ITS Bantu Produksi Therapeutic Agent Covid-19

author surabayapagi.com

- Pewarta

Rabu, 24 Jun 2020 08:44 WIB

ITS Bantu Produksi Therapeutic Agent Covid-19

i

Dosen pengajar Institut Teknologi sepuluh November Surabaya, Yuli Setiyorini, ST., MPhil, PhD. Eng melakukan penelitian dengan menggunakan metode baru dalam nano chitosan. SP

SURABAYAPAGI.com,  Surabaya - Dosen pengajar Institut Teknologi sepuluh November Surabaya, Yuli Setiyorini, ST., MPhil, PhD. Eng melakukan penelitian dengan menggunakan metode baru dalam nano chitosan. Pembuatan chitosan umumnya menggunakan metode asam/basa, ada juga yang menggunakan metode enzyme. Untuk metode asam/basa ini prosesnya memakan waktu lama serta menggunakan larutan kimia, dimana memicu banyak pertimbangan terhadap ketidak ramahan lingkungan. Selain itu, reaksi dengan dengan larutan kimia lebih cenderung menghasilkan chitosan dengan high molecular weight (high MW). Sedangkan metode enzyme ini dirasakan lebih kompleks dan sulit untuk mengontrolnya.

Yang menjadi perhatian para peneliti-peniliti untuk pengembangan chitosan adalah bagaimana menghasilkan chitosan dengan low MW, karena dengan low MW ini meningkatkan aktifitas chitosan. Jadi alternative yang kami pilih adalah mengantikan metode reaksi kimiawi dengan gelombang mikro.

Baca Juga: 44 Gubes ITS Serukan Pemilu Damai, Minta Presiden Jokowi Bersikap Netral

 Pada bidang material, nano material sangat mendapat banyak perhatian, baik itu di bidang pengetahuan (research and science) dan aplikasinya di dunia industri. Nano particle menarik karena ukurannya yang kecil secara fisik, namun yang tidak kalah penting adalah material-material nano yang memiliki sifat-sifat tertentu yang sangat dipengaruhi oleh proses pembuatannya.

 Biomaterial adalah salah satu bidang dalam material yang juga sangat tertarik dengan nano material. Hal ini dikarenakan organisme hidup dibangun dari sel yang biasanya 10 μm. Namun, bagian sel jauh lebih kecil dalam domain ukuran sub-mikron. Protein memiliki ukuran khas hanya sekitar 5nm.

 Yuli Setiyorini, ST., MPhil, PhD. Eng mengaku bila Perbandingan ukuran sederhana ini memberikan gagasan untuk menggunakan nanopartikel sebagai probe sangat kecil yang memungkinkan kita untuk memata-matai di mesin seluler tanpa adanya terlalu banyak gangguan

 “Perbandingan ukuran sederhana ini memberikan gagasan untuk menggunakan nanopartikel sebagai probe sangat kecil yang memungkinkan kita untuk memata-mataidi mesin seluler tanpa adanya terlalu banyak gangguan. Pemahaman proses biologis padatingkat skala nano adalah kekuatan pendorong yang kuat di belakang pengembangan nanoteknologi yang berpotensi untuk digunakan dalam aplikasi biologis” ungkapnya.

 Menurutnya Chitosan memiliki banyak potensi sifat-sifat yang dapat digunakan untuk aplikasi medis seperti antibacterial, antiviral, wound healing, antiinflammation, antioxidant, biodegradable, biocompatibility dan masih banyak lagi. Akan tetapi potensi sifat-sifat tersebut sangat dipengaruhi oleh proses pembuatannya. Oleh karenanya, meskipun chitosan sudah banyak diperjualbelikan di market, namun belum tentu sifatnya sama persis atau kualitas dan performanya sama.

 “Dengan mengkaji berbagai proses pembuatan chitosan yang telah dilakukan, maka kami menemukan banyak kekurangan terutama pada tingkat effisiensi dan ramah lingkungan. Chitosan yang kami kembangkan menggunakan proses yang berbeda tanpa bahan kimia, kami menggunakan gelombang mikro. Dengan teknik yang berbeda pada proses, Alhamdulillah properties (sifat) chitosan jg berbeda. Aplikasi chitosan ini sangat luas tidak hanya untuk aplikasi medis. Kami serius mengembangkan chitosan bukanhanya untuk aplikasi medis saja” jelasnya.

 Yuli Setiyorini, ST., MPhil, PhD. Eng tertarik menggunakan metode baru, sebabnya Gelombang mikro menjadi semakin populer baik di industri maupun di riset teknologi. Gelombang mikro dapat mempercepatlaju reaksi.

 “Gelombang mikro menjadi semakin populer baik di industri maupun di riset teknologi. Gelombang mikro dapat mempercepatlaju reaksi, memberikan hasil yang lebih baik dankemurnian yang lebih tinggi, pemanasan seragam dan selektifdengan penggunaan energi yang lebih rendah, capaian lebih besar, reproduksi reaksi yang nyaman dan bersih tanpa carbon emisi.

Keuntungan utama proses pembuatan chitosan menggunakan gelombang mikro adalah lju reaksi lebih cepat (faster reaction), yield yang kemurnian lebih tinggi (better yield and higher purity), konsumsi energy rendah (energy saving), reaksi pemanasan merata dan selektif (uniform and selective heating), ramah lingkungan (green), Reproducibility, dan mampu menghasilkan nano particle” ujarnya.

 Bahan baku yang digunakan untuk mendukung pembuatan chitosan ini merupakan limbah udang atau cangkang yang pada udang tersebut.

“Kami menggunakan bahan limbah udang (cangkang). Sebelumnya kami juga mengembangkan chitosan dari bahan baku sumber lainnya. Chitosan dapat dibuat dari berbagai sumber bahan baku seperti sea animal, insect, dan microorganism” katanya.

Pada awal di tahun 2010-2012 Yuli Setiyorini, ST., MPhil, PhD. Eng yang turut di support oleh kepala laboratorium Pengolahan Material dan Mineral, Sungging Pintowantoro, ST., MT., PhD. Eng mendapatkan dana hibah penelitian unggulan dari ITS. Namun selanjutnya mereka mengembangkan sendiri dengan menggunakan dana simpanan laboratorium mereka.

Baca Juga: Peringati Dies Natalis, ITS Resmikan Prasasti Dana Abadi

“Untuk kendala yang kami alami, terutama untuk mengali lagi potensi-potensi aplikasi chitosan di berbagai bidang pasti membutuhkan biaya. Seperti yang sudah saya jelaskan aplikasi chitosan di medis itu banyak sekali. Demikian pula di dunia industri makanan, waste management, textile, paper, sampai biosorption rare earth. Kami terbuka bermitra dengan siapa saja, tapi yang lebih diutamakan adalah mitra yang juga memiliki jiwa kemanusian dan social yang nantinya memiliki program gratis chitosan bagi yang membutuhkan terutama dengan tingkat ekonomi yang tidak mampu. Mitra tidak terbatas dari golongan academisi dan professional, tapi kami juga terbuka bermitra dengan industri dan investor” paparnya.

 Telah dijelaskan sebelumnya bahwa aplikasi chitosan yang di kembangkan akan bervariasi dikarenakan dipengaruruhi oleh apalikasinya baik itu di medis atau industri. Besar harapan Yuli Setiyorini dan Sungging Pintowantoro, untuk tidak tergantung lagi dengan produk import yang belum tentu aplikasinya bisa sesuai dengan kebutuhan. Kemandirian pada bahan baku local yang dapat dikelola dan dimanfaatkan sebanyak-banyak aplikasinya untuk pemenuhan Indonesia dengan tingkat proses yang lebih efisien dan ramah lingkungan.

“Pengembangan riset tentang chitosan sudah kami mulai sejak tahun 2010, di labotorium Teknik Material dan Metalurgi ITS Surabaya. Dengan support dari kepala laboratorium Pengolahan Material dan Mineral, Sungging Pintowantoro, ST., MT., PhD. Eng. Kami mengembangkan chitosan untuk berbagai aplikasi baik untuk aplikasi medis dan industri.

Pertama-tama kami kembangkan untuk tujuan wound healing, tissue regeration, anticarcinogenic dan antibacterial yang memicu kegagalan dan kematian pada proses implantation. Mulai dari fiber micron hingga nano chitosan telah kami kembangkan. Kami terus melakukan modifikasi dan inovasi dari sisi proses pembutannya agar dapat menghasilkan chitosan dengan berbagai variasi properties untuk berbagai variasi aplikasinya. Aplikasi lain chitosan di dunia industriantara lain industrimakanan, waste management, textile, paper, sampai biosorption rare earth dan masih banyak lagi” tuturnya.

Disinggung tentang Bagaimana cara kerja nano chitosan ini untuk dapat melakukan terapi pada pasien, hingga dikabarkan mamapu menangkal virus Covid tersebut, Yuli Setyorini menjelasakan bila Nano chitosan memiliki sifat antivirus, secara substansial mendorong infiltrasi leukosit dan peningkatan ekspresi sitokin inflamasi di jaringan trakea / paru. Perlu dicatat bahwa FDA AS telah menyetujui penggunaan chitosan dalam obat-obatan danmakanan. Chiitosan murni telah dilaporkan memiliki toksisitas rendah tetapi memiliki aktivitas imunomodulator yang kuat.

“Kemungkinan besar, efek turunan chitosan anionik yang menghambat infeksi retroviral dalam sel hewan dimediasi oleh yang lainyaitu mekanisme efek chitosan polikationikmolekul aktif dalam kaitannya dengan infeksi virus daninfeksi phage. Interaksi nano chitosan dengan permukaan sel, interaksi ini dapat terjadidalam peningkatan permeabilitas membran dankerusakan yang disebabkan oleh pengikatan yang tidak spesifik dari molekul kitosan polikationik. Karena replikasi phageDNA dan morfogenesis partikel phage sangat eratterkait dengan membran, perubahan sifat selmembran yang diinduksi oleh nano chitosan dapat menjadi salah satu dari beberapafaktor-faktor yang menghambat replikasi” lanjutnya. 

Yuli Setyorini menambahkan bila uji atau akurasi dalam metote baru chitosan ini  dengan proses gelombang mikro berpotensi untuk menghasilkan chitosan yang berkualitas medis dengan tingkat efisien yang tinggi dan ramah lingkungan.

Baca Juga: Rektor ITS Dipanggil KPK, Saksi Suap

“Hasil yang kami peroleh bahwa dengan proses gelombang mikro berpotensi untuk menghasilkan chitosan yang berkualitas medis dengan tingkat efisien yang tinggi dan ramah lingkungan. Secara tidak langsung kami juga turut menjawab tantangan issue di dalam proses pembuatan chitosan yang saat ini masih belum efisien. Produk chitosan kami beberapa sudah diuji baik in-vitro and in-vivo. Kami juga telah melakukan riset untuk diaplikasikan sebagai dental filler, bone cement, implant coating, antibacterial dan therapeutic agent” lanjutnya. 

Adapun orang-orang yang  berpartisipasi secara sukarela sebagai uji klinis penyakit mereka. Dimana kebanyakan dari mereka adalah pasien dengan trackrecord medis yang dokter sudah tidak sangup lagi. Serta ada beberapa pasien yang memang tidak memiliki asuransi kesehatan tetapi penyakit yang diderita membutuhkan biaya yang besar. Dengan tekad dan dorongan pasien sukarelawan inilah, Yuli bersama tim melakukan uji klinis.

Beberapa penyakit yang sedang di monitor dengan terapi chitosan adalah kanker, diabetic, bacterial diseases, covid dengan penyakit bawaan dan pneumonia dan ada beberapa lainnya. Secara umum adalah penyakit yang mengalami kerusakan jaringan.

“Chitosan kami, Alhamdulillah memberikan harapakan bagi para pasien tersebut. Proses kesembuhan dirasakan sangat significant dibandingkan pengalaman mereka menggunakan resep-resep obat kimia sebelumnya. Komunikasi, kerjasama, dan kepercayaan dengan pasien dan keluarganya inilah yang kita jalin. Dengan memberikan chitosan secara gratis untuk terapi telah memberikan harapan bagi yang membutuhkan. Dan kami tetap ingin dapat membantu sesama yang membutuhkan hingga seterusnya, sebagai sumbangsih kemanfaatan ilmu yang telah kami peroleh” lanjutnya.

Yuli Setyorini  mengaku bila siap untuk di  produksi atau diterjunkan ke pasar bebas dan membantu memprouduksi therapeutic agent covid-19 yang dapat diakses secara gratis yang disesuaikan dengan jenis penyakitnya

“Insya Allah, siap di produksi untuk membantu memproduksi therapeutic agent covid-19. Akses menggunakan nano chitosan sebagai therapeutic agent telah kami buka bagi pasien yang berkenan, karena kami tidak melakukan pemaksaan. Dan untuk saat ini, kami melakukan pemberian nano chitosan secara gratis yang disesuaikan dengan jenis penyakitnya. Awal kami melakukannnya sendiri. Namun saat ini, sedang dalam proses beberapa pihak yang ingin melakukan kerjasama dengan kami, yang belum dapat kami sebutkan” pungkasnya.

 

Editor : Redaksi

BERITA TERBARU