Home / CatatanHukum : Surat terbuka untuk Pemilih Pilgub Jatim 2018-2023

Khofifah tentang Kemiskinan, Anas-Emil soal Pariwisata, Gus Ipul ....

author surabayapagi.com

- Pewarta

Sabtu, 25 Nov 2017 00:49 WIB

Khofifah tentang Kemiskinan, Anas-Emil soal Pariwisata, Gus Ipul ....

Pemilih Pilgub Jatim Juni 2018, Sebagai pemilih calon Gubernur 2018 mendatang, Anda bisa terdiri pemilih rasional, melek politik dan buta politik. Pemilih rasional mayoritas pemilih muda usia yang tidak mudah tergeret pencitraan cagub Jatim yang sekarang ini mulai sosialisasikan visi, misi dan programnya. Saya berharap, kali ini tidak ada cagub atau cawagub yang meniru Setyo Novanto. Termasuk cara membuat Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) ke KPK. Setya Novanto pada laporan LHKPN tahun 2015 menulis total laporan kekayaan Rp 114 miliar. Harta ini termasuk tanah dan bangunan yang dimilikinya. Saat ini ditemukan Setnov punya rumah-rumah mewah di Jakarta dan NTT. Rumah mewah yang ditempati sehari hari memiliki fasilitas rumah elite di kawasan Jalan Wijaya XIII, Jakarta Selatan. Rumahnya yang seluas 1.600 meter persegi terdiri tiga lantai. Diperkirakan harga rumahnya sekitar Rp 128 miliar- Rp 204 miliar. Selain itu, Setnov juga memiliki rumah mewah empat kavling yang dijadikan satu di Pondok Indah, Jakarta Selatan. Pondok Indah. Bahkan dia diketahui memiliki rumah yang terdiri dari 4 kavling. Diperkirakan rumah 4 kavlingnya di Pondok Indah senilai Rp 81 miliar. Belum lagi rumah mewahnya di Kupang, Nusa Tengara Timur (NTT) seluas 2.000 m2 senilai Rp 12 miliar. Pemilih Pilgub Jatim Juni 2018, Saya berharap Anda mulai sekarang berani menuntut cagub dan cawagub harus jujur dan transparan, jangan meniru Setnov. Selain tentang kekayaan, Anda perlu meminta cagub dan cawagub memiliki kemampuan mengelola APBD Provinsi yang menyejahterakan rakyat, bukan sekedar janji-janji manis saat kampanye, dimana cagub dan cawagub membutuhkan Anda. Dalam Riset Indonesia di Jakarta pada tahun 2016, Direktur Riset Indonesia Toto Sugiarto mengumumkan, 30 persen rakyat menghendaki cagub dan cawagub yang santun, sosok pemimpin juga populer, beretika dan tidak arogan, bersih dari korupsi. Selain tokoh yang pro rakyat. Sekitar 50 persen, rakyat menginginkan sosok cagub yang mampu melakukan perbaikan ekonomi, antara lain dapat meningkatkan kesejahteraan warga, menyediakan lapangan kerja dan mengendalikan kebutuhan pokok. Sementara itu, dari sisi kepribadian, lebih dari 30 persen menginginkan pemimpin yang pro rakyat yakni dekat dengan rakyat, peduli, mau mendengarkan aspirasi dan mampu melayani rakyat dengan baik. Dan 15 persen berita rakyat menginginkan cagub yang anti-korupsi dan taat hukum. Selain itu, cagub-cawagub harus siap berdebat untuk memaparkan visi, misi, serta program kerjanya. Maka itu, saya sarankan Anda yang termasuk pemilih realistis mau mengedukasi pemilih buta politik agar berhati-hati dalam menentukan pilihan cagub-cawagub Jatim 2018 mendatang. Maklum, suka atau tidak, sampai kini masih ada cagub dan cawagub yang hanya bermotivasi uang, kekayaan dan wanita (tiga –Ta). Saya mengindikasikan di antara cagub dan cawagub Jatim 2018 sekarang ini ada yang tidak memahami kebutuhan rakyat Jatim, melainkan para cagub-cawagub yang mempertaruhkan uang (pinjaman atau dimodali Bandar) untuk memasang iklan besar-besar dan masif di berbagai media. Saya berharap pemilih yang buta politik tidak seperti orang membeli kucing dalam karung. Pemilih Pilgub Jatim Juni 2018, Saya ingin menyegarkan Anda bahwa politisi atau elite parpol yang baju dalam Pilgub Jatim 2018 umumnya memiliki tom komunikasi politik. Tugasnya antara lain mengelola manajemen isu. Tujuan mengelola isu tidak lain untuk mempengaruhi kebijakan publik seputar masalah-masalah yang tengah hangat dipertikaikan masyarakat Indonesia yang ada di Jawa Timur. Salah satu pertikaian yang mencuat adalah soal perebutan kader partai yang menjadi Bupati di sebuah kabupaten di Jatim. Jujur, apakah nanti cagub Gus Ipul – Anas, yang bukan incumbent akan mengkritik kebijakan pemerintahan Pakde Karwo sekarang. Tetapi dapat dijamin, cagub Khofifah – Emi Dardak, yang diusung para kyai dan incumbent akan menjamin program Gubernur Soekarwo, akan dilanjutkan. Termasuk tidak mengusik kekurangan dan kelemahan program dalam dua kali menjadi Gubernur berpenduduk 41 juta. Saya tidak percaya, Gus Ipul – Anas, yang diusung PKB-PDIP akan melempar isu-isu yang “mengkritis” kebijakan-kebijakan Gubernur Soekarwo. Apalagi diklaim, cawagub Khofifah yaitu Emil Dardak adalah kader PDIP yang menjadi Bupati Trenggalek. Maklum, dengan kondisi terbaru, pemilih realistis seperti diingatkan benih perang dingin antara SBY dan Megawati, bakal berlanjut dalam kampanye pilgub Jatim 2018 mendatang. Dan saya tebak, tim sukses Gus Ipul-Anas, sebagai komunikator politik akan mengusik isu-isu “hangat” ketimbang isu-isu “dingin” era Gubernur Soekarwo. Artinya, meski dalam event tertentu, Pak De menyatakan Gus Ipul adalah sohibnya. Feeling saya, sekarang, masing-masing tim sukses cagub yang bakal maju sudah memiliki isu-isu keagamaan, kemiskinan, sampai kesenjangan ekonomi. Bahkan bukan hal aneh, bila kini di antara tim sukses dua cagub (ditugaskan menjadi komunikator politik) selain memiliki isu-isu hot, bukan tidak mungkin menambahi “terekayasa” pesan politik. Maklum, dalam komunikasi politik, suatu pesan kadang tidak pernah dibuat secara sembarang. Ada tim pembuat dan pengelola isu untuk melemahkan cagub kompetitornya. Dalam penelusuran saya, insya Allah diantara cagub-cawagub ada yang membangun atau bekerja sama dengan media Logis. Kerja sama dengan media logis untuk merepresentasikan peristiwa politik-ekonomi-sosial yang sering disebut sebagai “realitas.” Dalam sosialisasi dan kampanye nanti, media menempati tempat strategis cagub, karena media bagian dari komunikasi politik. Lebih-lebih, kini di tengah peralihan antara Era Industrik menjadi Era Informasi, ada kecenderungan informasi telah menjadi komoditi yang “laku” dipasarkan. Terutama ditemukannya media-media baru akibat hasil perkembangan teknologi. Bahkan bisa jadi bakal ada “Hot media”, seperti Tabloid yang digunakan mengebom capres Jokowi tahun 2014 dan cagub Soekarwo, tahun 2008. Pemilih Pilgub Jatim Juni 2018, Khofifah dan Emil, selama ini punya konsep kemiskinan, dan pariwisata. Sedangkan cawagub Azwar Anas, dikenal akrab dengan manajemen pariwisata. Sedangkan Gus Ipul, sejauh ini belum dikenal memiliki keahlian bidang ekonomi-sosial maupun kemasyarakatan yang bermanfaat langsung. Siapapun praktisi politik, akademisi SKPD sampai wartawan yang ketemu saya, sama-sama memiliki kesan yang sama bahwa Gus Ipul, dikenal memiliki keahlian unik, guyonan, cengengesan dan obral joke. Bahkan ada seorang profesor bidang ekonomi yang pernah mengikuti pidato Gus Ipul di kampus maupun di publik, isinya tidak ada. Berbeda dengan Gubernur Jatim Soekarwo, yang selain bicara dengan angka, juga visi dan konsep ekonomi kerakyatan. Pria kelahiran Bangil ini, menurut saya, sosok aktivis NU yang tak kehabisan Joke-joke. Catatan yang saya miliki joke Gus Ipul, luas dari urusan perempuan sampai politik. Dalam komunikasi politik, pola semacam ini memang ‘’keunggulan’’ Gus Ipul yang tidak dimiliki oleh Khofifah maupun La Nyalla. Maka dalam marketing politik, apa yang telah diakui oleh sebagian publik sudah merupakan brand yang melekat pada diri Gus Ipul. Mengingat, brand atau merek merupakan sebuah identitas dari elite politik sebagai sebuah produk. Termasuk untuk cepat dikenal publik atau konsumen. Dalam sudut pandang saya yang juga pernah menjadi wartawan pariwisata saat di Surabaya Post dulu, kepariwisataan memiliki keterpaduan oleh faktor permintaan dan faktor ketersediaan. Artinya, faktor permintaan terkait oleh permintaan pasar wisatawan domestik dan mancanegara. Sedangkan faktor ketersediaan dipengaruhi oleh transportasi, atraksi wisata dan aktivitasnya, fasilitas-fasilitas, pelayanan dan prasarana terkait serta informasi dan promosi Pertanyaannya, baik Azwar Anas maupun Emil Dardak, bisa menyulap Provinsi Jatim menjadi salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki obyek-obyek wisata yang sangat menarik. Misalnya dengan tagline ”Visit East java”, sebagai pendukung program pariwisata nasional ”Wonderful Indonesia”. Bahkan ditangani dua ahlinya, bukan tidak mungkin pengelolaan pariwisata di Jawa Timur dapat menjadi andalan baru penyumbang PAD diluar pajak kendaraan bermotor. Demikian juga Khofifah, yang kini masih menjadi Menteri Sosial. Posisinya yang sering turun di lapangan, termasuk sebagai Ketua Fatayat NU, memiliki keuntungan membantu orang miskin sekaligus menurunkan angka kemiskinan nasional. Sebagai salah satu tim sukses Jokowi dalam Pilpres 2014 yang lalu, Khofifah mengenal sangat detail tentang pengintegrasian beberapa bantuan sosial dalam satu kartu yaitu Kartu Keluarga Sejahtera ke 10 juta KPM. Logika berpikir saya, sadar atau tidak, dengan posisi sebagai menteri sekaligus Cagub, Khofifah juga tidak bisa diremehkan oleh Gus Ipul sebagai pesaing utama. Mengingat, dalam kedudukan Mensos, Khofifah sangat paham dengan program-program yang populis. Bahkan untuk kawasan grassroot, Khofifah sering turun di desa-desa di seluruh 30 Kab/kota se Jatim. Baik dalam kapasitas Mensos maupun Ketua Fatayat NU. Apalagi, Khofifah kini memilik konsep menurunkan angka kemiskinan. Antara lain program percepatan integrasi data berbagai perlindungan sosial bisa terwujud. Program ini, dianggap sesuai dengan amanat Undang-undang Nomor 13 Tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin. UU ini memberi tugas kepada Kementerian Sosial untuk melakukan verifikasi dan validasi data setiap dua tahun sekali. ([email protected])

Editor : Redaksi

Tag :

BERITA TERBARU