Anas dan Emil, Diuji Turunkan Angka Golput

author surabayapagi.com

- Pewarta

Kamis, 21 Des 2017 00:24 WIB

Anas dan Emil, Diuji Turunkan Angka Golput

Calon Gubernur Jatim 2018, Baru kali ini, pasangan cawagub Jatim maju dengan komposisi generasi baby bomer dan generasi milenial. Khofifah dan Gus Ipul, mewakili generasi baby bomer. Keduanya termasuk pejabat rata-rata yang mendapat kesempatan mengabdi pada bangsa dan negara. Tapi warga negara seusia Azwar Anas dan Emil Dardak, bisa ikut Pilkada Gubernur Jatim adalah gejala baru. Dua-duanya ingin mengikuti demokrasi langsung pilihan rakyat. Maklum, semua tahu bahwa Pilkada langsung adalah cara masyarakat Indonesia dalam memilih pemimpin di provinsinya. Namun, suka atau tidak, ada sebagian masyarakat yang memilih untuk tidak ikut berpartisipasi dalam kegiatan yang dianggap sebagai pesta demokrasi lima tahunan ini. Mereka adalah Golongan Putih (Golput). Istilah Golput telah ada sejak tahun 1955 yaitu warga Negara yang memutuskan untuk tidak memberikan suaranya dalam Pemilu, baik untuk memilih anggota DPR, DPRD, dan Presiden serta memilih kepala daerah lewat Pilkada. Meski demikian, adanya golput tidak berarti bahwa masyarakat benar-benar telah melakukan proses demokrasi dengan baik. Pasalnya, pemilu, terutama yang terselenggara pada saat Orde Baru dianggap tidak demokratis karena tidak mengusung asas langsung, umum, bebas, rahasia, serta jujur dan adil. Fakta yang saya catat, semakin tinggi jumlah masyarakat yang Golput, berarti tingkat partisipasi masyarakat dalam Pemilu semakin rendah. Nah, terkait partisipasi masyarakat dalam pemilihan langsung gubernur Jawa Timur sudah dirasakan pada pilkada periode 2008-2013. Dalam Pemilukada Jawa Timur tahun 2008 terhitung ada 6.669.592 atau (39,2 %) suara yang sudah terdaftar sebagai pemilih dalam DPT tidak memberikan suaranya. Hal ini dapat menjadi sebuah indikasi bahwa tingkat partisipasi masyarakat yang di Jawa Timur belum cukup baik. Mengingat hampir dari setengah jumlah dari Daftar Pemilih yang sah (DPT) yaitu sebanyak 29.045.722 (100%) suara dari 37.070.731 jumlah penduduk Jawa Timur, hanya 17.014.266 (60,8 %) yang memberikan suaranya dalam Pemilukada Jawa Timur tahun 2008. Sementara dalam Pilgub Jatim 2013 ada peningkatan partisipasi masyarakat dibanding Pilgub Jatim 2008. Berdasar penghitungan cepat (quick count) Proximity, partisipasi pemilih Pilgub 2013 mencapai 61 persen lebih. Sebaliknya, partisipasi pemilih dalam Pilgub Jatim putaran pertama hanya 54 persen. Jadi, ada kenaikan partisipasi pemilih dan golput turun. Sementara pada Pilkada DKI 2017,,Komisi Pemilihan Umum (KPU) menuntaskan real countnya. Sebanyak 5.563.418 atau 77,1 persen dari total pemilih 7.218.272 orang menggunakan hak suaranya. Sisanya, 1.654.854 pemilih atau sekitar 22,9 persen yang tidak menggunakan hak pilihnya alias golput. Angka golput Pilkada DKI kali ini turun sekitar 10 persen dibanding Pilkada DKI 2012. Saat itu angka golput mencapai 32 persen. Tampaknya, naiknya partisipasi pemilih ini bisa dikarenakan berbagai faktor. Salah satunya adalah ada Calon Gubernur (Cagub) yang membuat simpati masyarakat. Cagub ini turut menentukan masyarakat untuk mendatangi TPS. Calon Gubernur Jatim 2018, Anda berdua, meski secara matematik, hanya cawagub Emil Dardak, yang mendekati sentuhan pada usia generasi milenial. Sementara publik sudah terlanjur hingar bingar, Anda berdua mewakili generasi now, generasi yang tidak gagap teknologi, karena tiap hari pegangannya smartphone dan media sosial. Diluar hitungan matematika, Anda berdua juga memiliki pengalaman ‘’menaklukkan’’ dan merayu pemilih langsung di Banyuwangi dan Trenggalek. Azwar Anas, malah dua kali maju dalam pilkada tingkat Kabupaten di Banyuwangi. Sementara Emil Dardak, baru sekali maju dengan mengajak Arumi Bachsin, istri Anda, yang sadar atau tidak bisa mengikat pemilih di Kabupaten Trenggalek. Dalam konteks konsolidasi dan penguatan demokrasi, Pilkada langsung kadang dianggap menjadi pilar yang memperkukuh bangunan demokrasi secara nasional. Artinya, terlaksananya Pilkada langsung menunjukkan adanya peningkatan demokrasi, karena rakyat secara individu dan kelompok terlibat dalam proses melahirkan pemerintah daerah baru. Pilkada sebagai demokrasi lokal dalam dua kali bisa dianggap upaya untuk mewujudkan local accountability, political equity, dan local responsiveness, yang merupakan tujuan dari desentralisasi. Dan hasil pilkada dipersepsikan tampilnya seorang pejabat publik yang dimiliki oleh rakyat tanpa membedakan dari mana asal dan usul keberadaannya. Maklum, dia telah ditempatkan sebagai pengayom bagi rakyat. Artinya, siapapun yang memenangkan pertarungan dalam Pilkada dan selalu ditetapkan sebagai kepala daerah (local executive) dengan legal authority of power (teritorial kekuasaan yang jelas), local own income and distribute them for people welfare (memiliki pendapatan daerah untuk didistribusikan bagi kesejahteraan penduduk), dan local representative as balance power for controlling local executive (lembaga perwakilan rakyat sebagai pengontrol eksekutif daerah). Jadi, Pilkada dipakai sebagai salah satu jalan untuk mencari legitimate kekuasaan di tingkat lokal dalam Negara demokrasi. Mengingat, setiap warga Negara memiliki hak yang sama untuk dipilih dan memilih. Kesamaan ini juga menimbulkan konflik, karena masing-masing pihak merasa sebagai pihak yang paling berhak. Jika benih perselisihan ini tidak dicarikan solusi terbaik, maka konflik Pilkada semacam ini akan dapat mengarah kepada pertikaian yang secara terus-menerus dan menjurus pada lingkaran setan (tautological cyrcle) yang tidak saja sulit ditelusuri awal mulanya. Tetapi menyebabkan tindakan destruktif secara massal. Dalam pandangan saya, Pilkada muncul sebagai konsekuensi dari desentralisasi politik yang dinafasi oleh semangat reformasi. Desentralisasi ditandai dengan beralihnya arena pertarungan dari pusat ke daerah. Lokal menjadi lokus bagi berbagai pihak untuk melakukan konsolidasi agar mendapat tempat di hati masyarakat. Wajar bila pilkada adalah jalan tercepat untuk mewujudkan akomodasi politik para elite nasional dan lokal. Jelas, konflik kekuasaan di tingkat lokal tak terhindarkan sebagai konsekuensi logis dari mengendurnya 'cengkeraman' pusat pada daerah. Selain mencari pemimpin yang legitimate, Pilkada juga dimaksudkan untuk mewujudkan partisipasi masyarakat dalam pemerintahan demokrasi sehingga Pilkada adalah untuk memperkuat iklim demokrasi lokal yang dapat mengarah pada konflik kepentingan di tingkat lokal. Nah, Anda berdua yang secara sosiologis adalah “ teman” apakah sekarang ini saat berhadap-hadapan dengan naik kuda berbagai partai politik, sadar sedang mencari pendukung pemilih pemula yang memiliki cara berpikir realistis..? Mampukah Anda berdua diadu, mampu siapa yang bisa menurunkan angka golput dalam Pilkada 2018. Apakah menurunkan dengan andalan kampanye menggunakan media sosial semata atau gabungan dengan media mainstream. Konsep komunikasi agenda setting melalui media mainstream saatnya Anda pikirkan serius, sebab hasil pantauan saya dalam pilkada DKI tahun 2017 belum dimanfaatkan oleh Ahok, Agus dan Anies. Calon Gubernur Jatim 2018, Berdasarkan angka dua Golput tahun 2008 dan 2013, setidaknya ada dua faktor yang menyebabkan tingginya golput dan rendahnya partisipasi masyarakat dalam pilgub Jatim. Dua faktor itu faktor teknis dan non teknis. Faktor teknis adalah kurangnya sosialisasi karena terbatasnya anggaran. Artinya, di Kediri misalnya, KPUD hanya melakukan sosialisasi tiga kali di tiga kecamatan di Kota Kediri ditambah satu kali sosialisasi di tempat umum. Selebihnya, KPUD melakukan sosialisasi apabila ada permintaan dari instansi tertentu atau lembaga swadaya masyarakat. Faktor teknis ini penting tapi kurang signifikan. Faktor penentu terbesar adalah non teknis yakni perasaan putus asa atau apatis masyarakat terhadap penyelenggaraan pemilihan pemimpin secara langsung apakah bisa menjamin akan menghasilkan pemimpin yang bisa meningkatkan kesejahteraan rakyat?. Mereka tampaknya trauma pada pemilu presiden tahun 2004 lalu dimana hasil dari pemilihan itu ternyata tidak berdampak signifikan pada perubahan nasib rakyat. Harga-harga kebutuhan pokok tetap naik dan pekerjaan sulit Penyakit inilah yang dihadapi bangsa Indonesia yang dihadapkan pada persoalan yang sangat besar karena generasi penerusnya jiwa dan rohaninya sebagian hilang dan rasa nasionalisme terhadap bangsa ini pun mulai runtuh. Hal ini yang kemudian menjadi tugas dan peran pemimpin negeri ini untuk mengembalikan semangat pemuda dan pemudi bangsa ini menjadi pemuda dan pemudi yang berjiwa luhur (terpuji) dan menjunjung tinggi cita-cita dan harapan bangsa ini. Artinya sampai tahun 2017 ini, partisipasi politik rakyat sesungguhnya masih belum mencapai partisipasi yang bersifat substantif dan sebaliknya masih bersifat prosedural. Lembaga-lembaga politik untuk pengembangan partisipasi telah dibangun dengan begitu cepat dan beragam, namun tetap tidak bisa dimanfaatkan rakyat untuk terlibat mempengaruhi kebijakan-kebijakan yang menyangkut kehidupan sosial-ekonomi mereka, mau pun kebijakan-kebijakan negara yang bersifat lebih umum. Dengan begitu, meski politik begitu akrab di telinga kebanyakan orang, sesungguhnya politik menjadi sangat jauh dari kenyataan hidup generasi muda now. Alienasi rakyat dari politik, tampaknya, semakin tidak memberikan jaminan apa pun terhadap hak-hak ekonomi, sosial dan budaya mereka. Melalui surat terbuka ini, saya mencoba menyegarkan Anda berdua, masihkah melekat pada sanubari Anda jiwa “Patriotisme dan Nasionalisme,’’ generasi milenial yang mendapat kesempatan mengikuti Pilkada 2018. Apakah Anda masih memiliki jiwa patriotisme yaitu sikap yang berani, pantang menyerah dan rela berkorban demi bangsa dan negara.? bila Ada pilkada ini adalah momen Anda menguji nyali, mampukah Anda menurunkan angka Golput seperti Anies-Sandiago, dalam Pilkada DKI 2017 lalu. Mengingat, calon kepala daerah atau wakilnya yang berjiwa patriotisme wajib memiliki suatu kebajikan yang benar-benar fitri yaitu fitrah manusia. Siapa diantara Anda yang mampu menurunkan angka golput tahun 2018 ini, bisa otomatis menambah perolehan suara Anda yang signifikan. ([email protected], bersambung)

Editor : Redaksi

Tag :

BERITA TERBARU