Angka Kematian Dihilangkan dari Penanganan Covid-19

author surabayapagi.com

- Pewarta

Rabu, 11 Agu 2021 21:25 WIB

Angka Kematian Dihilangkan dari Penanganan Covid-19

i

Ilustrasi Karikatur

Kritik Epidemiolog Dicky Budiman terhadap Luhut Binsar Panjaitan

 

Baca Juga: Apple Investasi Rp 1,6 Triliun, Microsoft Rp 14 Triliun

 

 

Alasannya Ada Masalah dari Input Data Akumulasi Beberapa Pekan Sebelumnya

 

SURABAYAPAGI.COM, Jakarta - Sampai Rabu (11/8/2021) kemarin, Indonesia masih menoreh kematian tertinggi akibat covid-19 se-Asean. Laporan dari Kemenkes pada Selasa (10/8/2021), jumlah kematian Covid-19 di Indonesia sehari bertambah 2.048 kasus. Jadi total rakyat Indonesia yang neninggal sudah 112.198 orang. Dengan tingginya kematian ini kini pemerintah mengeluarkan angka kasus kematian dari indikator penanganan Covid-19. Hal ini karena ditemukan masalah dalam input data akumulasi dari kasus kematian beberapa pekan sebelumnya.

Kebijakan ini dikritik Epidemiolog dari Griffith University Australia Dicky Budiman. Ia menyayangkan keputusan pemerintah menghilangkan indikator kematian dari penilaian status atau level pandemi sebuah daerah.

Dicky Budiman menyebut upaya pengendalian Covid-19 justru akan semakin sulit jika pemerintah mengeluarkan angka kematian dari indikator penanganan pandemi.

“Kematian adalah indikator valid untuk melihat derajat keparahan situasi wabah. Kalau banyak berarti parah banget. Di awal untuk menilai ya pakai positivity rate, kalau akhir pakai kematian. Ini wajib ada, kalau tidak ada ya kita kehilangan, seperti mobil kehilangan kaca spion. Saya nggak bisa melihat ke belakang, dan itu bahaya banget,” kata Dicky, Selasa (10/8/2021).

Bahkan, keputusan ini juga akan menimbulkan pertanyaan bagi dunia internasional karena menganggap satu nyawa menjadi tidak berharga.

Dia menyebut upaya pengendalian Covid-19 justru akan semakin sulit jika pemerintah mengeluarkan angka kematian dari indikator penanganan pandemi.

“Penghilangan ini tidak hanya membuat angka kematian menjadi tidak terdeteksi tetapi juga akan menyulitkan dalam penyusunan sebuah strategi karena tidak memiliki data yang baik,” tegas Dicky.

Bahkan, keputusan ini juga akan menimbulkan pertanyaan bagi dunia internasional karena menganggap satu nyawa menjadi tidak berharga.

 

Satu Kematian Jadi Kasus

“Di negara maju, satu kematian menjadi kasus, menjadi pelajaran kenapa kematian ini bisa terjadi,” ujarnya.

Lebih lanjut, penghilangan indikator kematian dalam penilaian ini juga dinilainya akan berdampak serius dalam upaya penanganan Covid-19.

Menurutnya, kasus kematian merupakan indikator akhir dan yang paling valid sebagai landasan penilaian derajat keparahan sebuah pandemi.

Di antara negara Asia Tenggara, kasus positif Covid-19 dan juga angka kematian di Indonesia masih menjadi yang tertinggi, dengan jumlah kasus 3,6 juta kasus dan kematian diatas 110 jiwa. Angka kematian harian di Indonesia mencapai rekor tertinggi pada 27 Juli yang mencapai 2.069 jiwa. Hingga saat ini angka kematian Covid-19 di Indonesia masih di atas seribu per hari.

Bahkan pada Selasa (10/8/2021), jumlah kematian Covid-19 di Indonesia mencapai 2.048 kasus.

Sementara Filipina melaporkan 9.671 kasus baru virus corona. Kementerian kesehatan setempat mengatakan total infeksi yang terkonfirmasi di Filipina telah meningkat menjadi 1,66 juta. Sementara jumlah kematian naik menjadi 29.122 jiwa.

Sedangkan pada Minggu (8/8/2021), Malaysia melaporkan terjadi 18.889 kasus positif baru. Lonjakan yang telah terjadi sejak awal Juli itu membuat kasus Covid-19 Malaysia kini telah mencapai 1,26 juta dengan angka kematian 10.749 jiwa.

Sementara rekor terbaru di negara ASEAN juga dialami Brunei Darussalam. Selama 457 hari negara tersebut berhasil menahan kasus positif lokal di masyarakat. Namun capaian tersebut pecah setelah Brunei melaporkan 7 kasus baru lokal yang terjadi pada Sabtu (7/8/2021).

Menyadur The Star, Kementerian Kesehatan Brunei mengungkapkan Brunei Darussalam menjadi negara yang memiliki kasus Covid-19 terendah dibanding negara lain di Asia Tenggara.

Berdasarkan data dari Worldometers, Sabtu (17/7/2021) pukul 16.00 WIB, Brunei Darussalam baru mencatatkan 283 kasus Covid-19 sepanjang pandemi berlangsung.

Baca Juga: Pak Jokowi, Ngono Yo Ngono, Ning Ojo Ngono

Dari jumlah itu, korban meninggal hanya 3 orang dan 260 orang lainnya dinyatakan sembuh.

Negara ini menjadi contoh dari kesiapsiagaan, perhatian dan kepedulian terhadap warganya, termasuk warga negara asing dan wisatawan.

Demikian juga kematian Covid-19 ke-34 di Singapura adalah seorang perempuan berusia 86 tahun yang belum divaksinasi Covid-19 dan memiliki riwayat penyakit penyerta seperti diabetes dan hipertensi, kata kementerian kesehatan Singapura, dikutip dari Reuters, hari Senin.

Seperti dilansir Channel News Asia, Senin (26/7/2021) Malaysia kembali mencetak rekor baru terkait pandemi virus Corona. Kasus kematian harian mencapai rekor tertingginya dengan 207 kasus sehingga menjadikan jumlah kematian nasional kini mencapai 8.201 kasus.

Berbeda dengan jumlah kematian akibat Covid-19 di Thailand. Sehari kematon ada 212 kematian yang dilaporkan.

Thailand melaporkan angka harian kematian akibat Covid-19 mengalami kenaikan sebanyak 98 orang. Jumlah tersebut adalah kenaikan tertinggi di Negeri Gajah Putih tersebut.

 

Diresahkan Varian Delta

Dengan adanya penambahan itu, maka total kematian akibat Covid-19 di Thailand sebanyak 3.032 orang.

Sementara Filipina mulai diresahkan varian Delta covid-19. Varian ini menyebar di 13 dari 17 wilayah di Filipina. Angka kematian pun meningkat tajam setiap harinya.

Bahkan pada akhir pekan kemarin, Filipina melaporkan peningkatan tajam kematian akibat covid-19, yakni sebanyak 287 kasus. Angka ini merupakan kematian tertinggi dalam empat bulan.

Menurut Kementerian Kesehatan Filipina kemarin ditemukan 9.671 kasus baru harian Covid-19. Dan dengan kasus kematian mencapai 287 orang. Jumlah kematian ini menjadi yang tertinggi dalam sehari sejak 9 April lalu.

Dalam laporannya, kementerian kesehatan Filipina menyatakan, total kasus Covid-19 secara nasional mencapai 1,66 juta, dengan total kasus kematian mencapai 29.122 orang.

Baca Juga: Jokowi Ikut Siapkan Program Makan Siang Gratis

 

Indikator Kematian

Dicky menilai sengkarut data bukan alasan untuk menghilangkan indikator kematian dari penilaian kondisi pandemi sebuah daerah.

“Bicara angka kasus harian saja sudah ada sengkarut data, hasil testing tidak bisa real time, termasuk testing juga belum mencapai [standar] skala penduduk,” katanya.

Dia menegaskan, jika sengkarut data menjadi permasalahan maka seharusnya diselesaikan dan bukan dihindari.

Pada skala global, sambungnya, transparansi data menjadi hal yang sangat penting. Pasalnya, kepercayaan global juga menjadi taruhan jika Indonesia tidak dipercaya lantaran tidak transparan dalam menyajikan data.

“Nanti pemulihan ekonominya gimana? Kalau tidak terpercaya datanya, Indonesia bisa terisolir,” katanya kemudian.

Koordinator Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Level 4 Jawa-Bali Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan dengan dikeluarkannya angka kematian dari indikator penanganan Covid-19, terdapat 26 kota dan kabupaten yang level PPKM-nya turun dari level 4 ke level 3.

Menurutnya ini menunjukkan perbaikan kondisi di lapangan yang cukup signifikan. “Evaluasi tersebut kami lakukan dengan mengeluarkan indikator kematian dalam penilaian," kata Luhut dalam konferensi pers secara virtual, Senin (9/8/2021).

"Karena kami temukan adanya input data yang merupakan akumulasi angka kematian selama beberapa minggu ke belakang, sehingga menimbulkan distorsi dalam penilaian," ujarnya menambahkan.

Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 sebelumnya mencatat jumlah kematian karena Covid-19 mencapai 35.274 kasus sepanjang Juli 2021. Jumlah ini naik 348 persen dibandingkan Juni 2021.

Berdasarkan data Satgas Covid-19, pada Juni 2021, jumlah kasus meninggal karena Covid-19 sebanyak 7.865 orang. Sementara selama Juli 2021, kasus kematian Covid-19 mencapai 35.274 orang. n erc/jk/sky/cr2/rmc

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU