Home / CatatanHukum : Surat Terbuka untuk Gubernur Soekarwo, Gus Ipul, K

Khofifah, Kader Sesungguhnya Pak De Karwo

author surabayapagi.com

- Pewarta

Jumat, 08 Des 2017 01:52 WIB

Khofifah, Kader Sesungguhnya Pak De Karwo

Pak De Karwo, Khofifah, dan Gus Ipul, Di masyarakat sekarang, terutama kalangan akademisi dan politisi, mulai bertanya-tanya, siapa sebenarnya cagub ( calon gubernur) yang dikader Pak De Karwo untuk meneruskan gagasan-gagasan membangun provinsi Jawa Timur ke depan? Gus Ipul atau Khofifah?. Bahkan bisa menyerempet cawagub Azwar Anas atau Emil Dardak? Bahkan bisa menyengat kita semua, anak bangsa yang peduli (concern) terhadap masalah kebangsaan sekarang ini yaitu ketimpangan sosial, pengangguran dan kemiskinan. Pak De Karwo, yang saya kenal adalah birokrat tulen, politisi dan akademisi yang pro-rakyat (Marhaen). Dengan tipologi kepemimpinan yang saya catat ini, Pak De Karwo, lebih tepat saya sebut Pemimpin bangsa yang mendekati Soekarno. Artinya, Pak De Karwo, bukan sekedar pemimpin organisasi “sekelas” Pemerintahan daerah di sebuah provinsi. Sebagai pemimpin, Pak De, bisa dipersepsikan pemimpin yang memobilisasi orang lain menuju tujuan bersama oleh pemimpin dan pengikut di 38 Kabupaten/kota se Jatim. Jadi, bukan ‘’terbatas’’ di internal Pemprov Jatim semata. Menggunakan konsep kepemimpinan kerakyatan, pemimpin berkebangsaan yang dijalankan Pak De Karwo, menggunakan tolok ukur regresi dan histori kulturalnya, hasil capaian Pak De Karwo, bukan atau tidak menciptakan pengikut, tapi menciptakan lebih banyak pemimpin-pemimpin yang satu pemikiran yaitu pro-rakyat yaitu pro-poor dan pro job di tengah pro growth. Mengingat, pemimpin sejati bukan orang yang mempunyai banyak pengikut atau kader, tapi yang menciptakan paling banyak pemimpin. Contoh Ir. Soekarno, yang sampai sekarang yaitu generasi anak-cucu dan cicitnya masih kagum dengan gagasan-gagasan kebangsaannya atau national building. Makanya, di atas makam Bung Karno, terdapat batu pualam hitam bertuliskan: "Di sini dimakamkan Bung Karno Proklamator Kemerdekaan Dan Presiden Pertama Republik Indonesia. Penyambung Lidah Rakyat Indonesia” Kata “penyambung lidah rakyat Indonesia”, menurut saya perlu dibaca keaktualitasannya oleh anak bangsa pada periodisasinya mereka bergerak. Mengingat, setiap zaman memiliki tantangan yang berbeda. Misal Bung Karno, meninggal dunia pada tahun 1970. Suara ( aspirasi) rakyat pada periode sampai tahun itu berbeda dengan rakyat era sekarang ( generasi now). Juga rakyat generasi milenial (seusia cawagub Azwar Anas dan Emil Dardak) berbeda kebutuhannya dengan kebutuhan (aspirasi) generasi Pak De Karwo, Khofifah dan Gus Ipul ( generasi babby bomer). Ini sekedar contoh periodisasi tantangan generasi ke generasi terkait kebutuhan lima tingkatan dari tingkat dasar yaitu sandang, papan, pangan dll ( teori hirarki kebutuhan, Abraham Maslow). Pak De, Khofifah, dan Gus Ipul, Anda yang memulai karier politik di Golkar (era Pak Said, Jl. Progo Surabaya), PDI-PDP (Suryadi dan Megawati), PKB dan PPP, insha Alloh sama-sama tahu bahwa pada akhir masa kepengurusan organisasi mana pun termasuk parpol, wacana yang sering timbul ke permukaan adalah ‘siapakah yang akan menggantikan posisi si Dullah?’ (kaderisasi organisasi). Pertanyaan yang muncul, ‘pantaskah si A menggantikan Dullah, yang sudah tak mungkin dipilih lagi?’. Wacana seperti ini acapkali meresahkan sebagian pengurus organisasi yang akan turun ‘’tahta’’. Salah satunya ada kekhawatiran tidak muncul atau dimunculkannya generasi penerus, pasca Dullah lengser. Hal ini bisa menghantui anggota organisasi atau simpatisannya. Acapkali sering muncul pertanyaan ‘siapa yang bertanggung jawab akan kekosongan amanah yang ada?’. Pada umumnya, muncul secara spontan dan kasak-kusuk. Nuansanya mengarah pada satu bidang, yaitu “kaderisasi” di tubuh organisasi itu. Hem, pada dasarnya memang, bidang kaderisasi ini yang memiliki tanggung jawab besar akan penyiapan kader-kader pengurus selanjutnya. Namun tidak menafikkan bahwa sebenarnya ini adalah tanggung jawab bersama. Pak De Karwo, Khofifah, dan Gus Ipul, Bagi saya, kaderisasi adalah proses, cara, perbuatan mendidik atau membentuk seseorang menjadi kader. Pemahaman saya, kader suatu organisasi merupakan orang yang diharapkan akan memegang peranan penting di dalam pemerintahan, partai, ormas, dan sebagainya. (Kamus Besar Bahasa Indonesia, KBBI) Sedangkan kaderisasi menurut Islam diartikan sebagai usaha mempersiapkan calon-calon pemimpin hari esok yang tangguh dalam mempertahankan dan mengembangkan identitas khairu ummah yaitu umat terbaik. Hal ini sesuai dengan seruan Allah dalam Al-Qur’an. “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.” (Q.S. Ali Imran : 110) Dari ayat ini dapat ditafsirkan bahwa kaderisasi menurut Islam tidak terbatas pada dimensi organisasi, tetapi lebih luas dari itu. Bahkan kaderisasi dalam Islam menjadi tugas yang mulia untuk membentuk pribadi yang Rabbani dengan karakteristik umat terbaik. Makanya, kaderisasi dalam islam dibingkai dalam aktivitas dakwah dan tarbiyah. Dakwah sebagai aktivitas menyeru kepada kebaikan. Dalam hal ini, orang orang yang terpanggil untuk berbuat kebaikan kemudian diarahkan untuk proses pendidikan (tarbiyah). Adakah ini dimiliki Gus Ipul, Khofifah, Azwar Anas dan Emil Dardak? Jadi, bila kita sama-sama berpikir umat ( bangsa)? mengkader umat menjadi hal yang penting dan utama di tengah situasi umat saat ini yang terjangkiti sifat individualistis, instan tetapi banyak yang kreatif (generasi Now). Mengingat, diantara generasi now, dari hasil penelitian beberapa lembaga psikologi sosial, ada umat (generasi milenial) yang terlihat disorientasi, jauh dari agama, hedonis, dan suka membuat kerusakan. Penyakit ini, bila dibiarkan dan tidak ada generasi yang meluruskan, dapat dibayangkan 10 tahun kemudian bumi ini berisi orang-orang yang jauh dari karakter pribadi yang soleh. Bisa jadi bakal ada kekacauan dan kerusakan. Kerusakan ini bisa menjadi santapan utama tiap harinya. Jadi, pada dasarnya pemimpin pro-rakyat sekelas Pak De Karwo, yang turut bertanggungjawab atas ini semua. Tentu dengan predikat pemimpin yang melekat pada kita, pemimpin bangsa bukan sekedar pemimpin organisasi pemerintahan provinsi semata. Ini artinya, Pak De Karwo adalah subjek yang melakukan proses kaderisasi (seorang pemimpin) telah menciptakan proses kaderisasi yang baik sebelumnya yaitu pemimpin berjiwa kerakyatan (pro-rakyat), bukan pemimpin yang memiliki segudang joke dan banyolan. Pak De Karwo, Khofifah, dan Gus Ipul, Pemimpin kebanggaan sekelas Soekarwo dan Soekarno (BK), adalah pemimpin yang telah dinilai mampu membentuk seseorang sesuai dengan tujuan awal pengkaderan, yaitu pemimpin pro-rakyat. Maklum, tidak dapat dipungkiri kunci sukses sebuah kaderisasi berada pada subjek pengkader (kepemimpinan). Tentu pengkaderan untuk umat ( bangsa), bukan pengkaderan di organisasi pemerintahan provinsi Jatim semata. Dan ini tugas yang mudah. Ketidakmudahan ini yang sering kali membuat orang enggan melakukan pengkaderan, maklum terkait dengan nilai-nilai kepemimpinan. Dan ini yang saya serap dari gaya kepemimpinan Pak De Karwo selama menjadi Gubernur Jatim dua periode. Dalam diri Pak De Karwo, ada pamong yang merakyat ( birokrat tulen), ada birokrat yang pembelajar ( suka bergaul dengan akademisi dan menulis buku ekonomi kerakyatan) dan politisi yang dekat dengan tokoh-tokoh partai lintas partai hingga akhirnya mau berlabuh menjadi pengurus partai Demokrat di provinsi Jawa Timur. Dengan menyinergikan 3 pilar (birokrar, cendekiawan dan politikus), saya tidak percaya pemimpin sekelas Pak De berkewajiban mengkader Gubernur dari dalam Pemprov Jatim semata. Misal, diniscayakan, kader Pakde Karwo dalam Pilgub Jatim 2018 hanya Gus Ipul semata. Justru berpikir tiga pilar kebangsaan ini, yang paling mendekati realistis adalah Pak De Karwo, mengkader dari figur orang yang dekat di Partainya sendiri yaitu Partai Demokrat atau tokoh politisi yang punya link dengan SBY, Ketua Umum Partai Demokrat (PD) dan penguasa sekarang. Sementara Gus Ipul, jauh hari, sebelum PD mengusung Khofifah, telah diusung PKB dan PDIP. Logika politik saya, tidak ada rumus bahwa elite partai Demokrat sekelas Pak De, mau menampilkan Gus Ipul, sebagai kader Gubernur Jatim yang telah berkendaraan partai politik PKB dan PDIP. Akal sehat saya mengatakan Gus Ipul, yang diusung partai berbendera hijau dan merah, pasti bukan bagian dari perencanaan kader partai Demokrat kini dan mendatang. minimal sampai Pilpres 2019. Saya menggambarkan ini teringat model Pengkaderan atau pembentukan umat yang baik oleh tauladan kita, Rasulullah Saw. Bahkan justru ditangan beliau, lahirlah sosok Abu Bakar As Sidiq, Umar bin Khatab, Usman bin Affan, Ali bin Abi Thalib dan lain-lain. Makna yang saya dalami pengkaderan untuk umat Islam, memperlihatkan kebersihan aqidahnya, kelurusan ibadahnya, dan kecemerlangan akhlaknya. Ini mendekati pada diri Khofifah. Bukti dari ini semua adalah suksesnya mereka dalam menjadi khalifah. Meskipun banyak tantangan yang menghampiri, namun dengan izin Allah semuanya dapat diatasi. Pertanyaannya, siapa kader umat yang layak memimpin provinsi Jatim, Gus Ipul atau Khofifah?. Akal sehat saya berkata, kader untuk kemaslahatan anak bangsa Indonesia di Jawa Timur yang siap memecahkan masalah keadilan sosial, pengangguran dan kemiskinan adalah Khofifah, bukan Saifullah Yusuf alias Gus Ipul. Pak De, Khofifah, dan Gus Ipul, Sebagai generasi Babby bommer, saya kira tak ada yang tidak sepakat bahwa masa depan suatu bangsa ditentukan oleh generasi muda yang saat ini sedang tumbuh (generasi now). Generasi muda yang saat ini berusia 16-30 tahun ini, saya catat banyak menyerap berbagai macam ilmu yang diperoleh dari mana saja termasuk dari internet, pendidikan formal, pendidikan informal, maupun teknologi informasi-komunikasi yang semakin maju . Oleh karena itu, generasi Now, perlu dibekali karakter building. Menyadari begitu pentingnya karakter building, Bung Karno pernah mengatakan “Seribu orang tua hanya dapat bermimpi, satu orang pemuda dapat mengubah dunia”. Sebagai pemimpin masa depan, generasi now yang sama-sama menjadi pasar utama cagub-cawagub pilgub Jatim 2018, ternyata sejak tahun lalu, sudah digarap secara terus menerus oleh semua cagub, baik Gus Ipul dengan pendekatan wagub Jatim aktif maupun Menteri Sosial aktif, Khofifah. Menurut undang-undang nomor 40 tahun 2009 tentang kepemudaan, yang dimaksud pemuda adalah warga Negara Indonesia yang memasuki periode penting pertumbuhan dan perkembangan yang berusia 16 (enam belas) sampai 30 (tiga puluh) tahun. Nah, apakah Azwar Anas dan Emil Dardak, masih pantas mengklaim pemuda, lebih spesifik generasi Now atau generasi milenial atau Y. ([email protected], bersambung)

Editor : Redaksi

Tag :

BERITA TERBARU