SURABAYAPAGI.com, Surabaya - Bawaslu Jawa Timur (Jatim) menerima laporan dugaan pelanggaran netralitas yang dilakukan oleh Aparatur Sipil Negara (ASN) dan kepala desa selama proses Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.
Menurut data resmi Bawaslu Jatim, yang disampaikan Dwi Endah Prasetyowati, Kordiv Humas dan Data Informasi Bawaslu Jatim, ada enam laporan yang telah diproses dan direkomendasikan untuk tindak lanjut.
Baca Juga: Luncurkan Pemetaan Kerawanan Pilkada 2024, Bawaslu Jatim: Waspadai Potensi Money Politics
"Yang sudah masuk di Bawaslu Jatim, ada sekitar enam laporan. Semuanya sudah diproses dan sudah direkomendasi," ujar Endah, Senin (5/2/2024).
Lanjut Endah, dari keenam laporan tersebut, lima di antaranya melibatkan ASN, sementara satu melibatkan seorang kepala desa.
Mereka tersebar di berbagai daerah di Jawa Timur, termasuk Pasuruan, Bojonegoro, Ngawi, Bangkalan, dan Jember. Pelanggaran yang diduga dilakukan adalah ikut serta dalam kegiatan kampanye salah satu pasangan calon.
"Mereka ada yang hadir pada saat kampanye kegiatan, yang dilakukan peserta pemilu," kata perempuan asal Jember ini.
Baca Juga: Bawaslu Jatim Luncurkan Pemetaan Kerawanan Pilkada 2024: Waspadai Potensi Money Politics
Meskipun demikian, Ia menyebut jika saat ini Bawaslu Jatim masih menunggu surat balasan dari lembaga yang menaungi terlapor terkait rekomendasi yang telah disampaikan.
Endah menegaskan bahwa Bawaslu hanya memberikan rekomendasi, sedangkan penentuan sanksi ditentukan oleh lembaga terkait, seperti Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) untuk ASN dan kepala daerah untuk kepala desa tersebut.
"Bawaslu hanya merekomendasikan. Nanti di sana memenuhi unsur bagaimana netralitas atau tidaknya. ASN itu ke KASN, kalau kepala desa itu kepala daerah," jelasnya.
Baca Juga: Bawaslu Jatim Luncurkan Rumah Data, Revolusi Pengawasan Pemilu
Namun, hingga saat ini Bawaslu Jatim belum menerima surat balasan dari rekomendasi itu dari masing-masing lembaga yang menaungi terlapor itu.
Sementara itu, terkait sanksi yang diberikan bervariasi mulai dari sanksi ringan hingga pemecatan, tergantung pada keputusan lembaga yang bersangkutan.
"Di sana ada sanksi ringan, sedang, bahkan kalau yang berat bisa sampai diberhentikan. Tapi semuanya yang punya kapasitas memberikan sanksi itu lembaga lain. Bukan kami," pungkasnya. (ain/rmc)
Editor : Raditya Mohammer Khadaffi