Tatang Istiawan Salah Tahan, Kayak Kasus Sengkon dan Karta, Ini Rekomendasi Tim Eksaminasi Publik

author surabayapagi.com

- Pewarta

Minggu, 26 Nov 2023 21:12 WIB

Tatang Istiawan Salah Tahan, Kayak Kasus Sengkon dan Karta, Ini Rekomendasi Tim Eksaminasi Publik

i

Raditya M Khadaffi

Jurnalisme Investigasi Disertai Eksaminasi Atas Tiga Putusan Hakim dan Surat Dakwaan Jaksa Kasus Korupsi di Trenggalek  (7)

 

Baca Juga: Aib Eks Mentan SYL, Dibeber di Ruang Sidang

 

 

 

 

 

 

Saya dan tim Penasihat hukum melakukan eksaminasi publik, karena putusan kasasi ayah saya, sangat kontroversional. Tim heran, kok ada putusan kasasi hanya mempertimbangkan memori kasasi jaksa saja. Sementara Kontra Memori Kasasi ayah saya tak dibahas. Seperti tulisan saya seri 6 (Sabtu, 25/11), mengusik obyektivitas hakim kasasi.

Padahal saat sidang terbuka di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya, surat dakwaan jaksa dimentahkan oleh peraturan yang sama. Seperti, jaksa mendakwa ayah saya dengan Permendagri yang sudah kadaluarsa. Juga jaksa membuat narasi yang spekulatif soal telepon gelap ke eks Bupati Trenggalek Drs. H. Soeharto, sehingga dimentahkan oleh alat bukti yang sah.

Dan narasi andalan jaksa sampai memori kasasi menggaungkan kerugian negara. Herannya, tanpa menunjukan surat asli sumber pengeluaran dana dari APBD Kabupaten Trenggalek tahun 2008 yang memastikan riil ada kerugian negara.

Tim eksaminasi paham, hakim kasasi bisa abaikan putusan atau vonis yang dijatuhkan hakim tingkat pertama. Tapi secara sosiologis, proses sidangnya yang terbuka untuk umum dihiraukan akal sehatnya tak bisa dinalar dengan akal sehat.

Sebagai jurnalis, saya digelitik makna gramatikal sidang terbuka untuk umum? Makna sidang yang bersifat terbuka dan dapat dihadiri oleh masyarakat umum.

Tentang persidangan terbuka untuk umum  juga diatur dalam Pasal 153 ayat (3) KUHAP:

"Untuk keperluan pemeriksaan hakim ketua sidang membuka sidang dan menyatakan terbuka untuk umum kecuali dalam perkara mengenai kesusilaan atau terdakwanya anak-anak."

Sidang terbuka, juga diatur dalam Pasal 13 UU 48/2009 tentang kekuasaan kehakiman. Pasal ini menerangkan; Semua sidang pemeriksaan pengadilan adalah terbuka untuk umum, kecuali undang-undang menentukan lain.

Putusan pengadilan hanya sah dan mempunyai kekuatan hukum apabila diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum.

Akhirnya, tim eksaminasi publik berpendapat keputusan kasasi yang tak hiraukan proses sidang di Tipikor, memiliki dampak sosial yang tinggi. Ayah saya harus menjalani eksekusi putusan kasasi.

Maka itu, saya paham eksaminasi publik bisa mengedukasi bagi para mahasiswa, dosen dan hakim-hakim  untuk memperbaiki kinerjanya. Pesan moralnya, publik punya hak untuk tahu, apa dasar hukum dan pertimbangan hukum hakim dalam mengambil suatu putusan. Hak untuk Tahu ini dijamin oleh Pasal 28F dari UUUD 1945.

Paling tidak eksaminasi publik atas suatu putusan (kontroversional) bisa mengisi perkembangan ilmu hukum.

Dan ternyata, eksaminasi yang saya inisiasi ini berkembang dibahas secara multiperspektif. Selain perspektif pidana, ada perspektif sosiologi, perspektif praktis, perspektif filsafat, hingga perspektif kegunaan investigasi reporting untuk mengungkap dugaan suatu kejanggalan.

 

***

 

Perkara Tatang Istiawan, Ayah saya, setelah dibahas tim eksaminasi berdasarkan tiga perkara yang sudah inkracht, didukung dengan alat bukti yang sah (Pasal 184 KUHAP),  mirip kasus Sengkon dan Karta, yang ramai tahun 1980. Pendalaman yang dilakukan tim eksaminasi mengkaji juga menggunakan skema.

Dengan pola skema memudahkan tim eksaminasi melihat kasus ini secara utuh.

Skema atau mind mapping merupakan alat berpikir organisasional untuk memudahkan seseorang dalam menempatkan berbagai informasi di dalam ingatannya.  Dan kemudian dapat mengambil informasi tersebut kapanpun  dibutuhkan.

Dalam penelitian, mind mapping merupakan teknik penyusunan catatan demi membantu seseorang menggunakan seluruh potensi otak agar optimum.

Bahwa, di dalam pertimbangan hukumnya menurut tim eksaminasi, hakim kasasi, baik dalam perkara eks bupati, dan ayah saya, sama  sekali tidak menjelaskan mengenai pemenuhan unsur-unsur  Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.  Misal, siapa pihak yang melakukan (plagen) nyolong kas pemkab Trenggalek? Apa hanya eks Bupati saja? siapa pihak yang menyuruh eks Bupati melakukan penyalagunaan wewenang "nyolong" siapa pihak yang menyuruh eks Bupati melakukan penyalagunaan wewenang "nyolong" uang Rp 7,4 miliar dari kas Pemkab Trenggalek (doen plegen)? Dalam surat dakwaan ditulis disuruh Drs. Gathot Purwanto, tapi dalam vonis, baik jaksa maupun hakim tidak menggunakan ketentuan ini, malah Drs. Gathot Purwanto, dinyatakan menyuap anggota DPRD Kabupaten Trenggalek urusan kasus lain; dan siapa pihak yang turut serta melakukan (medepleger)?.  

Baik dalam surat dakwaan, tuntutan dan putusan kasasi, aturan ini ditimpahkan ke terdakwa Tatang Istiawan, Ayah saya.

Tim eksaminasi bertanya ayah saya apa turut serta melakukan suap ke anggota DPRD Trenggalek? Dalam pertimbangan hukum hakim kasasi ayah saya malah dianggap merugikan negara karena membeli mesin cetak rekondisi tanpa melalui prosedur pengadaan barang dan jasa yang dikeluarkan melalui Permendagri.

Tim eksaminasi menilai tidak nyambungkan tiga putusan ini karena ditangani majelis hakim yang berbeda. Tapi oleh jaksa penuntut yang sama.

Baca Juga: MiChat, Sudah Jadi Media Eksploitasi Seksual

Dengan catatan ini, tim eksaminasi sarankan Kajati Jatim usut eks Kajari Trenggalek bersama eks Kasi Pidsus Kejari Trenggalek demi tegaknya hukum dan keadilan.

Juga dalam vonis di PN Tipikor Surabaya, terdakwa eks Plt Dirut PDAU Kabupaten Trenggalek, dinyatakan melakukan suap anggota DPRD Trenggalek tanpa pasal 55 KUHP, menyuruh ayah saya membeli mesin cetak rekondisi dari uang "colongan" eks Bupati Soeharto dan bukan uang yang bersumber dari APBD Kabupaten Trenggalek tahun 2008.

Tim eksaminasi tertawa sambil saling memandang keheranan.

Juga hakim kasasi tidak pula menjelaskan lebih lanjut mengenai pemenuhan unsur-unsur Pasal 64 ayat (1) KUHP ke ayah saya.

Setelah didalami, tim eksaminasi tidak membaca pertimbangan hukum dari hakim kasasi perbuatan-perbuatan hukum ayah saya, mana saja yang merupakan perbuatan berlanjut.

Dengan tidak menyebut perbuatan hukum dalam Pasal 64 KUHP, hakim kasasi tidak membuat pertimbangan hukum yang cukup (onvoldoende gemotiverd), karena tidak ditindaklanjuti dengan  pertimbangan hukum lebih lanjut mengenai pemenuhan  unsur-unsur tindak pidana yang didakwakan kepada  ayah saya.

Ini dikualifikasikan oleh tim eksaminasi adanya kekhilafan dan/atau kekeliruan yang nyata dari hakim kasasi.

Apalagi hakim kasasi menyimpulkan adanya mens rea Ayah saya dalam kaitannya dengan pembelian mesin percetakan rekondisi. Kesimpulan seperti ini dipandang hakim kasasi telah salah dalam memberikan pertimbangan hukumnya (ex falso quolibet).

Apalagi bila membaca fakta persidangan, perbuatan ayah saya tidak memenuhi unsur-unsur tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan atau Pasal 3 UU No. 31/1999 jo. UU No. 20/2001, termasuk Pasal 18 UU No. 31/1999 jo. UU No. 20/2001.

Nyatanya, unsur-unsur Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 64 ayat (1) KUHP juga tidak terpenuhi.

Berdasarkan fakta fakta tiga putusan yang tak satu kesatuan, tim eksaminasi menilai ayah saya korban salah tahan dari kebijakan eks Kajari Trenggalek Lulus Mustafa.

 

***

 

Berikut vonis eks Bupati Trenggalek, eks Plt Dirut PDAU dan ayah saya, pimpinan PT Surabaya Sore.

1) Eks Bupati Trenggalek Drs. H Soeharto, divonis Bersalah Menyalagunakan Wewenang/Jabatan "Nyolong" Kas Pemkab Trenggalek Tahun 2008 Sebesar Rp 7,4 miliar tanpa persetujuan DPRD Trenggalek dan Mendagri. Kejahatan Eks Bupati Trenggalek Drs. H Soeharto, bermodus Palsu SK Pegawai Pemkab Trenggalek. (Putusan MA Nomor 3572 K/Pid.Sus/2020 tanggal 9 November 2020 juncto Putusan Tipikor Nomor 107/Pid.Sus-TPK/2019/PN Sby tanggal 16 Maret 2020).

2) Eks Plt Dirut PDAU Trenggalek Drs. Gathot Purwanto, MSi, divonis 4 tahun bersalah menyuap anggota DPRD Trenggalek Rp 769 Juta. (Putusan Nomor 106/Pid.Sus-TPK/2021/PN Sby tanggal 26 April 2022).

Baca Juga: Wanita di Koper itu Hasil Perselingkuhan dan Bisnis Seks

3) Pimpinan PT Surabaya Sore, Dr. Tatang Istiawan, di PN Tipikor Surabaya, Dilepas dari segala tuntutan hukum, karena perbuatan hukumnya buat perjanjian kerjasama dengan Eks Plt Dirut PDAU Trenggalek Drs. Gathot Purwanto, adalah perdata. Dr. Tatang Istiawan, dilepas dan nama baiknya direhabilitasi. (Putusan Pengadilan Tipikor Nomor 113/Pid.Sus-TPK/2019/PN Sby).

Sementara, dalam tingkat kasasi (atas kasasi jaksa), Dr. Tatang Istiawan, divonis 4 tahun, dinyatakan melawan hukum membeli mesin cetak rekondisi tanpa melalui prosedur pengadaan barang dan jasa melanggar Permendagri, sehingga merugikan keuangan negara sebesar Rp 4,384,500,000 (Rp 4,384 Miliar). (Putusan Kasasi Nomor 2687 K/Pid.Sus/2020 tanggal 21 Juli 2021).

Salah satu tim eksaminasi yang menyandang guru besar hukum di sebuah perguruan tinggi swasta Surabaya mengingatkan kasus salah tahan ayah saya mirip kasus Sengkon dan Karta, tahun 1980-an.

Apalagi ditunjang dengan metode investigasi reporting pasca perkara eks bupati Trenggalek Drs Suharto dan eks Plt Dirut PDAU Gathot Purwanto.

Jelas, berdasarkan fakta-fakta dan bukti baru, tim eksaminasi berpendapat ayah saya, salah tahan  oleh eks Kejari Trenggalek.

Ini temuan pasca  fakta baru atau bukti baru (novum) atas penyalagunaan wewenang-jabatan oleh eks Bupati Trenggalek Drs. H. Soeharto.

Kesimpulan dan pendapat tim eksaminasi:

1. Fakta hukum berdasarkan vonis yang sudah inkracht berkekuatan hukum tetap atas terdakwa eks bupati Trenggalek Drs. H.Soeharto, membuktikan dana yang digunakan eks Plt Dirut PDAU Drs. Gathot Purwanto, untuk usaha grafika dengan mengajak pimpinan PT Surabaya Sore, hasil kejahatan eks Bupati Trenggalek Drs. H. Soeharto, bukan dari sumber dana APBD Kabupaten Trenggalek Tahun 2008.

2. Dalam berkas perkara terdakwa Dr. Tatang Istiawan Witjaksono, pimpinan PT Surabaya Sore, tidak ditemukan asli dan fotocopy surat penetapan pengeluaran dana sebesar Rp 7,4 miliar untuk usaha grafika yang bersumber dari APBD Kabupaten Trenggalek tahun 2008.

3. Temuan poin 2 diatas sinkron dengan hasil investigasi reporting tim wartawan Harian Surabaya Pagi ke sekretariat DPRD Kabupaten Trenggalek 2008 tidak ditemukan surat asli penetapan pengeluaran dana sebesar Rp 7,4 miliar untuk usaha grafika yang bersumber dari APBD Kabupaten Trenggalek tahun 2008.

4. Fakta hukum berdasarkan vonis yang sudah inkracht (berkekuatan hukum tetap), menunjukan eks Bupati Trenggalek, eks Plt Dirut PDAU dan pimpinan PT Surabaya Sore, melakukan perbuatan hukum yang berbeda satu dengan lain. Tidak ditemukan unsur satu kesatuan.

5. Makna juncto Pasal 55 KUHP dalam vonis terhadap tiga terdakwa tidak dibuktikan siapa orang yang melakukan (pleger); siapa orang yang menyuruh melakukan (doenplegen), dan siapa orang yang turut serta melakukan (medepleger).

6. Dangan fakta hukum atas bukti baru, baik vonis atas eks Bupati maupun eks Plt PDAU, ketentuan pasal 55 KUHP tidak dipertimbangkan oleh hakim pemutus. Apalagi Pasal 64 KUHP.

7. Dengan fakta fakta hukum baru, Dr. Tatang Istiawan, adalah korban salah tahan oleh eks Kajari Trenggalek periode 2018-2020.

8. Konsekwensi hukumnya, Dr. Tatang Istiawan, harus secepatnya dibebaskan dan dikeluarkan dari Lapas Porong, agar tidak menjadi masalah HAM.

9. Kejadian yang dialami terdakwa  Dr. Tatang Istiawan,mengulang kasus salah tangkap-tahan terdakwa Sengkon-Karta, yang dibebaskan oleh Peradilan PK, tahun 1980. (bersambung/[email protected])

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU