Kasus Pailit Pertama yang Ruwet: Sritex, Diantara BEI dan Peran 4 Menteri Prabowo

author surabayapagi.com

- Pewarta

Selasa, 29 Okt 2024 19:59 WIB

Kasus Pailit Pertama yang Ruwet: Sritex, Diantara BEI dan Peran 4 Menteri Prabowo

SURABAYAPAGI.COM, Jakarta - Ancaman pemutusan hubungan kerja  karyawan yang jumlahnya mencapai 50 ribu orang kini menjadi batu sandungan ditengah putusan pailit

PT Sri Rejeki Isman Tbk atau Sritex (SRIL). Ini perkara pailit besar di Indonesia yang ruwet.

Baca Juga: Daftar Saham yang Ditransaksikan dalam Short Selling Berkurang

Kini Bursa Efek Indonesia (BEI) menghentikan sementara perdagangan (suspensi) saham PT Sri Rejeki Isman Tbk. Suspensi ini berlaku di seluruh pasar sejak sesi II perdagangan efek sejak Senin (28/10/2024) kemarin hingga pengumuman selanjutnya.

Melansir keterbukaan informasi BEI, Selasa (29/10/2024), penghentian perdagangan saham Sritex dilakukan berdasarkan Putusan atas Pembatalan Perdamaian pada Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Negeri Semarang kepada PT Sri Rejeki Isman Tbk dengan nomor perkara 2/Pdt.Sus-Homologasi/2024/PN Niaga Smg tanggal 21 Oktober 2024.

Selain itu berdasarkan suspensi juga dilakukan berdasarkan Surat Perseroan nomor 012/CoS/X/2024/SRIL tanggal 25 Oktober 2024 perihal permintaan penjelasan oleh Bursa Efek Indonesia (BEI) terkait pemberitaan di media massa.

Perusahaan tekstil asal Sukoharjo PT Sri Rejeki Isman Tbk. (SRIL) resmi dinyatakan pailit oleh Pengadilan Negeri (PN) Niaga Semarang, Senin (21/10/2024). Bursa Efek Indonesia (BEI) turut menaruh perhatian khusus pada nasib investor ritel yang terbilang cukup besar di SRIL.

Direktur Penilaian Perusahaan Bursa Efek Indonesia (BEI) I Gede Nyoman Yetna mengatakan lembaganya beberapa kali telah mengumumkan potensi delisting untuk SRIL setiap semester sejak pengumuman pertama 18 November 2021. Seperti diketahui, BEI telah melakukan penghentian sementara perdagangan efek SRIL di seluruh pasar sejak 18 Mei 2021 hingga sampai saat ini.

Perusahaan ini tengah masalah keuangan yang sangat pelik.

 

Operasional Sritex Boncos

Laporan keuangannya pun berdarah-darah selama bertahun-tahun. Per Juni 2024, perusahaan harus menanggung utang jumbo sebesar 1,597 miliar dollar AS atau jika dirupiahkan setara dengan Rp 25 triliun (kurs Rp 15.600). Jumlah asetnya bahkan jauh lebih kecil dibanding kewajibannya, yakni hanya 617,33 juta dollar AS atau sekitar Rp 9,65 triliun. Kondisi ini semakin diperparah dengan kinerja penjualannya yang merosot. Merujuk pada Laporan Keuangan Konsolidasi Interim 30 Juni 2024 yang dirilis di situs resmi perseroan, operasional Sritex pun boncos, karena beban lebih besar dibandingkan dengan total penjualannya.

Selasa (29/10), Presiden Prabowo Subianto memanggil sejumlah menteri, termasuk Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Keuangan Sri Mulyani, dan Menteri Ketenagakerjaan Yassierli, ke Istana Kepresidenan, Jakarta.

"Diminta menghadap. Dengan beberapa menteri yang lain, menko juga," ujar Yassierli saat ditemui di Istana.

Presiden Prabowo Subianto memerintahkan empat kementerian untuk mengkaji sejumlah opsi dan skema penyelamatan pekerja raksasa tekstil PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) dari ancaman PHK usai dinyatakan pailit oleh Pengadilan Negeri (PN) Semarang.

Baca Juga: OJK Dukung BEI Sanksi Pelanggar Integritas

Keempat kementerian yang dimaksud yakni Kementerian Perindustrian, Kementerian Keuangan, Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan Kementerian Tenaga Kerja.

"Opsi dan skema penyelamatan ini akan disampaikan dalam waktu secepatnya, setelah empat kementerian selesai merumuskan cara penyelamatan," ujar Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita dalam keterangan resmi, Jumat (25/10).

Menurut Agus, prioritas pemerintah saat ini adalah menyelamatkan karyawan perusahaan agar tetap memiliki penghidupan.

 

Lindungi Pegawai Sritex

Informasi ”Mixed Bag” Pengambilan Keputusan Yassierli menegaskan pentingnya dukungan pemerintah untuk melindungi pegawai Sritex. Ia berharap agar dampak terburuk dari pailitnya perusahaan tersebut dapat dihindari. "Penyelamatan ini sifatnya harus lintas kementerian," tambahnya.

 

Baca Juga: Kemenkop UKM: Baru 44 UMKM yang Sudah IPO

Putusan Homologasi

"Terdapat informasi bahwa berdasarkan putusan dari Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Semarang tanggal 21 Oktober 2024, menyatakan Perseroan selaku pihak termohon pembatalan homologasi berada dalam keadaan pailit," tulis BEI dalam pengumumannya.

"Sehubungan dengan putusan pailit, adanya ketidakpastian atas kelangsungan usaha dan informasi material yang belum dipublikasikan secara merata, maka Bursa memutuskan untuk melakukan penghentian sementara (Suspensi) Perdagangan Efek PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL)," tambah BEI.

Atas suspensi tersebut, bursa meminta kepada pihak yang berkepentingan untuk selalu memperhatikan keterbukaan informasi yang disampaikan oleh Perseroan.

Sebagai informasi, status pailit Sritex ini diputus pada hari Senin (21/10) dalam perkara terkait pembatalan perdamaian yang tercatat pada 2 September 2024 lalu. Putusan ini diambil di ruang sidang R.H. Purwoto Suhadi Gandasubrata, S.H. Sidang itu dipimpin oleh Hakim Ketua Moch Ansar.

Dikutip dari Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Semarang, pemohon menyebut termohon telah lalai dalam memenuhi kewajiban pembayarannya kepada pemohon berdasarkan Putusan Homologasi tanggal 25 Januari 2022.

Dalam hal ini pemohon dalam perkara pembatalan perkara itu adalah pihak PT Indo Bharat Rayon sedangkan termohon sebenarnya tidak hanya PT Sritex, tapi ada juga anak perusahaannya yaitu PT Sinar Pantja Djaja, PT Bitratex Industries, dan PT Primayudha Mandirijaya. N jk/erc/rmc

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU