsi (UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Oleh karena itu, menurut saya, semua ahli hukum yang sepakat korupsi di semua lini harus diberantas secara sungguh-sungguh (tindakan yang luar biasa), saatnya peran Kitab UU Hukum Pidana (lege generali) dan UU PK (lex specialis) dan UU administratif serta Hukum Acara Pidana saling memperkuat, dan tidak dipertentangkan, termasuk dengan ketentuan pidana( lex specialis systematic). Saatnya, para penegak hukum (termasuk pengacara) konsisten menafsirkan OTT yang dilakukan oleh KPK secara komprehensif. Terutama mendalami ketentuan dalam UU PK 1999 dan UU PK 2001. Sekaligus mengoptimalkan peranan filsafat hukum dan logika hukum. Insya Allah, menurut saya, penerapan OTT terhadap pelaku suap-menyuap terkait UU PK 1999 dan tahun 2001, perlu disepakati dengan penafsiran hukum yang memadai atas rumusan ketentuan UU PK 1999. Tentu disertai dengan landasan filosofis, yuridis, dan sosiologis yang sesuai jiwa bangsa Indonesia sebagaimana dimuat dalam UUD 1945. Insya Allah, politik hukum pemberantasan korupsi telah berada dalam jalan yang benar. OTT yang dilakukan KPK, tidak perlu ditafsirkan pragmatis untuk kepentingan tersangka dan akal akalan pengacara yang sering diledek, membela yang bayar. OTT yang dilakukan KPK, berdasarkan data yang saya kumpulkan sejak tahun 2007, mengikuti politik pemberantasan korupsi yaitu memelihara dan mempertahankan cita keadilan sosial dan kesejahteraan bangsa di dalam negara RI sebagai negara hukum. Termasuk memelihara dan melindungi hak setiap orang atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum (Pasal 28 D ayat (1) UUD 1945). Sekaligus mempertahankan fungsi hukum pidana khususnya UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Disamping landasan operasionalnya yaitu keseimbangan fungsi pemelihara ketertiban dan keamanan di satu sisi, dan fungsi penjeraan penghukuman di sisi lain di atas landasan asas-asas hukum pidana. Tentu saja menyentuh asas lex specialis derogat lege generali, asas subsidiaritas dan asas proporsionalitas dan last but not least. Termasuk memerankan hukum pidana (UU PK) sebagai ultimum remedium (hukum pidana hendaklah dijadikan upaya terakhir dalam hal penegakan hukum) selain primum remedium yaitu obat pertama untuk membuat jera pelaku tindak pidana korupsi, termasuk tersangka suap di Pemerintah kota Batu. Menggunakan pendekatan ini, saya menilai OTT yang dilakukan KPK selama ini adalah operasi heroik untuk melawan tindak pidana korupsi sebagai extraordinary crime. Setuju. ([email protected], bersambung)

Editor : Redaksi

Tag :

BERITA TERBARU