Eks Partai Penguasa, Golkar, Makin Menggeliat

author surabayapagi.com

- Pewarta

Selasa, 07 Nov 2023 20:38 WIB

Eks Partai Penguasa, Golkar, Makin Menggeliat

i

Raditya M. Khadaffi

SURABAYAPAGI.COM, Surabaya - HUT ke-59 Golkar yang digelar di Kantor DPP Golkar, Slipi, Jakarta Barat, Senin malam (6/11/2023), meriah. Terkesan menggeliat. Pengurus yang tampil bersama Ketua Umumnya, Airlangga Hartarto, rata-rata berusia 56-74 tahun. Mereka lahir antara 1946-1964. Dikenal baby boomer.

Umumnya dikenal generasi yang kompetitif karena hidup di masa yang minim lapangan pekerjaan.

Baca Juga: Aib Eks Mentan SYL, Dibeber di Ruang Sidang

Periode itu, generasi baby boomer di Indonesia, lahir di dua rezim keluasaan. Saat negara dipimpin oleh Presiden Soekarno dan Soeharto.

Keduanya meski beragama Islam, dijuluki tokoh nasionalis.

Partai Golkar yang dulu Sekber Golkar dikenal partai penguasa.

Saya generasi milenial tidak ikut merasakan. Saat kekuasaan Presiden Soeharto tumbang, usia saya baru 15 tahun. Orang bilang ABG. Meski belum usia kelompok dewasa, saya sudah mengenal politik praktis. Ini dari lingkungan keluarga.

Golkar, juga berpartisipasi untuk pertama kalinya dalam pemilihan umum nasional pada 1971 sebagai Golkar (Golongan Karya). Partai Golongan Karya tidak resmi menjadi partai politik hingga tahun 1999. Ini terjadi, ketika Golkar diperlukan untuk menjadi sebuah partai untuk mengikuti pemilihan.

Praktis, Golongan Karya (Golkar) menjadi salah satu partai politik tertua di Indonesiam

Sejarah mencatat, Partai berlambang pohon beringin itu pernah berkuasa selama puluhan tahun di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto. Tak heran jika partai ini lekat dengan kesan partai Orde Baru.

Padahal, awalnya, Golkar lahir dari kolaborasi gagasan tiga tokoh, yakni Soekarno, Soepomo, dan Ki Hadjar Dewantara.

Dalam bahasa Sansekerta menjadi Golongan Karya pada 1959.

Pada awal berdiri, Golkar bukan merupakan sebuah partai, melainkan perwakilan golongan. Ide awal Golkar yaitu sebagai sistem perwakilan atau alternatif dan dasar perwakilan lembaga-lembaga representatif.

Golkar baru beralih menjadi sebuah partai politik di akhir kepemimpinan Soekarno pada tahun 1964. Ini bermula dari pendirian Sekretariat Bersama Golongan Karya (Sekber Golkar) oleh Soeharto.

Sekber Golkar menaungi puluhan organisasi pemuda, wanita, sarjana, buruh, tani, dan nelayan.

Ketika itu, Sekber Golkar dibentuk sebagai partai politik untuk menandingi pengaruh Partai Komunis Indonesia (PKI).

Golkar pertama kali mengikuti pemilu di tahun 1971. Mereka berhasil memenangkan suara sebesar 62,8 persen dan mendapatkan 227 kursi di DPR.

Setelahnya, di era Orde Baru, Golkar hampir selalu memenangkan pemilu. Perolehan suara partai tersebut berkisar di angka 60-70 persen.

 

***

 

Catatan jurnalistik saya menorehkan tinta emas ke Golkar. Ya pada saat reformasi, Sekber Golkar berubah menjadi Partai Golkar. Ini taktik ubah persepsi agar tidak dinilai publik ikut bertanggung jawab menanggung dosa orde baru.

Baca Juga: MiChat, Sudah Jadi Media Eksploitasi Seksual

Apalagi pada 2001, presiden Abdurrahman Wahid alias Gus Dur mengeluarkan dekrit untuk membekukan partai berlambang pohon beringin ini. Perjuangan Akbar Tanjung dkk,saat itu luar biasam

Saat itu desakan membubarkan Golkar terus bergumam hingga 2003. Namun bukannya tumbang, Golkar malah meraih masa keemasan menjadi pemenang Pemilu 2004 dengan perolehan suara 21,58 persen.

Padahal di Pemilu 1999, atau setahun setelah Soeharto mundur, suara Golkar anjlok dari 74,51 persen menjadi 22,44 persen. Kondisi itu menempatkannya di bawah PDI Perjuangan yang baru didirikan oleh Megawati Soekarnoputri.

Praktisz pada 2004, perolehan suara Golkar mengungguli suara PDI Perjuangan sebesar 18,53 persen dan Partai Persatuan Pembangunan dengan 10,57 persen.

Ini tak bisa menafihkan lahirnya Kader Angkatan Muda Pembaharuan Indonesia (Ampi) menjadi andalan Partai Golkar menghadapi Pemilu 2004.

Menurut akal sehat saya, kepiawian Golkar, teruji. Elite-elitenya, sadar mereka harus adaptasi cepat dengan situasi yang berubah. Ini kejeliannya jaga momentum.

Saya kagum, Golkar berhasil beradaptasi di bawah kepemimpinan Ketua Umum Akbar Tandjung. Dan, Akbar mendesain tranformasi kepartaian dengan membuat paradigma baru Partai Golkar.

Kelebihan lain, Ketua Dewan Kehormatan Partai Golkar Akbar Tandjung, mampu mengukur kekuatannya.

Akbar Tandjung memanfaatkan perangkat tingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota. Ditambah tema politik yang sejalan dengan aspirasi rakyat pasca reformasi.

Akbar pernah menceritakan perjuangan Golkar dari sebuah kelompok politik menjadi partai politik yang mengikuti kontestasi pemilihan umum pertama era reformasi yakni tahun 1999.

Kepala Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Firman Noor, mengatakan besarnya Golkar di era Orde Baru disokong sejumlah faktor. Mulai dari pendanaan, ketokohan, struktur, dukungan tentara, hingga pencitraan buruk kepada partai-partai lain. Apalagi saat itu ada dualisme kepemimpinan PDI oleh Soerjadi dan Megawati Soekarnoputri. Dualisme ini berujung pada peristiwa Kerusuhan 27 Juli 1996. Menurut akal sehat saya ini contoh jelas bagaimana Orde Baru ‘menyetir’ partai selain Golkar.

Baca Juga: Wanita di Koper itu Hasil Perselingkuhan dan Bisnis Seks

Catatan jurnalistik saya, saat itu ada pelemahan partai, narasi pembangunan yang didengungkan, hingga dipakainya perangkat birokrat sampai ke level hansip untuk memenangkan Golkar. Itu catatan sejarah yang saya miliki.

 

***

 

Menurut catatan jurnalistik saya, elite Partai Golkar yang sekarang, umumnya anak pejabat Orde Baru. Misal Airlangga Hartarto, anak dari Ir Hartarto, seorang yang pernah menjabat sebagai Menteri Perindustrian pada Kabinet Pembangunan IV dan V.

Mengutip p2k.stekom.ac.id, saat SMA, ia sudah menjadi Wakil Ketua Osis dari SMA Kanisius. Ketika kuliah, ia dipilih menjadi Ketua Umum Senat Mahasiswa Fakultas Teknik UGM. Selain itu, ia juga menjadi Ketua Barisan Muda KOSGORO 1957.

Sebelum menjadi menteri pada Kabinet Indonesia Maju, Airlangga Hartarto sudah pernah menjabat sebagai Menteri Perindustrian dalam Kabinet Kerja Presiden Joko Widodo-Jusuf Kalla pada 2016-2019. Ia mulai menjabat sebagai Ketua Umum Partai Golkar ke-11 pada 4 Desember 2019 dan menggantikan Setya Novanto.

Kini, Airlangga, meski tak maju sendiri sebagai capres 2024. Ia bisa mengajak Prabowo, sebagai alumni Golkar. Dan Prabowo pun diterima oleh sejumlah senior dan petinggi Partai Golkar. Termasuk Ketua Dewan Pakar Partai Golkar Agung Laksono, Aburizal Bakrie, Bendahara Umum Partai Golkar, Ketua Dewan Pengurus Golkar Institute Ace Hasan Syadzily, Waketum Partai Golkar Erwin Aksa, Waketum Partai Golkar Herifah Syaifudian, Waketum Partai Golkar Nurul Arifin, Wakil Ketua Golkar Institute Rizal Mallarangeng,Ketua Komisi I DPR RI Meutya Hafidz, Tantowi Yahya, Kristina Paruntu, Sharif Cicip Sutarjo.

Ditambah nama dua anak Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto dalam struktur kepengurusan partai 2019-2024.

Kini, dengan mencalonkan Prabowo- Gibran, yang bukan kadernya, sebagai salah satu partai senior, Golkar bisa dicatat memang gagal dalam melakukan kaderisasi kepemimpinan. Tapi dari perhelaran Hut ke-59, kursi undangan dipenuhi jaket dan hem warna kuning. Saya menangkap ada geliat baru. ([email protected])

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU