Baik Untuk Hasan Aminuddin dan untuk Istrinya, Eks Bupati Probolinggo Puput Tantriana Sari, Disertai Bayar Uang Pengganti Rp 54 Miliar
Baca Juga: Hakim Peringan Hukuman Mantan Bupati Sidoarjo, Muhdlor Ali, Jadi 54 Bulan Penjara
SURABAYAPAGI.COM, Sidoarjo - Sidang kasus gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dengan terdakwa eks Bupati Probolinggo Puput Tantriana Sari dan suaminya, Hasan Aminuddin, dilanjutkan pembacaan tuntutan dari jaksa KPK, Kamis (8/1/2024) sore.
Jaksa KPK Arif Suhermanto, menuntut eks Bupati Probolinggo Puput Tantriana Sari dan suaminya, Hasan Aminuddin, dengan hukuman 72 bulan penjara (ekuivalen 6 tahun).
Hasan dan Puput, dianggap terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana gratifikasi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
“Kami menuntut terdakwa Puput Tantriana Sari dengan hukuman pidana 6 tahun dan denda Rp 1 miliar dengan subsider selama 6 bulan. Menuntut terdakwa Hasan Aminuddin dengan hukuman pidana selama 6 tahun dan denda Rp 1 miliar dengan subsider 6 bulan penjara,” kata Budhi Sarumpaet, salah satu JPU KPK RI.
Tuntutan itu, menurut Budhi, diberikan berdasarkan pasal dakwaan kesatu dan dakwaan kedua. Dakwaan kesatu yaitu Pasal 12B, UU Nomor 31/1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana diubah dengan UU nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tipikor, juncto pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP juncto pasal 65 ayat (1) KUHP.
Lalu dakwaan kedua, terdakwa Tantri dan Hasan didakwa dengan tindak pidana pencucian uang atau TPPU. Yaitu Pasal 3 UU Nomor 8/2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan tindak pidana pencucian uang (TPPU) juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto pasal 65 ayat (1) KUHP.
Selain tuntutan pidana penjara dan denda, menurut Budhi, terdakwa Hasan juga dituntut dengan pidana tambahan. Yaitu, kewajiban membayar uang pengganti sebesar Rp 57 miliar.
"Untuk terdakwa Hasan Aminuddin, juga dituntut pidana tambahan yakni kewajiban membayar uang pengganti sebesar Rp 57 miliar. Jika dalam waktu 1 bulan sesudah putusan memiliki kekuatan hukum tetap terdakwa tidak membayar uang pengganti, maka harta terdakwa akan disita. Dan jika masih belum cukup, maka terdakwa mengganti dengan hukuman pidana selama 3 tahun," lanjut jaksa KPK itu.
Tuntutan terhadap kedua terdakwa, menurutnya, juga mempertimbangkan hal yang memberatkan dan meringankan.
Hal yang memberatkan yaitu terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam menciptakan pemeritahan yang bersih dari korupsi. Selain itu, para terdakwa tidak mengakui perbuatannya. “Sementara hal yang meringankan bagi kedua terdakwa yaitu mereka memiliki tanggungan keluarga,” ujarnya.
Gratifikasi Rp 149 Miliar
Dalam catatan panitera, sidang terakhir kasus gratifikasi Rp 150,2 miliar dan TPPU Rp 106,1 miliar ini digelar Jumat (13/12). Agendanya, pemeriksaan keterangan terdakwa.
Diketahui, sepanjang proses penyidikan yang dilakukan KPK, diperoleh nilai penerimaan gratifikasi oleh tersangka Tantri-Hasan mencapai Rp 149 miliar.
Dari nilai itu, kemudian ada yang diubah hingga disamarkan melalui TPPU dengan nilai mencapai Rp 90 miliar.
Gratifikasi dan TPPU ini terjadi selama Tantri menjabat Bupati Probolinggo, mulai 2013-2021.
Praktis, KPK telah menyita aset Rp 104,8 miliar terkait kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dengan tersangka Bupati Probolinggo nonaktif Puput Tantriana Sari (PTS). Aset itu terdiri atas emas, bangunan, kendaraan hingga tanah.
"Proses pengumpulan alat bukti oleh tim penyidik dalam perkara dugaan TPPU dengan Tersangka PTS dkk hingga saat ini terus bertambah. Sehingga seluruh aset yang bernilai ekonomis tersebut ditaksir nilai seluruhnya mencapai Rp 104,8 miliar," kata Plt Jubir KPK Ali Fikri kepada wartawan, Selasa (2/8/2022). Ali tak menjelaskan detail lokasi aset yang disita itu.
Baca Juga: Gus Muhdlor, Bupati Sidoarjo Nonaktif Dituntut 76 Bulan
Brangkas Hasan Jadi Rebutan
Dalam agenda sidang , Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK pernah menghadirkan enam orang saksi. Tiga diantaranya adalah Zulfikar Imawan Ketua DPD Nasdem Probolinggo Kota, dan Nazarudin bersama istrinya.
Ketiga saksi membahas tentang brangkas milik terdakwa Hasan Aminudin yang dititipkan kepada Zulfikar Imawan pada tahun 2018 lalu sebelum munculnya kasus OTT KPK.
“Waktu itu sekitar tahun 2017-2018 an, Hasan Aminudin menyampaikan lewat telepon titip brankas ke saya. Namun kunci atau kode dipegang pak Hasan. Sebelum OTT, pak Hasan dan bu Puput beberapa kali datang kerumah saya untuk melihat brankasnya,” ucap Iwan, panggilan akrabnya dalam kesaksiannya, Jumat 20 September 2024.
Iwan menceritakan, ia panik saat ada peristiwa OTT KPK lalu dirinya menghubungi keluarga Hasan Aminudin terkait nasib brankas yang dititipkan kepadanya. Namun keluarga Hasan tak tahu-menahu tentang brankas tersebut.
Kemudian Iwan menghubungi Nazarudin, yang disebut sebagai orang kepercayaan Hasan Aminudin, untuk menanyakan nasib brankas. Lalu mereka berdua sepakat membuka brankas itu menggunakan jasa pihak ketiga. Menurut Iwan, karena Hasan masih punya hutang kepadanya, ia berniat memanfaatkan sebagian uang yang ada di brankas itu sebagai gantinya.
Brankas Dibuka Tanpa Hasan
Brankas berukuran cukup besar itu kemudian dibawa ke Jakarta, kerumah Nazarudin menggunakan mobil warna putih. Nazarudin adalah seorang Perwira Polisi yang berdinas di Polda Metro Jaya.
Nazarudin menceritakan, setelah dibuka brankas itu berisi uang tunai senilai Rp 5,3 miliar, surat-surat, dan beberapa deposito senilai Rp47 miliar. Menurut Nazarudin, Iwan langsung membagikan uang isi brankas tersebut kepada beberapa orang, Nazarudin menerima Rp 2,1 miliar, Iwan menerima tunai Rp 3,2 miliar, pak kiai (tidak disebutkan namanya) Rp150 juta, dan Agus Rp50 juta.
Baca Juga: Dua Anak Buah Gus Muhdlor Divonis 5 Tahun dan 4 Tahun
Namun kesaksian Nazarudin tidak sesuai dengan Iwan. Menurut Iwan, uang tunai di dalam brankas itu nilainya Rp 6,3 miliar. Sedangkan Iwan hanya mendapat bagian sekitar Rp550 juta.
Kesaksian Iwan dan Nazarudin sempat membuat Majelis Hakim Ferdinand Marcus Leander, Abdul Gani, dan Pultoni , geram. Majelis Hakim kemudian memberi kesempatan kepada kedua terdakwa untuk menanggapi keterangan kedua saksi.
Hasan Aminudin menolak klaim, Nazarudin adalah orang terdekatnya. Mengenai deposito dan lainnya akan disampaikan oleh kedua terdakwa pada saat sidang pledoi. “Keterangan para saksi ini bersekongkol,” ucapnya singkat.
Saat Hasan Aminudin bertanya kepada Nazarudin, terkait membongkar brankas yang bukan miliknya tanpa ijin, hal tersebut diakui oleh Nazarudin sebagai tindakan melanggar hukum. “Saya mengakui dengan sengaja ingin menguasai uang milik orang lain, itu termasuk perbuatan melanggar hukum,” terangnya.
Sementara itu, Ari Mukhti Kuasa Hukum Hasan Aminudin dan Istrinya Puput Tantriana mengatakan, dari semua saksi berdiri sendiri tidak ada kesamaan. Sedangkan dalam satu sisi barang ini bukan miliknya tapi dikuasai dengan cara melawan hukum oleh orang lain.
“Brankas milik orang lain kenapa kok dibongkar. Nilai uang juga gak sesuai, pembagian uang kepada siapa juga gak tahu. Brankas itu diakui oleh pak Hasan, betul itu adalah miliknya. Ya biar majelis hakim nanti yg akan menilai,” tutupnya
Kasasi Puput- Hasan Ditolak
Mahkamah Agung (MA) menolak permohonan kasasi Bupati Probolinggo nonaktif Puput Tantriana Sari dan Hasan Aminuddin, suaminya. Tantri dan suaminya tetap dihukum 4 tahun penjara karena terbukti dalam kasus suap jual-beli jabatan kepada desa (kades).
Tak hanya pidana penjara yang masih tetap, MA juga tetap menjatuhkan denda Rp 200 juta kepada masing-masing terdakwa. Namun yang membedakan subsider yang ditambah menjadi 6 bulan penjara sebagai pengganti jika tak membayar. bd/rmc
Editor : Moch Ilham