Gempar Tolak Omnibus Law, Seluruh Buruh Jabar Demo di Gedung Sate

author surabayapagi.com

- Pewarta

Senin, 16 Mar 2020 09:27 WIB

Gempar Tolak Omnibus Law, Seluruh Buruh Jabar Demo di Gedung Sate

SURABAYAPAGI.com, Bandung - Aliansi buruh se-Jawa Barat menggelar demonstrasi menolak pengesahan Omnibus Law Rancangan Undang-Undang (RUU)Cipta Kerja di depan Gedung Sate, Kota Bandung, Senin (16/3). Aksi turun ke jalan ini bakal diikuti puluhan serikat pekerja dan juga kelompok mahasiswa. Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Jawa Barat Roy Jinto mengatakan massa buruh terlebih dahulu berkumpul di Monumen Perjuangan Rakyat Jawa Barat, sekitar pukul 09.30 WIB. "Unjuk rasa damai serikat pekerja serikat buruh Jawa Barat yang juga akan diikuti oleh elemen mahasiswa besok," kata Roy saat dikonfirmasi, Minggu (15/3). Roy mengklaim setidaknya ada 20 serikat buruh yang akan turun ke jalan. Roy menjelaskan aksi turun ke jalan ini adalah respons terhadap rencana pemerintah yang ingin mengesahkan RUU Cipta Kerja. Menurutnya RUU Cipta Kerja akan menghilangkan hak-hak para pekerja yang sebelumnya tertuang dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. "Kami meminta Presiden Joko Widodo agar segera mencabut kembali draft RUU Omnibus Law Cipta Kerja yang telah diserahkan ke DPR karena itu terbukti meresahkan rakyat," ujarnya. Menurut Roy, isi RUU Cipta Kerja itu bertentangan dengan UUD 1945. Ia pun membeberkan beberapa ketentuan hukum dalam RUU tersebut yang akan merugikan buruh. Pertama, kata Roy, RUU Cipta Kerja akan memberlakukan upah tunggal. Upah minimum provinsi (UMP) Jawa Barat kini sebesar Rp1,8 juta per bulan. Kemudian upah khusus padat karya bisa di bawah UMP dengan alasan demi keberlangsungan usaha. "Bahkan akan berlaku upah per jam terkait dengan jam kerja fleksibel yang tidak memiliki hubungan kerja untuk melindungi buruh," kata Roy. Kemudian yang kedua, lewat RUU Cipta Kerja ini status kerja kontrak dan outsourcing bakal berlaku seumur hidup. Di sisi lain ketentuan Pasal 59 UU Ketenagakerjaan dihapus, sehingga hak pesangon akan hilang dengan sendirinya. Ketiga, lanjut Roy, ketentuan di dalam RUU Cipta Kerja ini turut memudahkan pengusaha untuk melakukan PHK terhadap para buruh lantaran penghapusan Pasal 151 UU Ketenagakerjaan. Selain itu keempat, RUU Cipta Kerja menghapus pemberian cuti haid dan melahirkan. Kelima, sanksi pidana bagi pelaku usaha nakal yang melanggar norma juga dihapus. "Keenam, tenaga kerja asing akan mudah masuk di semua level dan di semua sektor usaha," tuturnya. RUU Cipta Kerja merupakan prioritas Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada periode kedua. RUU tersebut diklaim Jokowi dapat memangkas aturan guna menarik investasi dan menciptakan lapangan pekerjaan. Jokowi telah menyerahkan draf RUU Cipta Kerja ke DPR pada 12 Februari. Namun, hingga masa sidang selesai akhir Februari lalu, RUU itu belum kunjung dibahas DPR. Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin mengatakan pembahasan tertunda karena lima pimpinan DPR belum sepakat. RUU Cipta Kerja mendapat penolakan dari berbagai kalangan. Mereka menilai RUU tersebut hanya menyengsarakan buruh, petani, nelayan. Selain itu, aturan yang dibanggakan Jokowi ini dianggap merusak lingkungan dan menimbulkan bencana ekologi. Berbagai kelompok buruh dan mahasiswa juga telah menggelar aksi turun ke jalan, seperti Aliansi Rakyat Bersatu (ARB) di Jalan Gejayan, Yogyakarta dan Gerakan Tolak Omnibus Law (Getol) di Bundara Waru, Surabaya, Jawa Timur. Sementara Presiden KSPI Said Iqbal menyatakan sejumlah elemen buruh akan melakukan demonstrasi besar-besaran pada 23 Maret, yang bertepatan dengan sidang paripurna DPR. Demo bakal digelar serentak di Jakarta dan daerah lainnya di Jakarta. (cnn/cr-01/dsy)

Editor : Redaksi

Tag :

BERITA TERBARU