Home / CatatanHukum : Surat Terbuka untuk Gubernur Soekarwo, Gus Ipul, K

Jadi Menteri Lebih Susah Ketimbang Gubernur

author surabayapagi.com

- Pewarta

Kamis, 14 Des 2017 08:02 WIB

Jadi Menteri Lebih Susah Ketimbang Gubernur

Pak De Karwo, Khofifah dan Gus Ipul, Seharian Rabu kemarin, saya bertemu dengan beberapa pengusaha, pengurus partai politik, dosen dan praktisi hukum Surabaya, di tempat yang berbeda. Mereka mempertanyakan, mengapa sudah menjadi Menteri Sosial, Khofifah ingin meraih jabatan Gubernur Kepala Daerah Provinsi Jatim? Mereka menganggap jabatan menteri lebih tinggi dan terhormat daripada jabatan Gubernur. Saya merenung, apa karena ketidaktahuannya mengenai hukum administrasi negara dan hukum tata negara? Pertanyaannya, benarkah, posisi Gubernur sebenarnya lebih tinggi dari Menteri. Menurut kewenangan dalam hukum administrasi Negara benar. Terhormatnya kedudukan Gubernur dipertegas juga dalam UU No. 23 Tahun 2014. Dalam UU ini dinyatakan Gubernur adalah Wakil Pemerintah Pusat. Sebagai Wakil Pemerintah Pusat, Gubernur berwenang untuk melaksanakan pembinaan, pengawasan, dan koordinasi terhadap daerah kabupaten/kota. Penguatan fungsi Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat ini dimaksudkan guna memperkuat hubungan antar tingkatan pemerintahan. Jadi, kini kedudukan Gubernur selaku Wakil Pemerintah Pusat hubungan dengan bupati/Walikota bersifat bertingkat. Dalam hubungan ini, gubernur melakukan wewenangnya pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah. Sebaliknya bupati/Walikota dapat melaporkan permasalahan yang terjadi dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah, termasuk dalam hubungan antar kabupaten/kota ke Gubernur. Praktis, Gubernur adalah penyelenggara pemerintahan daerah provinsi berkedudukan sebagai kepala daerah provinsi dan wakil pemerintah pusat di daerah, seorang yang bertanggung jawab kepada presiden. Dan kedudukan sebagai kepala daerah bersandar pada bentuk pelimpahan kewenangan demi efisiensi, efektivitas, dan akuntabilitas pemerintahan di wilayah provinsi. Gubernur yang dilantik langsung oleh Presiden, posisi Gubernur ini sebenarnya lebih tinggi dari Menteri. Mengingat Gubernur era UU no 23 tahun 2014 adalah tangan kanan Presiden di daerah. UU mengamanatkan Gubernur tidak hanya menggerakkan dan mengorganisir struktur Pemerintah SKPD-nya, tapi juga sampai kelurahan dan desa-desa. Pak De Karwo, Khofifah dan Gus Ipul, Sementara kedudukan hukum menteri diatur dalam Pasal 17 UUD 1945 BAB V Kementerian Negara. Ayat 1 : "Presiden dibantu oleh Menteri-Menteri Negara". Ayat 2 : "Menteri-Menteri itu diangkat dan diberhentikan oleh Presiden". Dan Ayat 3 : "Setiap Menteri membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan ditentukan oleh konstitusi kita. Konstitusi kita ini merupakan sistem presidensial, adanya relasi tiga pihak yang harus dijaga/dipelihara oleh seorang menteri yaitu: (1) hubungan dengan presiden; (2) hubungan dengan wakil presiden; dan (3) hubungan sesama menteri dalam posisi sebagai pembantu presiden. Seperti halnya Puan Maharani, Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan yang berasal dari partai politik pendukung utama Presiden Jokowi, ketika bergabung dalam kabinet, posisi Puan adalah pembantu presiden, bukan pembantu ketua partai politik pengusulnya, PDIP. Demikian juga Khofifah. Dalam posisi demikian, begitu menerima jabatan menteri, mereka harus siap mengabdi membantu presiden. Artinya, dengan menerima posisi menteri, pengabdian kepada presiden harus utuh dan tidak boleh terbelah. Tanpa itu, seorang menteri akan sulit keluar dari jebakan kesetiaan ganda. Sampai detik ini, konstitusi kita mengatur bahwa tuntutan bagi menteri adalah memberikan pengabdian utuh kepada presiden menjadi tekanan khusus. Praktik sejak pemerintahan SBY, mengharapkan seorang ketua umum partai politik ikhlas mengikuti kebijakan Presiden, yang bukan atasan langsung parpolnya, sangat sulit. Meski demikian, seorang yang menteri selalu diposisikan bak ”ayam bertelur emas” oleh partai pengusul. Dengan ketentuan demikian, Menteri negara tidak bertanggung jawab kepada DPR. Kedudukannya tidak tergantung pada dewan, tapi pada Presiden, menteri negara bukan pegawai tinggi biasa tetapi pimpinan departemen. Sementara kewenangan di Departemen, seorang menteri hanya mengetahui seluk beluk tentang lingkungan pekerjaannya. Ia baru mempunyai pengaruh besar terhadap presiden dalam menentukan politik negara mengenai departemennya. Maklum, menteri adalah tangan kanan presiden yang mempunyai hak serta dapat mewakili tugas presiden. Pak De Karwo, Khofifah dan Gus Ipul, Mengapa Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa, bersemangat maju Pilgub yang ketiga kalinya di provinsi yang sama seperti tahun 2008 dan 2013 yaitu Jawa Timur? Apakah ia tidak nyaman disebut pembantu presiden? Saat ini dalam kedudukan Mensos, bisa dengan mudah memerintah Gubernur Pak De Karwo, apalagi Wagub Gus Ipul. Ini karena hierarki di pemerintahan. Termasuk perintah untuk ikut sukseskan program Kemensos Khofifah. Yang pasti, saat bekerja sebagai menteri, posisinya adalah pengabdian untuk negeri. Mengingat karena pengabdian, logikanya seorang menteri tak perlu ada kepentingan lain kecuali untuk kepentingan bangsa dan Negara. Sekaligus membangun dan menciptakan kesejahteraan dan keadilan sosial bagi masyarakat. Aspek idiilnya, berhubung seorang menteri merupakan pengabdian, maka kepentingan pribadi harus ditenggelamkan. Terutama untuk kepentingan yang jauh lebih besar. Maka itu, Presiden Jokowi, melarang menteri masih menjabat sebagai pengurus parpol atau ketua Partai Politik. Berbeda dengan Gubernur, Undang-undang No 23 Tahun 2014, mengamanatkan bahwa gubernur memiliki peran ganda, yaitu (1) sebagai pemangku dan pelaksana desentralisasi, dan (2) sebagai pemangku dan pelaksana dekonsentrasi, atau wakil dari pemerintah pusat . Dengan demikian akuntabilitas seorang gubernur adalah kepada rakyat yang memilihnya dan kepada presiden selaku kepala negara. Dalam melaksanakan tugasnya gubernur mendapatkan dana dari dua sumber yakni dari APBD dan dari APBN dalam bentuk dana dekonsentrasi. Nah peran ganda tersebut maka tugas gubernur dalam kerangka dekonsentrasi meliputi: (1) Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten dan kota, (2) Koordinasi penyelenggaraan urusan pemerintah provinsi dan kabupaten/kota, dan (3) Koordinasi pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan tugas pembantuan di daerah provinsi dan kabupaten/kota. Antara lain melakukan rapat koordinasi secara berkala dengan para bupati dan Walikota, terutama dapat tercipta mekanisme kerja sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pak De Karwo, Khofifah dan Gus Ipul, Apa karena gubernur mendapatkan dana dari dua sumber yakni dari APBD dan dari APBN dalam bentuk dana dekonsentrasi, Khofifah ingin meraih jabatan Gubernur yang ketiga kalinya? Wallahua’lam, hanya Khofifah yang mengetahuinya. Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, pernah menyatakan dalam pemerintahan Presiden Joko Widodo, posisi gubernur menduduki posisi yang lebih tinggi dari pejabat setingkat menteri. Kedudukan Gubernur yang tak dimiliki menteri adalah, seorang gubernur dilantik Presiden, sesuai dengan UU. Sekarang, seorang Gubernur sekaligus tangan kanan Presiden di suatu provinsi. Makanya, gaji Gubernur Jawa Timur per bulan Rp 642.360.003, per tahun Rp 7.708.320.036. Gaji Wagub Jawa Timur per bulan Rp 627.240.003, dan per tahun Rp 7.526.880.036. Sementara gaji Gubernur Jawa Barat per bulan Rp 603.422.043, per tahun Rp 7.241.064.521, Wagub Jawa Barat per bulan Rp 584.942.043, per tahun 7.019.304.521. lalu, Gubernur Jawa Tengah per bulan Rp 438.097.208, per tahun Rp 5.257.166.498, Wagub Jawa Tengah per bulan Rp 422.977.208, per tahun Rp 5.075.726.498. Padahal, menjadi menteri lebih susah ketimbang jadi Kepala Daerah. Menteri hak prerogatif Presiden. Sedangkan Kepala Daerah hak prerogatif rakyat. Dan untuk jadi gubernur atau bupati/Walikota, asal duit banyak, namanya ngetop, dan punya kendaraan politik, bisa terpilih. Sementara untuk jadi menteri, meskipun nama ngetop, titel depan belakang, jika Presiden tak berkenan, tidak akan dilirik. ([email protected]. bersambung)

Editor : Redaksi

Tag :

BERITA TERBARU