AHY, Apa Ngerti Demagog...

author surabayapagi.com

- Pewarta

Minggu, 16 Jul 2023 20:33 WIB

AHY, Apa Ngerti Demagog...

i

H. Raditya M. Khadaffi

 

SURABAYAPAGI.COM, Surabaya - Saya tak habis pikir, ada partai politik yang terus menerus cari cari kesalahan dan kelemahan presiden Jokowi. Partai itu dipimpin anak muda. Dia adalah Partai Demokrat.

Baca Juga: Pilgub 2024, Khofifah Tanpa "Lawan Tanding" Sebanding

Padahal UU No 2 Tahun 2008 tentang partai politik yang telah diubah dengan UU No 2 Tahun 2011 tidak memberi aturan semacam ini.

Undang-Undang ini mengatur Partai Politik adalah organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita- cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara.

Nah, cita-cita yang dimaksudkan adalah untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa, dan negara, bukan cari cari kesalahan penguasa.

Beda dengan status parpol oposisi.

Dalam dunia politik oposisi berarti partai penentang di dewan perwakilan yang menentang dan mengkritik pendapat atau kebijaksanaan politik golongan yang berkuasa. Beberapa parpol ada yang menyebut dirinya sebagai partai penyeimbang. Tapi di parlemen, bukan diluar parlemen.

Presiden Jokowi, tegaskan Indonesia tidak ada oposisi kaya di negara lain. Demokrasi di Indonesia adalah demokrasi gotong royong.

Dikutip dari mpr.go.id, pakar Hukum Tata Negara Prof. Juanda, mengatakan dalam Undang Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tidak dikenal istilah oposisi. Juanda menyebut yang ada adalah fungsi oposisi, sebagai kelompok penyeimbang pemerintah. Dan itu dilakukan oleh partai di luar penguasa, beserta civil society.

Literasi yang saya baca, orang yang suka mencari cari kesalahan orang lain disebut tajassus. Orang tajassus dikenal suka mencari-cari kesalahan orang lain dengan cara menyelidiki dan mematainya.

Dan Islam melarang. Mengingat perbuatan tajassus sama dengan memakan daging saudaranya sendiri yang sudah mati.

Tentang pemimpin yang suka mencari-cari kesalahan orang lain mengingatkan saya pada sosok Abu Bakr al-Baghdadi, pemimpin ISIS. Ia dikenal seorang demagog andal. Ketika dunia Arab sedang tiarap karena kalah dan terhina, al-Baghdadi telah memanfaatkan suasana rentan ini dengan membentuk kekhilafahan sebagai solusi. kekhilafahan ini dibayangkan bagi pemulihan harga diri dan martabat.

Abu Bakr al-Baghdadi, membius anak muda Arab dan anak muda dari berbagai bangsa. Mereka terbius oleh seruan demagoginya. al-Baghdadi menyerukan atas nama Tuha siap berjibaku ke Irak dan Suriah.

Pada 28 Juni 1919, pasca PD (Perang Dunia) I, juga tampil seorang demagog ulung, Adolf Hitler (1889-1945).

Ia menguasai situasi dengan membakar naluri rakyatnya. Tujuannya agar rakyat mempercayainya menjadi pemimpin masa depan Jerman. Hitler berhasil dengan gemilang selama beberapa tahun, sampai akhirnya dia bunuh diri setelah kalah perang dalam PD II.

 

***

 

Literasi yang saya baca, kata demagog merupakan istilah politik yang berasal dari bahasa Yunani “demos”.

Maknanya rakyat dan “agogos” bermakna pimpinan dalam arti negatif. Maksudnya, pemimpin yang menyesatkan demi kepentingan pribadinya.

Sejauh yang saya baca istilah demagog sangat kental dengan dunia politik di seluruh negara dunia. Tak terkecuali Indonesia. Pasalnya, politikus selalu cenderung demagog.

Dalam banyak kasus, seorang demagog akan mampu meyakinkan rakyat atau pengikutnya bahwa ia berpikir dan merasakan seperti mereka bersama dalam suka duka derita, dengan akal tipu muslihatnya.

Dalam sejumlah bacaan, banyak yang telah menulis dan menyebut bahwa demagog adalah agitator-penipu. Ia tampil seakan-akan memperjuangkan rakyat. Padahal semua itu dilakukan demi kepentingan dan kekuasaan untuk dirinya, dinastinya, dan kekuarga oligarkinya.

 

***

 

Baca Juga: Usai Vinanda Kini Giliran Mas Awi Kembalikan Berkas Bacawali Kota Kediri ke DPC Partai Demokrat

Partai Demokrat sejauh ini dijuluki partai keluarga. Ada ciri kedinastiannya. Juga seperti parpol milik perorangan. "Brand" ini disuarakan kepengurusan DPP Partai Demokrat yang dipimpin Moeldoko.Kepala Staf Presiden ini ajukan PK atas dualisme DPP Partai Demokrat Juga dicap oleh Anas Urbaningrum, mantan Ketua Umum Partai Demokrat.

Klaim dari kepengurusan DPP Partai Demokrat yang dipimpin Moeldoko dan intrik dari Anas Urbaningrum, terjadi saat pemilihan presiden (Pilpres) 2024, tersisa kurang lebih 1 tahun. Posisi Partai Demokrat, rawan.

Praktis, konstelasi politik yang berkembang beberapa bulan terakhir ini, muncul fenomena pertarungan Pilpres 2024 hanya akan diwarnai dua koalisi yakni koalisi pemerintah versus koalisi yang mengusung perubahan.

Dalam koalisi perubahan ada Partai NasDem, PKS dan Demokrat. Dari tiga parpol ini sampai sekarang yang "mambabi buta" mencari kesalahan dan kelemahan Jokowi hanya (atau baru) AHY dan Anies Baswedan. Petinggi NasDem seperti Surya Paloh dan Presiden PKS Ahmad Syaikh, baru tahap mengkritik.

Jejak digital yang saya buka, AHY, berulang kali mepaparkan kesalahan dan kelemahan Jokowi. Ini disuarakan AHY tidak hanya di acara umum seperti di acara Milad ke-21 PKS, di Istora Senayan.

Anak SBY jebolan Mayor TNI-AD ini, juga memaparkan kesalahan dan kelemahan Jokowi, di Channel Youtube Resmi Partai Demokrat.

Terbaru, AHY berpidato politik bertema 'Perubahan dan Perbaikan Untuk Indonesia Lebih Baik'. Jejak digital yang saya miliki bukan sekali dua kali AHY Ketua Umum Partai Demokrat, mengkritik pemerintahan Presiden Joko Widodo.

Dalam beberapa pidatonya, putra sulung Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) itu sering bicara lantang tentang sejumlah kebijakan dan langkah pemerintah yang menurutnya tidak tepat.

AHY menyoal pembangunan infrastruktur, pengangkatan guru honorer, program food estate, hingga Undang-undang Cipta Kerja. Pimpinan partai bintang mercy itu juga bolak-balik menyinggung soal perekonomian bangsa.

Bahkan, AHY pernah terang-terangan membandingkan kepemimpinan Jokowi dengan era pemerintahan sang ayah, SBY.

'Banyak kebijakan yang aneh, banyak yang rasanya ugal-ugalan. Kebijakan yang kumaha engke (bagaimana nanti), harusnya engke kumaha (nanti bagaimana)," kata AHY dikutip dari YouTube Partai Demokrat.

 

***

Baca Juga: Pak Jokowi, Ngono Yo Ngono, Ning Ojo Ngono

 

Pernyataan-pernyataan AHY selama ini, menurut akal sehat bukan sekedar kritik, tapi juga mencari-cari kesalahan Jokowi. Mengingat yang saya pahami kritik adalah sebuah tanggapan atau pendapat yang diiringi dengan kecaman terhadap suatu hal, seperti karya, performa kerja, dan sebagainya.

AHY lebih suka kritik hanya menunjukkan hal-hal yang salah dari Jokowi. AHY, cenderung tidak mengapresiasi usaha yang telah dilakukan Jokowi.

Dalam psikologi sosial, saya mendapat ilmu bahwa orang yang sukabmenilai negatif orang lain pertanda ia tidak mau dikalahkan dan anti sosial.

Keberanian politisi muda ini mungkin ia dikelilingi politisi senior seperti Jusuf Kalla, Susilo Bambang Yudhoyono, Surya Paloh dan Anies Baswedan.

Saya mencatat Partai Demokrat saat ini seperti organisasi ambigu. AHY dan SBY praktikan ambiguitas, ada ketaksaan, kekaburan atau keraguan. Ada semacam konflik peran. Misalnya AHY, kencang mengkritik Jokowi. Tapi SBY, memerankan politisi lemah lembut. Misal saat sedang otot ototan pencapresan, mendadak SBY menarasikan sedang bermimpi ketemu Jokowi, naik kereta api bareng ke Solo dan Pacitan.

Publik tahu, Susilo Bambang Yudhoyono adalah Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat.

AHY, Ketua Umum Partai Demokrat. Kritik AHY dan rayuan SBY seperti ini bisa mempengaruhi persepsi publik.

Saya berharap AHY mengerti perbedaan kritik dengan fitnah, provokasi. Juga beda dengan mencari-cari kesalahan. Beda dengan Demagog.

Dengan mengkritik Jokowi bertubi-tubi, apa AHY Ngerti Demagog? Semoga AHY, yang kini nguber bacawapres Anies Baswedan, tidak menjadi pemimpin yang menyesatkan demi kepentingan pribadinya.

Maklum, umumnya politikus selalu cenderung demagog. Seorang demagog bahkan mampu meyakinkan kepada rakyat atau pengikutnya bahwa ia berpikir dan merasakan seperti mereka bersama dalam suka duka derita. Konon dengan akal tipu muslihatnya.

Malahan dalam suasana "kalah", dan belum berkuasa, seorang demagog bisa mengeluarkan jurus kelihaian dan kepiawaian untuk membakar dan menghasut massa untuk mengubah iklim politik yang tak menentu agar berpihak kepadanya. Peristiwa yang saya catat, justru Jokowi, sampai kini masih tampil elegan. ([email protected])

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU