Divonis 3 Tahun Penjara, Pengacara Terdakwa Herman Budiyono Ajukan Banding

author Dwi Agus Susanti

- Pewarta

Senin, 16 Des 2024 19:34 WIB

Divonis 3 Tahun Penjara, Pengacara Terdakwa Herman Budiyono Ajukan Banding

SURABAYAPAGI.COM, Mojokerto - Terdakwa Herman Budiyono divonis 3 tahun oleh Pengadilan Negeri (PN) Mojokerto, atas kasus penggelapan dalam jabatan CV Mekar Makmur Abadi (MMA) senilai Rp 12 miliar.

Michael SH MH CLA, CTL, CCL, Kuasa Hukum Herman langsung mengajukan banding dan menyatakan bahwa putusan tersebut merupakan preseden buruk bagi pencari keadilan.

Baca Juga: Tolak Replik JPU, Terdakwa Dugaan Kasus Penggelapan Herman Budiono Minta Dibebaskan

Ia juga mengatakan, jika pihak Majelis Hakim tidak cermat dalam menjatuhkan vonis tiga tahun terhadap terdakwa.

"Semuanya subyektif tidak berdasar fakta persidangan yang sebenarnya, Kita sudah melampirkan setoran modal Rp3 miliar dari Herman Budiyono tapi Hakim dalam pertimbangan yang di bacakan hanya Rp1 miliar setoran Herman. Terus dapat acuan dari mana kok cuman Rp. 1 Miliar, yang Rp 2 miliar kemana?, aneh banget pertimbangan Majelis Hakimnya,” katanya.

Lebih lanjut Michael mengatakan, dalam pertimbangan Majelis Hakim dijelaskan jika Direktur PT MMA Bambang Sucahyo menyetor modal namun dalam fakta persidangan tidak pernah diungkap dan menunjukan bukti. Hal tersebut dinilai sebagai kekeliruan dan tidak berdasar pada fakta persidangan.

Masih kata penasihat hukum terdakwa, Majelis Hakim mempertimbangkan dari salah satu ahli Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menyatakan persero pasif tidak boleh menjalankan kepengurusan CV. MMA.

“Mana dasarnya? Karena fakta persidangan jelas bahwa dalam akta pendirian disebutkan jika salah satu meninggal maka persero tetap bisa berjalan. Ini yang alasan hakim tidak masuk akal dan ngawur, padahal Guru Besar Hukum Perdata yaitu Prof Indrati Rini dalam persidangan menyatakan persero pasif boleh menjalankan kepengurusan CV sepanjang menguntungkan CV dan tidak ada dasar hukum nya CV itu berhenti apabila salah satu persero meninggal,” ujarnya.

Baca Juga: Sidang Penggelapan CV MMA Rp 12 milyar, Hakim Periksa Tiga Saksi Ahli

Michael juga menyinggung soal neraca yang tak pernah terungkap di persidangan siapa yang membuat, tapi oleh majelis dibuat menjadi pertimbangan.

“Dari mana asal usulnya itu, siapa yang membuat neraca. Apa sesuatu yang tidak jelas asal usulnya dan kebenarannya kemudian dibenarkan secara sepihak oleh majelis?,” imbuhnya.

Michael juga menyayangkan pertimbangan majelis hakim yang menganggap bukti yang diajukan pihaknya tidak relevan namun tanpa disebutkan bukti apa yang dianggap tidak relevan.

Michael mencontohkan saksi bagian administrasi yang diajukan pihak JPU yang mana saksi tersebut mengatakan tidak ada penggelapan yang dilakukan Terdakwa.

Baca Juga: Ketua PN Mojokerto Tinjau Sarpras Sidang Online di Lapas Mojokerto

“Trus dasar putusannya apa? Masa orang tak melakukan penggelapan tapi dihukum? Untuk itu kami menolak putusan hakim ini karena tidak berdasar dan tidak masul akal sehingga penalaran hukum tidak sesuai fakta persidangan yang sebenarnya. Kami juga akan melaporkan hakim yang memutus perkara ini ke Komisi Yudisial dan BAWAS MA-RI, karena kami menduga majelis hakim sudah tidak netral dan adanya pelanggaran kode etik karena ketidakprofesional dalam mengadili perkara ini dan adanya keberpihakan majelis makanya bukti video yang kami minta di putar tidak mau diputar dan membatasi hak-hak Terdakwa,” ujar Michael.

Bagi Michael, putusan majelis hakim ini adalah putusan yang menjadi preseden buruk bagi para pencari keadilan. Karena majelis hakim hanya mendengar penjelasan pelapor secara sepihak tanpa mempertimbangkan secara objektif, sementara sisi Terdakwa dikesampingkan.

“Sejak awal kami sudah menduga bahwa meskipun klien kami tidak bersalah tapi akan tetap dihukum. Karena sejak awal eksepsi terkait uraian dakwaan JPU yang copy paste aja mereka diamkan padahal mana boleh uraian dakwaan itu copy paste, Karena perkara ini sejak awal mulai penyidikan hingga tingkat pengadilan negeri diduga sudah dikondisikan, seharusnya murni perkara perdata tapi dipaksa menjadi pidana, itulah sesat nya keterangan ahli perdata JPU yang menyatakan perbuatan melawan hukum dalam pidana dan perdata itu sama, inilah yang menjadi sesat penalaran hukum yang di berikan,” ujarnya. Dwi

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU