Home / Catatan Tatang : Renungan HPN 2022

Kombinasi Pers Provinsi dengan Online, Semangat Anti Oligark

author surabayapagi.com

- Pewarta

Senin, 07 Feb 2022 20:44 WIB

Kombinasi Pers Provinsi dengan Online, Semangat Anti Oligark

i

Dr. H. Tatang Istiawan

Insan Pers tahu setiap peringatan Hari Pers Nasional (HPN), 9 Febuari, teringat tanggal pendirian organisasi Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) di Solo, pada masa revolusi, 9 Febuari 1946. Tak salah, dalam setiap peringatannya, publik  memberi kritik dan saran atas perjalanan pers nasional dan tantangannya. Termasuk otokritik terhadap kehidupan pers nasional kawal demokratisasi. 

Paolo Hooke, peneliti dari University of Technology, Sydney, Australia, lewat kajian pada 2013 mengatakan di negara maju, sirkulasi ditambah perolehan iklan surat kabar anjlok 43 persen dalam lima tahun terakhir. Asosiasi Penerbit Surat Kabar Jepang mengatakan sirkulasi pemain raksasa seperti Yomiuri Shimbun ,memang tidak anjlok parah, masih di angka 43 juta eksemplar per tahun. Tapi penurunan sirkulasi itu stabil, di angka 600 ribu saban tahun."Hanya saja, krisis ini tidak bisa disebut  universal," kata Hooke.

Baca Juga: Terungkap, Eks Kajari Trenggalek Lulus Mustofa, Putar Balikan Fakta

Dia mengatakan surat kabar masih tumbuh subur di Asia. Beda dengan di Amerika Serikat, asal usul surat kabar. Maka logis juga analisis Ketua Asosiasi Penerbit Surat Kabar Dunia (WAN-IFRA) Christoph Riess. Ia memotret masa depan bisnis media cetak.

Sejak lima tahun lalu, Sirkulasi media cetak itu bagaikan matahari. Kini terbit di Timur dan tenggelam di Barat.

Adalah Kavi Chongkittavorn, mantan wartawan the Bangkok Post yang kini menjadi pengajar di Chulalongkorn University. Chongkittavorn ,membenarkan pesatnya bisnis media di Asia. Saat ini tinggal tersisa 40 ribu wartawan bekerja harian. Ini berkurang 10 ribu dibanding satu dasawarsa yang lalu. Pemicunya adalah perkembangan media online. Dia mencontohkan fenomena di Myanmar. Di negara yang baru saja lepas dari represi junta militer, bisnis surat kabar swasta sedang kencang-kencangnya. Selama ini, rakyat Myanmar terbiasa membaca Kyemon, koran corong pemerintah. Liberalisasi 2011 memicu munculnya koran swasta di Myanmar seperti The Voice Daily, Daily Eleven, The Yangon Times Daily, hingga Myanmar Business Today. 

"Wartawan baru berpengalaman dua-tiga tahun langsung menjadi editor karena kebutuhan SDM sangat tinggi," urainya.

Saking pesatnya bisnis cetak di Myanmar, negara dulu bernama Burma itu menyerap pasokan 10 ribu ton kertas tahun lalu, tertinggi setelah China dan India.

Dalam catatan penjualan surat kabar di Asia, memang di China dan India, perkembangan surat kabar dari beberapa propinsi cukup menggiurkan.
Untuk kasus China, melonggarnya kontrol pemerintah membuat masyarakat perlahan mendapat akses informasi beragam.

Pada kenyataannya, Walau belum terlalu kritis terhadap isu-isu nasional yang masih didominasi pemerintah, namun surat kabar swasta di setiap provinsi justru berkembang pesat. Ada Beijing Evening News, Yeski, Guangxi Daily, atau Qilu Evening News. Nama-nama itu memiliki oplah 700 ribu hingga 1,2 juta eksemplar per hari.

Dengan kasus di China, siapa bilang surat kabar mengalami senjakala?  Prospek bisnisnya masih tetap menjanjikan. Bahkan The New York Times atau NYT  sukses bangkit dari keterpurukan dan berhasil meraup pendapatan USD709 juta (Rp9,8 triliun) pada tahun lalu. Surat kabar yang berbasis di Kota New York, Amerika Serikat (AS), itu kini meraup keuntungan bersih USD55,2 juta (Rp770 miliar) setelah mengalami kerugian selama bertahun-tahun. Hanya, dalam tiga bulan terakhir, pendapatan dari pelanggan digital hanya naik sebesar 9%. Total pendapatan NYT selama Q4 ialah sebesar USD503 juta, naik hampir 4% dari setahun sebelumnya. Sementara itu keuntungan operasi menurun sebesar 17,5% menjadi USD75 juta.

Thompson mengatakan, peningkatan pendapatan itu akan digunakan untuk meningkatkan kualitas layanan, operasi, dan produk. “Daya tarik kami kepada pelanggan dan pengiklan bergantung kepada kualitas jurnalisme kami. Karena itu, kami akan meningkatkan investasi, bukan memangkasnya,” tandas Thompson.

Pada tahun lalu, NYT juga merekrut 120 wartawan baru. Langkah itu diambil saat bisnis surat kabar di AS sedang berada di ujung tanduk.
Beberapa bulan lalu, Gannett Co., Inc, publisher surat kabar terbesar di AS berdasarkan sirkulasi, memecat wartawan di seluruh AS dan menolak pengambilalihan oleh perusahaan lain.

NYT memilih mengincar menggenjot media digital untuk bisa terus berkembang karena memang prospektif. Secara keseluruhan, pendapatan dari periklanan di media digital pada Kuartal ke-4 (Q4) 2018 merangkak naik sekitar 22,8%, sedangkan pendapatan di media cetak tergelincir 10,2%. Pendapatan di media digital mencapai USD103,4 juta (Rp1,4 triliun) atau 53,9% dari total pendapatan. Bandingkan dengan USD84,2 juta pada Q4 2017.

Namun, perusahaan berita digital juga tidak semuanya berjalan mulus. Pada bulan lalu, BuzzFeed memangkas sekitar 15% karyawannya atau sekitar 220 orang; Verizon Media Group mengumumkan pemecatan karyawan di divisi media sebesar 7% atau sekitar 800 orang; dan 10% pemangkasan sedang berlangsung di Vice Media. Para ahli mengatakan surat kabar telah sekarat dalam dua dekade terakhir.

Surat kabar lokal di seluruh AS juga tidak sesukses mereka. BuzzFeed dan Vice gagal meraih target dan nilai Mashable turun menajdi USD50 juta,” kata pengamat Douglas McLennan.

***
Kini dengan perkembangan teknologi informasi menghadirkan tantangan berat bagi media cetak berskala nasional. Termasuk di Indonesia. Menggunakan pendekatan kesejarahan berdirinya pers nasional saat kemerdekaan, tantangan tersebut mesti dihadapi dengan tetap menjaga kepercayaan publik. Kuncinya adalah komitmen untuk tetap menerapkan prinsip-prinsip dan etik jurnalistik seperti akurasi, disiplin, verifikasi, netralitas, keberimbangan (cover both side) dan hal teknis lain yang tidak akan banyak berubah secara mendasar yaitu kepatuhan pada prinsip-prinsip jurnalistik. 

Maklum, surat kabar hingga sekarang masih eksis dibutuhkan sebagai referensi, termasuk dijadikan dokumen atau arsip. Dan seiring perkembangan jaman, surat kabar juga harus melakukan inovasi, di antaranya dengan mengembangkan atau mengombinasikan versi cetak koran provinsi dan versi online sehingga keberadaannya tetap dapat bersaingan dengan media-media online.

Jika tidak ada inovasi, keberadaan media cetak  tinggal menunggu waktu ditinggalkan pembacanya. Apalagi untuk kaum milenial, yang lebih senang membaca informasi lewat media sosial, seperti IG maupun twitter dibandingkan dengan membaca media cetak.

Baca Juga: Wei Fan, Tokoh Tionghoa Perekonsiliasi Investor dan Pedagang

Pengalaman saya, kombinasi versi cetak dan online pers propinsi, bisa membuat media konvensional tetap survive seperti Harian Surabaya Pagi eks Surabaya Post.

Salah satu survei yang dilakukan litbang Surabaya Pagi, makin jarang ditemui orang membaca surat kabar saat menunggu antrian atau di dalam angkut. Sebaliknya,  mereka lebih memilih mencari informasi lewat gadget. Alasannya lebih praktis dan informasinya lebih banyak.

Saya mengikuti tren, tentang produk jurnalistik dengan produk percetakan. Koran adalah dua produk dijadikan satu, produk percetakan dengan produk jurnalisme. Dan yang diramalkan akan mati akibat munculnya media digital itu adalah, produk percetakannya. Seperti pakar komunikasi terkenal, Philip Meyer, menyebut koran pada 2044 akan berhenti cetak, bisa jadi kenyataan kalau tak ada inovasi baru dari pimpinan koran untuk menyikapi perkembangan yang ada.

Meskipun berdasarkan survei Nielsen Consumer & Media View (CMV) kuartal III 2017 yang dilakukan di 11 kota dan mewawancarai 17.000 responden, saat ini media cetak memiliki penetrasi hanya sebesar 8 persen dan dibaca oleh 4,5 juta orang. Dari jumlah tersebut, 83 persennya membaca koran. Koran dianggap dapat dipercaya. Tetapi, angka tersebut terus menurun hingga mencapai di bawah 400 ribu pada akhir triwulan IV 2018 lalu sampai tahun 2021. Selain sedikit pembacanya, pemasukan dari iklan pun juga mulai menurun. Dengan begitu, media cetak proponsi mesti mencari inovasi baru untuk mempertahankan industrinya.

***

Dua tantangan utama Hari Pers Nasional tahun 2022 adalah masih dominasi kepemilikan media serta penggunaan media online dan medsos. Tampilan media online,  suka atau tidak, telah mencederai kebebasan berekspresi dan kebebasan pers. Untuk konglomerasi (oligark) media, pemerintah sampai kini masih belum membuat aturan agar hak publik mendapatkan informasi yang objektif dan kredibel di atas kepentigan pemilik media, terpenuhi. Ini baik kepentingan ekonomi maupun politik oligarki.

Maklum, meski pers propinsi harus diakui memiliki kekuatan untuk memengaruhi masyarakat agar mempercayai suatu isu atau peristiwa yang dianggap penting.

Di Indonesia, grup media besar seperti Kompas Gramedia Group (KKG) telah menutup edisi cetak Koran Bola dan majalah HAI, majalah remaja legendaris.

KKG juga menutup edisi cetak delapan produknya, yakni Kawanku, Sinyal, Chip, Chip Foto Video, What Hi Fi, Auto Expert, Car and Turning Guide, dan Motor. Juga telah ditutup edisi hari Minggu Galamedia, yang merupakan koran regional Grup Pikiran Rakyat. Demikian juga edisi hari minggu Koran Tempo (Tempo Media Group), Harian Sinar Harapan, dan Jakarta Globe.

Secara riil, kekuatan koran adalah agenda setting. Ini bukti media, meski tingkat propinsi juga memiliki kekuatan untuk membuat suatu isu dianggap penting oleh pembaca atau masyarakat di propinsinya.

Baca Juga: Investor-Pedagang, Rekonsiliasi, Pasar Turi Baru, 23 Maret Dioperasionalkan

Ini yang mesti diatur oleh penyelenggara HPN. Jika tidak diatur, konglomerasi media (oligarki pers) bisa menjadi ancaman bagi kebebasan pers dan demokrasi di tiap propinsi.

Dalam hal media online dan medsos, salah satu tantangan masyarakat adalah kemampuan untuk menyaring informasi yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan untuk membedakan apakah informasi atau berita adalah hoax atau bukan. Di sisi lain, jurnalis dituntut tidak hanya cepat menyampaikan berita, tapi juga penyajian informasi yang akurat.

Menuruf Laporan PricewaterhouseCoopers (PwC) dalam Perspective from the Global Entertaiment and Media Outlook 2017, disebutkan, laju global pertumbuhan koran dalam lima tahun ke depan adalah minus 8,3%.

PwC memprediksi media berbasis internet malah tumbuh 0,5 sampai 6%.

Semantara Dewan Pers, mamprediksi jumlah media online (siber) di Indonesia mencapai 43.300 hingga tahun 2017. Dari jumlah tersebut, menurut Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo), media online yang telah terverifikasi Dewan Pers tidak lebih dari 100 media. Ini karena keberadaan media online tidak lepas dari kebebasan pers dan perkembangan teknologi digital yang menghasilkan media online dan platform media sosial. Praktis kemudahan akses internet dan kepemilikan smartphone menjadikan media online dan media sosial (medsos) mampu menjangkau publik secara cepat dan luas dibanding media cetak.

Medsos juga menjadikan tiap individu dapat memproduksi dan menyebarluaskan berita dan opininya ke publik dengan mudah. Maraknya penggunaan medsos juga tidak luput dari penumpang gelap yang memanfaatkan platform ini untuk tujuan politik dan ideologis kelompoknya. Termasuk para pendukung ekstremisme agama dan terorisme juga dapat menggunakan jejaring sosial untuk menyebarkan ide-ide dan merekrut anggota. 

Itulah media online yang tidak terverifikasi juga membawa masalah serius. Kementerian Kominfo mengungkapkan, ada sekitar 800.000 situs di Indonesia yang telah terindikasi sebagai penyebar informasi dan berita palsu (hoax) yang mencapai puncaknya selama Pilpres 2019. Dalam IKP 2018, salah satu yang menjadi poin penting adalah mengenai kepemilikan media di Indonesia yang saat ini dimiliki oleh penguasa-penguasa media yang seluruhnya berada di Jawa.

Penguasaan kepemilikan media di ranah media cetak, televisi, radio dan digital, dikhawatirkan menjadi ancaman bagi diversity of content. Dan ini dapat menjadi ancaman bagi proses demokratisasi. Menurut saya kombinasi Pers Provinsi Dengan online saatnya dibangun untuk melawan Oligark di daerah, bersama Gubernur. Terurama saat Pilkada serentak, baik tahun 2024 dan selanjutnya.

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU