MPR Turun Gunung Urus Putusan Nikah Beda Agama

author surabayapagi.com

- Pewarta

Senin, 10 Jul 2023 20:42 WIB

MPR Turun Gunung Urus Putusan Nikah Beda Agama

Wakil Ketua MPR Menilai Pengadilan Negeri yang Kabulkan Gugatan Nikah Beda Agama, Legalkan Perzinahan 

 

Baca Juga: Sah! Menang Putusan MK, Khofifah-Emil Jadi Pemengan Pilgub Jatim 2024

SURABAYAPAGI.COM, Jakarta - Urusan penetapan pernikahan beda agama, makin ramai. Selain pernah diputus PN Surabaya, penetapan pernikahan beda agama terbaru diputus PN Jakarta Pusat. Keputusan Mahkamah Konstitusi pun dihiraukan Pengadilan PN Jakarta Pusat. Kini MPR-RI turun gunung akan temui pimpinan Mahkakah Agung.

"Saya menilai putusan Pengadilan Jakpus itu bertolak belakang dengan Pancasila, utamanya sila pertama. Sila pertama itukan Ketuhanan Yang Maha Esa, mengatur tentang bagaimana semua warga negara wajib menganut agama. Dan mencampur adukkan atau mengintervensi persoalan agama melalui pengadilan saya kira tidak pas," kata Yandri Susanto, Wakil Ketua MPR RI, di Gedung MPR RI, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (10/7/2023).

"Besok (hari ini, red) saya akan ke Mahkamah Agung bersama salah satu ormas Islam untuk mendaftarkan permohonan pembatalan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang mengabulkan tentang pernikahan beda agama. Saya kira tidak boleh itu kita setujui," tambah Yandri yang menganggap bila putusan beda agama  tetap dilegalkan, itu artinya Pengadilan Jakpus menurut syariat Islam itu melegalkan perzinahan.

Yandri mengatakan permohonan pembatalan itu supaya Indonesia memiliki produk hukum yang jelas. Ia menyebut MK sebelumnya sudah menolak gugatan nikah beda agama.

"Supaya dalam satu negara ini produk hukumnya harusnya sama sehingga rakyat atau anak bangsa tidak keliru atau tidak susah mana aturan hukum yang harus ditaati. Jadi MK sudah menolak gugatan itu, artinya, sejatinya, itu tidak perlu lagi diotak-atik oleh lembaga hukum yang lain, termasuk MUI sudah juga memberikan fatwa tahun 2005 ini juga sama," ingatnya.

 

Mahasiswa Muslim Lapor ke KY

Pengurus Besar Serikat Mahasiswa Muslim Indonesia (Semmi) melaporkan hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (Jakpus) ke Komisi Yudisial (KY) buntut putusan yang mengizinkan pernikahan beda agama.

 Pengadilan Negeri (PN) Surabaya juga digugat atas tuduhan perbuatan melawan hukum. Ini usai mengabulkan permohonan pernikahan beda agama dua warga Surabaya, RA yang beragama Islam dan EDS yang beragama Kristen.

Pada laman Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Surabaya, gugatan itu didaftarkan 23 Juni 2022, dengan nomor perkara 658/Pdt.G/2022/PN Sby.

Gugatan itu dilayangkan oleh empat orang bernama M Ali Muchtar, Tabah Ali Susanto, Ahmah Khoirul Gufron dan Shodiku.

Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan uji materi Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

 

Alasan Sosiologis

Hakim Bintang AL mendasarkan alasan sosiologis, yaitu keberagaman masyarakat.

"Heterogenitas penduduk Indonesia dan bermacam agama yang diakui secara sah keberadaannya di Indonesia, maka sangat ironis bilamana perkawinan beda agama di Indonesia tidak diperbolehkan karena tidak diatur dalam suatu undang-undang.

Baca Juga: Laut Dipagari Bambu 30,16 Km, Ber-HGB, Langgar Hukum

Disebutkan bahwa calon mempelai laki-laki, JEA adalah seorang Kristen dan calon mempelai wanita, SW adalah seorang muslimah. Keduanya sudah berpacaran selama 10 tahun hingga meyakinkan untuk melanjutkan ke jenjang pernikahan.

Keduanya menikah di sebuah gereja di Pamulang yang dihadiri orang tua kedua mempelai. Namun, saat hendak didaftarkan ke negara lewat Dinas Catatan Sipil Jakarta Pusat, mereka ditolak karena perbedaan agama. Oleh sebab itu, keduanya mengajukan permohonan ke PN Jakpus untuk diizinkan dan dikabulkan.

"Memberikan izin kepada para pemohon untuk mencatatkan perkawinan beda agama di Kantor Suku Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Jakpus," demikian putus hakim tunggal Bintang AL.

 

Dasarkan Putusan MA

Hakim Bintang AL menyatakan putusan itu sesuai Pasal 35 huruf a UU 23/2006 tentang Adminduk. Juga berdasarkan putusan MA Nomor 1400 K/PDT/1986 yang mengabulkan permohonan kasasi tentang izin perkawinan beda agama.

"Bahwa dengan demikian pula Pengadilan berpendapat bahwa perkawinan antar agama secara objektif sosiologis adalah wajar dan sangat memungkinkan terjadi, mengingat letak geografis Indonesia, heterogenitas penduduk Indonesia, dan bermacam agama yang diakui secara sah keberadaannya di Indonesia, maka sangat ironis bilamana perkawinan beda agama di Indonesia tidak diperbolehkan karena tidak diatur dalam suatu undang-undang," ucap hakim Bintang AL.

 

MK Tolak Pernikahan Beda Agama

Baca Juga: Ketua MA Minta Pengusutan Eks KPN Surabaya, Transparan

Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan untuk menolak gugatan mengenai pernikahan beda agama dalam sidang pada Selasa (31/1/2023). Dalam konklusinya, MK menegaskan, pokok permohonan soal nikah beda agama tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya.

MK menyatakan tetap berpegang pada pendiriannya bahwa nikah beda agama yang diatur di Undang-Undang Perkawinan telah sesuai dan tidak bertentangan dengan konstitusi. Artinya, pernikahan berbeda agama di Tanah Air tidak dibenarkan secara hukum.

Dalam pertimbangannya, hakim MK Wahiduddin Adams menyatakan, MK tidak menemukan adanya perubahan keadaan dan kondisi mengenai persoalan konstitusionalitas keabsahan dan pencatatan perkawinan. Maka dari itu, tidak terdapat urgensi bagi MK untuk bergeser dari pendirian MK mengenai hal tersebut sesuai putusan-putusan sebelumnya.

“MK tetap pada pendiriannya terhadap konstitusionalitas perkawinan yang sah adalah yang dilakukan menurut agama dan kepercayaannya serta setiap perkawinan harus tercatat sesuai dengan peraturan perundang-undangan,” ujar Wahiduddin.

Tercatat, gugatan nikah beda agama pernah diadili di MK pada 2014 dengan pemohon sejumlah mahasiswa. MK menolak permohonan tersebut. Gugatan dimohonkan oleh Ramos Petege. Ramos merupakan pemeluk agama Katolik yang tak bisa menikahi perempuan beragama Islam.

 

MUI Bersyukur

Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengaku bersyukur dengan sikap MK tersebut. Wakil Sekjen MUI Bidang Hukum dan HAM Ikhsan Abdullah menyatakan, putusan MK telah sesuai UU 1/1974, yakni perkawinan harus berdasarkan agama dan kepercayaannya. Perkawinan beda agama tidak sah karena tidak sesuai dengan UU.

MUI telah memberikan perhatian dan apresiasi kepada MK atas putusan mengenai gugatan pernikahan beda agama. MUI berharap ke depannya tidak ada warga negara yang melakukan penyelundupan hukum dan penyelundupan agama untuk menyiasati pernikahan beda agama. Jika itu dilakukan, kata dia, artinya orang tersebut telah sengaja melawan UU dan melanggar hukum agama. n jk/erc/rmc

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU