Mantan Menteri Hukum dan HAM Yusril Izha Mahendra: Sistem Proporsional Terbuka, Lemahkan Parpol

author surabayapagi.com

- Pewarta

Rabu, 08 Mar 2023 21:09 WIB

Mantan Menteri Hukum dan HAM Yusril Izha Mahendra: Sistem Proporsional Terbuka, Lemahkan Parpol

i

Yusril Ihza Mahendra, saat memaparkan keterangannya dalam sidang uji materi UU Pemilu terkait gugatan pasal sistem proporsional tertutup.

SURABAYAPAGI.COM, Jakarta - Mantan Menteri Hukum dan HAM itu mengatakan sistem proporsional terbuka melemahkan dan mereduksi partai politik. Selain itu, sistem tersebut bisa menurunkan kualitas pemilu.

Demikian dinyatakan Mantan Menteri Hukum dan HAM Yusril Izha Mahendra usai memberi keterangan dalam sidang uji materiil UU 7/2017 tentang Pemilihan Umum terkait gugatan pasal sistem proporsional terbuka di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Rabu (8/3/2023).

Baca Juga: Soal Gibran Bisa Cawapres Bukan Prof Yusril, Diperdebatkan di MK

 Yusril menyebut perlu ada penguatan agar partai politik yang dipilih dalam setiap pemilu. Ia ingin sistem proporsional tertutup atau coblos partai diterapkan lagi.

"Asumsinya kan masyarakat itu majemuk, orang tuh punya pemikiran yang berbeda. Orang yang sama pikirannya silahkan bersatu membentuk partai politik. Partainya itulah yang akan ikut dalam Pemilu," ujarnya.

Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) Yusril Ihza Mahendra mengklaim sistem proporsional terbuka dalam pemilihan umum bertentangan dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.

Keterangannya terkait Juducial review atau uji materi terhadap Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu terkait sistem proporsional terbuka tengah diajukan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Jika judicial review ini teregistrasi dengan nomor perkara 114/PUU-XX/2022. Bila ini dikabulkan MK, maka sistem pemilu pada 2024 akan berubah menjadi sistem proporsional tertutup.

 

Sistem Proporsional Tertutup

Sistem proporsional tertutup akan membuat para pemilih hanya melihat logo partai politik (parpol) pada surat suara, bukan nama kader partai yang mengikuti pemilihan legislatif (pileg).

Sementara dalam sistem proporsional terbuka, pemilih dapat mencoblos partai politik ataupun calon anggota legislatif yang diinginkannya. Sistem proporsional terbuka mulai diterapkan di Indonesia sejak Pemilu 2009

"Ketentuan pasal, tentang pemilihan umum yang mengatur sistem proporsional terbuka, secara nyata telah bertentangan dengan UUD NRI 1945," ujar Yusril.

Yusril mengungkap beberapa pasal dalam UU Pemilu yang bertentangan dengan UUD 1945. Di antaranya, Pasal 168 ayat (2), Pasal 342 ayat (2), Pasal 353 ayat (1) huruf d, Pasal 386 ayat (2) huruf d, Pasal 420 huruf c dan d , Pasal 422 dan Pasal 426.

Baca Juga: Soal KKN Jadi Perdebatan Yusril dan Ahli Sosiolog

"(Pasal-pasal tersebut) menyangkut penerapan sistem proporsional terbuka, bertentangan dengan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945," katanya.

 

Harus Dievaluasi

Meski demikian, Yusril mengatakan tidak ada sistem yang lebih baik dari pada sistem yang lain. Oleh sebab itu, ia mendorong sistem yang dipilih dan dijalankan harus dievaluasi.

"Setelah sistem kita pilih, kita evaluasi. di mana kelemahannya untuk kita perbaiki. Kita hidup dalam sebuah negara dan tidak dapat semata-mata melegitimasi apa yang menjadi keinginan kita," katanya.

Menurutnya, pedoman konstitusi juga perlu dipertanyakan, khususnya terkait penyelenggaraan dan pelaksanaan pemilu. Ia lantas mengasumsikan pedoman itu seperti di dalam agama.

Baca Juga: Yusril: 7 Saksi tak Bisa Buktikan TSM

"Agama itu ada kitab sucinya, bukan kita maunya apa terus kita legitimasi dengan ayat-ayat kitab suci. Akan tetapi, kitab suci itu yang jadi pedoman perilaku kita," ujar Yusril.

 

Peserta Pemilu itu Partai

Yusril mengingatkan peserta pemilu untuk DPR dan DPRD adalah partai politik sebagaimana tertuang dalam UUD 1945. Untuk mencalonkan diri perorangan bisa melalui DPD.

"Peserta pemilu DPR dan DPRD itu memang partai, bukan orang perorangan. Perorangan ada tempatnya sendiri di DPD," ujar Yusril. n jk/erc/rmc

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU