Home / Peristiwa : Catatan Haji Raditya

Kenang Wukuf, Saat Cuaca Panas Tahun 2011

author surabayapagi.com

- Pewarta

Senin, 26 Jun 2023 20:09 WIB

Kenang Wukuf, Saat Cuaca Panas Tahun 2011

i

H. Raditya M Khadaffi

SURABAYAPAGI.COM, Surabaya - Beda waktu Surabaya-Makkah, 4 jam. Bila sekarang Anda sedang sarapan pagi di Surabaya (WIB) jam 07.00 AM di Saudi Arabia jam 03.00 AM, persiapan sholat subuh pukul 04.13 waktu arab.

Sedang pelaksanaan wukuf di Padang Arafah dimulai sejak terbenamnya matahari (waktu zhuhur) pada tanggal 9 Zulhijah sampai fajar terbit pada tanggal 10 Zulhijah. Tanggal 9 Dzulhijjah bertepatan tanggal 28 Juni 2023 hari Rabu.

Baca Juga: Pilgub 2024, Khofifah Tanpa "Lawan Tanding" Sebanding

Pengalaman saya berhaji tahun hijriyah 1432 - 1433 H, saya bersemangat siapa takut berhaji saat suhu panas.

Pesan moral yang saya serap, berjibaku dengan suhu udara di Mekkah dan Madinah bagian dari ibadah fisik.

Maka calon jamaah haji harus mampu menjaga stamina dan kesehatan. Saat saya berhaji tahun 2011 lalu, sebelum berangkat ke tanah suci sudah menjajaki Arab Saudi memiliki dua musim, yakni musim panas dan dingin. Pada musim panas, suhu udara pada siang hari bisa melampaui 40 derajat celcius. Sebaliknya, saat musim dingin, suhunya pun bisa ekstrim yakni mencapai 5 derajat celcius.

Ini kesiapan saya saat manasik. Suhu panas adalah penyesuaian diri. Penyesuaian yang kata orang minang "dimana bumi dipijak disitu langik dijunjuang”.

Saya sejak di Surabaya mulai "adaptasi" jalankan ibadah haji di sebuah negara yang lebih panas dari Surabaya.

Pada saat saya menjalani wukuf di Padang Arofah, suhu udara mencapai rata-rata 40-42 derajat Celcius.

Suhu ini saya kutip di laman weather.com, Sabtu 1 September 2011 lalu. Suhu pada siang hari mencapai 41-42 derajat Celcius, temperatur malam hari sekitar 30 derajat Celcius.

Masih terekam dalam ingatan saya saat melakukan prosesi wukuf di Padang Arafah, Arab Saudi, pada 23 September 2011 itu, diajak melakukan doa dan perenungan untuk mendekatkan diri kepada Sang Pencipta.

Rombongan jemaah haji saya sudah tiba sehari sebelum waktu wukuf. Saya masih melihat petugas mendirikan tenda di Padang Arafah, yang jauhnya sekitar 22 kilometer dari Mekkah.

Saat puncak Padang Arafah, sebagian jemaah memanjatkan doa, termasuk keluarga saya. Maklum, Wukuf adalah puncak dari semua rangkaian ritual haji.

Saat itu saya kebetulan masih lajang. Siang itu dari tenda melihat Bukit jabal rahmah sebagai salah satu tempat yang banyak dikunjungi jamaah ketika datang ke tanah suci. Jabal rahmah dikenal bukit kasih sayang. Letaknya di kawasan padang Arafah di pinggiran Kota Makkah.

Jabal Rahmah menjadi salah satu tujuan ziarah para jemaah haji atau umrah. Bukit ini menjadi saksi dari banyaknya peristiwa bersejarah dalam perkembangan Islam, salah satunya yakni sebagai tempat pertama bertemunya Adam dan Hawa ketika di Bumi.

Pada saat puncak haji banyak jamaah yang beramai-ramai naik ke bukit jabal rahmah untuk berwukuf (berdiam) diri sembari berdoa kepada Allah SWT. Meski cuaca panas yang ekstrim di tengah padang Arafah hingga 42 derajat celcius tidak membuat surut jamaah termasuk dari Indonesia naik ke bukit.

Saya tidak dibolehkan ketua rombongan ikut naik yang berbatu dengan ketinggian sekitar 70 meter.

Doa segera bisa punya pacar untuk dijadikan istri, saya panjatkan dari dalam tenda yang sumuk dan panas. Baru malam jelang Isya, rombongan calon haji diajak naik bus menuju Muzdalifah.

Di kawasan ini hawa mulai dingin. Rombongan mabit di tengah hamparan tanah yang luas.

Saat mabit, saya bersama jemaah haji seluruh dunia duduk di tikar. Ada yang membaca talbiyah, zikir, dan Al-Qur'an. Sampai jelang Subuh, disunnahkan mengambil batu untuk melontar jumrah dan bertolak ke Mina.

Di Muzdalifah, kita dikarantina semalam untuk menyiapkan peperangan dengan mengambil batu-batu di sana.

Rombongan saya terlambat diangkut ke Mina. Bus baru datang menjelang pukul 09.00 pagi, memasuki suhu panas lagi.

 

***

 

Pagi itu, memasuki kota Mina, lalu lalang bus sangat padat. Untuk bisa masuk ke tenda guna mabit atau bermalam di Mina, butuh waktu berjam jam. Campuran lelah dan ngantuk di suhu panas 40 derajat celsius. Saya baru bisa berbaring di tenda yang sudah berAC saat akan makan siang.

Mabit di Mina untuk beristirahat. Maklum masih ada rangkaian kegiatan ibadah haji yang sangat berat, yaitu melempar jumrah Aqabah di Mina.

Saya masih ingat sekali Lempar Jumrah Harus Jalan Kaki 9-10 KM dari tenda rombongan melewati terowongan Mina.

Bagi warga lokal, terowongan Mina disebut terowongan Haratul Lisan. Torowongan ini panjangnya 3 km yang menghubungkan tenda jamaah haji ke jamarat. Torowongan merupakan akses pejalan kaki yang membentang di bawah pegunungan bagi para jamaah yang akan melaksanakan lempar jumrah.

Lempar jumrah aqabah ditetapkan tanggal 10 Dzulhijjah, tanggal 11-12 Dzulhijjah (nafar awal) dan tanggal 11-23 Dzulhijjah (nafsu tsani). Lempar jumrah, bagi jamaah haji merupakan kewajiban yang harus dilakukan sendiri.

Pelaksanaan kegiatan berlangsung di Jamarat, yaitu tempat pelemparan jumrah yang ada di Mina.

Bagi saya, Lempar jumrah termasuk prosesi haji yang berat. Pertama karena jarak tempuh antara Jamarat dengan tenda jamaah di Mina rata-rata jauh.

Salah satu prosesi haji adalah melempar jumrah yaitu batu-batu kecil sebanyak 7 kali setiap lemparan. Kegiatan itu berlangsung selama 4 hari bagi yang melaksanakan Nafar Tsani yaitu melempar jumrah Aqabah pada 10 Dzulhijjah dan jumrah Ula, Wustha, dan Aqabah pada 11, 12, dan 13. Sedangkan yang mengambil Nafar Awal hanya sampai 12 Dzulhijjah.

Pelaksanaan kegiatan berlangsung di Jamarat, yaitu tempat pelemparan jumrah yang ada di Mina.

Lempar jumrah termasuk prosesi haji yang berat. Pertama karena jarak tempuh antara Jamarat dengan tenda jamaah di Mina rata-rata jauh.

Dari tempat menginap saya saat itu antara 5-7 km. Jadi pergi pulang sehari bisa 14 km-an. Dan berjalan kaki.

Faktor berat lainnya adalah soal jumlah jamaah yang melakukan lempar jumrah. Apalagi di waktu-waktu utama. Diperkirakan saat itu ada 2 juta lebih jamaah yang melaksanakan haji. Selain itu beban berat harus tinggal (mabid) di Mina selama kegiatan itu. Berat, dengan fasilitas tenda dan toilet yang terbatas.

saat setelah Arafah, melontar jumrah aqabah, di situ konon ada 80 persen jamaah tersasar atau tidak bisa pulang ke tendanya. Termasuk saya. Saya dibantu petugas.

Esoknya saya mempelajari kembali peta tenda-tenda jamaah haji Indonesia di Mina. Dengan begitu, saya tidak tersasar lagi .

Baca Juga: Pak Jokowi, Ngono Yo Ngono, Ning Ojo Ngono

Saat sholat Subuh di tenda, ada ustadz memberi khotbah sejarah lempar jumrah yang bermula dari perintah Allah kepada Nabi Ibrahim untuk mengurbankan Nabi Ismail, melalui wahyu yang disampaikan lewat mimpi.

Atas perintah itu, iblis berusaha untuk mempengaruhi Ibrahim, istri (Siti Hajar), dan anaknya, Ismail, agar tidak menjalankannya.

Segala bujuk rayu dilakukan iblis agar perintah penyembelihan itu tidak dilaksankan.

Ketika melempar Jumrah Ula, jelas Aslich, itu artinya melempar iblis yang mempengaruhi Nabi Ismail.

Saat kita melempar Jumrah Wutsha itu artinya kita melempar iblis yang menggoda Ibu Hajar.

Dan di Jumrah Aqabah, kita memerangi iblis yang menggoda Nabi Ibrahim.

Saat saya merefleksikan diri, Jumrah Aqabah itu melempar diri sendiri. Melempar Jumrah Wutsha itu artinya melempar godaan pasangan hidup, istri atau suami. Dan melempar Jumrah Ula itu artinya melempar godaan anak-anak kita.

Pesan moral keseluruhan lempar jumroh adalah jamaah haji harus mampu melawan godaan iblis yang selalu mempengaruhi kehidupan manusia. Maka itu, setelah lempar jumrah, ucapan semoga jadi haji mabrur yang diterima Allah dan dosa-dosa kita diampuni-Nya, mulai berkumandang.

 

***

 

Seingat saya, Jemaah haji yang sudah selesai melempar jumrah bersiap kembali ke Makkah. Bus yang akan mengangkut jemaah telah disiapkan di pintu keluar maktab.

Jemaah haji berangsur-angsur mengemas barang-barang bawaan meninggalkan Mina untuk melaksanakan tawaf ifadah.

Tawaf ifadah merupakan tawaf yang menjadi rukun haji setelah pulang dari wukuf di Arafah.

Ini artinya saya telah melaksanakan rukun haji, mulai dari Arafah, Muzdalifah, dan Mina (Armuzna).

Ingatan saya, sampai di Makkah saya masih lelah dan ngantuk. Untuk mengurangi tingkat kelelahan usai melakukan puncak ibadah haji adalah saya mempercepat tawaf Wada. Ini persiapam meninggalkan kota Makkah.

Saat itu Masjidilharam di Makkah dan Masjid Nabawi di Madinah, sedang dirombak besar-besaran.

Seperti dilansir Harian Inggris The Guardian edisi Rabu 28 September 2011, Kerajaan Saudi tengah membangun proyek ambisius senilai USD21 miliar.

Proyek konstruksi seluas 400 ribu meter persegi di Masjidilharam saat itu merupakan proyek terbesar dalam sejarah Makkah. Dengan perluasan ini, Masjidilharam bisa menampung tambahan 1,2 juta jemaah lagi.

Baca Juga: Jokowi vs Mega, Prabowo vs Mega = Kekuasaan

 

***

 

Fakta berhaji di tengah panas menyengat seperti ini menunjukkan betapa kuatnya ghirah atau semangat ibadah haji bagi masyarakat Indonesia.

Tentu ada yang terpenting yaitu menguatkab niat haji terlebih dahulu. Soal urusan terlaksana jadi haji mabrur ataupun tidak, Allah yang menakdirkan.

Secara syariat, Allah mewajibkan kepada mukmin yang memiliki kemampuan untuk melaksanakan ibadah haji. Ini tertuang dalam QS Ali ‘Imran Ayat 197 yang terjemahannya, "Mengerjakan haji merupakan kewajiban hamba terhadap Allah yaitu bagi yang mampu mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkarinya, maka sesungguhnya Allah Mahakaya tidak memerlukan sesuatu dari semesta alam.”

Saya yang berkesempatan berangkat haji tahun itu, sejak dari rumah didoakan saudara dan teman agar hajatnya terkabul dan menjadi haji yang mabrur dan dapat mengumandangkan “labbaikallahumma labbaika, Labbaika la syarika laka labbaik….

Apa ciri-ciri haji mabrur menurut Rasulullah SAW ada tiga. Yaitu lebih santun dalam bertutur kata, menebarkan kedamaian, dan memiliki kepedulian sosial terhadap sesama, terutama kepada mereka yang kelaparan.

Satu hal yang ingin Saya sampaikan perjalanan spiritual haji, ziarah ke berbagai tempat bersejarah bagi umat Islam. Ini untuk melihat lebih dekat bukti-bukti sejarah Islam yang ada. Saya bisa ambil hikmahnya. Misal, saat di Jabal Nur saya dan jemaah lain bisa menyaksikan Gua Hira tepat di atas puncaknya.

Di sanalah Nabi pertama menerima wahyu berupa turunnya surat Al-Alaq 1-5 pada 17 Ramadan.

Padang Arafah juga disinggahi jemaah, sebelum wukuf . Disini menjadi tempat berkumpul seluruh jemaah haji dari berbagai belahan dunia. Dan pelaksanaan wukuf, merupakan inti haji. Menurut sejarah, disini diakui sebagai tempat pertemuan Nabi Adam dengan Hawa, setelah 70 tahun berpisah sejak diturunkan dari surga. Setelah itu, ke Muzdalifah dan dilanjutkan ke Mina untuk melintas. Maklum saya lakukan saat ziarah (kunjungan ke tempat-tempat yang memiliki nilai sejarah dan keagamaan penting bagi umat Islam).

Saat dalam perjalanan Madinah-Makkah, bus yang membawa jemaah haji melewati gunung-gunung tandus. Saat itu sudah banyak area yang berubah menjadi hijau. Rerumputan pun muncul.

Perjalanan Mekah-Madinah yang berjarak 450 km ini ditempuh selama 6 jam, tidak terasa melelahkan, sebab jalannya halus tak kalah dengan jalan tol di Indonesia.

Ini suatu keanehan. Maklum, Arab Saudi yang sebagian besar memiliki iklim gurun, dengan suhu tinggi siang hari dan suhu yang lebih rendah pada malam hari, bisa tumbuh tumbuhan hijau. Apalagi, Arab Saudi memiliki dua musim, yakni musim panas dan dingin. Pada musim panas, suhu udara pada siang hari bisa melampaui 40 derajat celcius.

Selama perjalanan, rombongan disuguhi melalui kaca bus pemandangan pegunungan, bongkahan batu cadas, gurun pasir, perkampungan, pohon meranggas, dan semak yang hampir mati.

Bus melaju di atas jalanan beraspal yang mulus. Di separuh perjalanan, bus yang saya tumpangi berhenti sejenak di rest area. Rombongan memanfaatkan ke kamar kecil, belanja di Supermarket Al-Raha serta sebagian membeli madu turki yang dijajakan Hasan Ali, pria asli Arab Saudi.

Padahal, dulu Rasulullah melakukan perjalanan hijrah dari Mekkah ke Madinah melintas gunung dan gurun pasir beberapa hari naik unta di tengah suhu panas. Saya sebagai umatnya mensyukurinya.

“labbaikallahumma labbaika, Labbaika la syarika laka labbaik…. n [email protected]

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU