Dilema Pemerintah Terima Hujatan

author surabayapagi.com

- Pewarta

Jumat, 23 Apr 2021 21:48 WIB

Dilema Pemerintah Terima Hujatan

i

Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Ali Mochtar Ngabalin

 

Pengakuan Ali Mochtar Ngabalin , Youtube Jozeph Paul Zhang , Influencer Sherly Annavita dan Ceramah Yahya Waloni

Baca Juga: Eksekusi Terpidana Mati Narkoba akan Dipercepat, Untuk Persempit Peredaran Narkoba dari Lapas

 

SURABAYAPAGI.COM, Jakarta - Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Ali Mochtar Ngabalin, minggu-minggu ini saat ada tudingan penistaan agama oleh Jozeph Paul Zhang, mendadak mengungkapkan hal yang mengejutkan.

Ali Ngabalin dalam sebuah acara bertajuk "Catatan Demokrasi" yang disiarkan oleh kanal YouTube tvOne News, pada hari Kamis (22/4/2021).

Dalam acara tersebut, Ali Ngabalin blak-blakan mengatakan jika ustaz Yahya Waloni di persoalkan ceramahnya dan dikenakan pidana, nantinya akan ada tudingan Istana melakukan kriminalisasi ulama.

 

Dikambing Hitamkan

Ali Ngabalin mengakui, memang banyak tokoh-tokoh nasional yang kerap diseret oleh Ustaz Yahya Waloni dalam ceramah kontoversialnya.

"Yahya Waloni itu menyebutkan jelas-jelas nama Ali Mochtar Ngabalin, Tuan Guru Bajang, Kiai Ma'ruf Amin, dan Megawati Soekarnoputri dalam pidato-pidatonya," jelas Ali Ngabalin dikutip GenPI.co, Kamis (22/4/2021).

Oleh sebab itu, Ali Ngabalin mengungkapkan, jika salah satu pihak melaporkan Ustaz Yahya Waloni, nanti takut akan muncul isu bahwa ada kriminalisasi terhadap ulama.

"Kalau saya lapor dia sebagai korban ini, (narasi) apa yang keluar? Melakukan kriminalisasi pada ulama," tegas Ali Ngabalin.

Pasalnya, Ustaz Yahya Waloni merupakan seorang pendakwah, jika Ali Ngabalin melaporkan ke pihak berwajib, akan menyeret nama 'pemerintah' karena Ali Ngabalin sendiri merupakan seorang pejabat pemerintahan.

Maka, Ali Ngabalin mengaku berhati-hati dalam melaporkan, takutnya pemerintah akan dikambinghitamkan karena masalah ini.

"Tapi, kalau saya datang langsung ke Bariskrim kemudian saya lapor, pasti dibilang, 'oh ini dibilang orang pemerintah, ini penistaan terhadap ulama, kriminalisasi'," beber Ali Ngabalin.

 

Sudah Seperti Ulama Besar

Ali Ngabalin pun meminta agar logika serta hati nurani kita digunakan perihal ceramah Ustaz Yahya Waloni. "Dia baru membaca satu lembar sudah seperti ulama besar. Kemudian, tidak ada satu mimbar pun yang dia tidak pakai dengan menghujat dan caci maki," pungkas Ali Ngabalin.

 

Zhang vs Deddy Corbuzier

Beda dengan Jozeph Paul Zhang serang Deddy Corbuzier. Jozeph Paul Zhang berani kutuk Deddy Corbuzier jadi kodok.

Jozeph Paul Zhang lewat videonya yang dibagikan ulang kanal Youtube Masojicom, juga sindir, Deddy Corbuzier.

Dalam video berjudul 'Jozeph Paul Zhang vs Deddy Corbuzier Balas Argumentasi' yang tayang pada Kamis (22/42021) Paul Zhang membalas sindiran itu dengan menyebut Deddy suka self service. "Tema kita hari ini, om Deddy Corbuzier ternyata suka self service. Haleluya," ujar Paul Zhang mengawali videonya itu.

Baca Juga: Utusan Presiden Bikin Kegaduhan

 

Tak Terima Dituding Kumisnya Jelek

"Si om Deddy pagi-pagi bahas gua, bahasnya apa 'si Paul kumisnya jelek'. Kurang asem!," geram Deddy Corbuzier.

Tak terima kumisnya disebut jelek, Zhang pun melontarkan ucapan mengutuk Deddy Corbuzier menjadi kodok. "Lu (Deddy Corbuzier) menghina gua lu, penistaan lu. Gila lu! Gua kutuk lu jadi kodok dalam tempurung," ucapnya.

Jozeph Paul Zhang juga menilai judul podcast Deddy Corbuzier itu merupakan hate speech (ujaran kebencian) lantaran telah menghina kelemahan orang lain.

"Lu menghina kelemahan orang lain lu. Gak boleh. Itu namanya hate speech," ujarnya

 

Hilangnya Frasa Agama

Sementara Influencer Sherly Annavita memberikan tanggapan terkait hilangnya mata kuliah Pancasila dan Bahasa Indonesia di jenjang pendidikan tinggi, seiring terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2021 tentang Standar Nasional Pendidikan (PP SNP).

Sherly Annavita mengaku tak habis pikir dengan keputusan pemerintah yang menghilangkan Pancasila dan Bahasa Indonesia sebagai mata kuliah wajib bagi mahasiswa.

Menurut Sherly Annavita, hilangnya Pancasila dan Bahasa Indonesia sebagai mata kuliah wajib mengingatkannya pada hilangnya frasa agama dalam Peta Jalan Pendidikan Nasional 2020-2035.

"Tidak dimuatnya Pancasila dan Bahasa Indonesia sebagai mata pelajaran wajib bagi mahasiswa dalam PP Nomor 57 Tahun 2021 benar-benar membuat kita tak habis pikir. Ini mengingatkan kita pada hilangnya frasa agama," kata Sherly Annavita, dari unggahan Instagram @sherlyannavita, Selasa, (20/4/ 2021(.

Baca Juga: Kompolnas Ingatkan Polri, Penyalahgunaan Kewenangan akan Lemahkan Polri

Sherly Annavita pun mengatakan, pemerintah dan Mendikbud Nadiem Makarim harus menjelaskan secara terbuka kepada publik tentang alasan hilangnya Pancasila dan Bahasa Indonesia sebagai mata kuliah wajib.

"Mendikbud Nadiem Makarim dan pemerintah harus menjelaskan secara terbuka. Kalau pun itu murni kelalaian, jangan sampai kelalaian fatal seperti itu terjadi terus menerus hingga terkesan disengaja," kata Sherly Annavita.

Sherly Annavita juga mengingatkan, jangan sampai berulang munculnya kebijakan-kebijakan yang kontroversial tersebut menimbulkan kesan bahwa hal itu memang disengaja.

 

Hilangkan Agama dan Pancasila

"Jangan sampai berulangnya peristiwa itu menimbulkan kesan kuat di publik bahwa ada pihak-pihak yang sengaja tanpa lelah terus berusaha menghilangkan agama, Pancasila, dan Keindonesiaan dari jiwa para penerus bangsa," kata Sherly Annavita.

Terakhir, Sherly Annavita mengingatkan masyarakat untuk terus mengawasi kebijakan para pemimpin di Indonesia.

"Ini juga teguran kepada kita semua untuk terus serius mengawasi apa pun kebijakan para pemimpin kita. Jangan sampai kita suka teriak, kita Indonesia, kita Pancasila, tapi ketika frasa agama, pelajaran Bahasa Indonesia dan Pancasila hilang, lantas kita diam saja," tutur Sherly Annavita.

Sebelumya, PP SNP dari Kemendikbud menuai banyak kritik dari berbagai kalangan karena tidak memuat Pancasila dan Bahasa Indonesia sebagai muatan kurikulum wajib di dalam standar pendidikan nasional.

Setelah menerima banyak kritik, Nadiem Makarim lantas menegaskan bahwa mata kuliah Pancasila dan Bahasa Indonesia akan tetap ada di dalam kurikulum di jenjang pendidikan tinggi, dan pihaknya akan segera mengajukan revisi PP SNP.

"Kami kembali menegaskan bahwa Pancasila dan Bahasa Indonesia memang selalu dan akan tetap diwajibkan dalam kurikulum, sehingga untuk mencegah terjadinya kesalahpahaman lebih jauh, kami akan mengajukan revisi PP SNP terkait substansi kurikulum wajib," kata Nadiem Makarim. n erc/jk/cr2/rmc

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU