Vaksin Nusantara adalah Penemuan Baru Berbasis Dendritic Cell. Dan ini Diakui Sebagai Inovasi Letjen (Purn) Dr. dr. Terawan Agus Putranto. Ternyata Sampai Maret 2021 ini Belum Ada Satu Dokter Indonesia yang Membuat Terobosan Inovasi Bikin Vaksin Corona seperti Terawan. Banyak Peneliti Kesehatan yang Berpikir Obyektif Menyebut Penemuan dari Mantan Menkes ini Bisa Dijadikan Keunggulan Nasional
Baca Juga: Suara PDIP Jateng Diduga Digerus Presiden ke-7, Megawati Bikin Perhitungan ke Jokowi
SURABAYAPAGI.COM, Jakarta – Presiden Jokowi, saat memberi keterangan pers tentang vaksin produk indonesia, langsung menyatakan makna inovasi bagi kemajuan negara. Pernyataan Jokowi ini tersurat dan tersirat ditujukan pada vaksin Nusantara yang dikenal sebagai inovasi produk dalam negeri vaksin Covid-19.
Vaksin Sinovac, misalnya, menggunakan cara lama yakni memasukkan virus yang sudah dilemahkan ke dalam tubuh untuk merangsang lahirnya imunitas di tubuh terhadap virus tersebut. Cara ini klasik, karena dilakukan untuk melawan berbagai pandemi dan epidemi di masa lalu. Juga vaksin Pfizer, AstraZeneca, dan Johnson & Johnson. Tiga merek vaksin ini bermain dengan mRNA atau upaya mengubah protein tertentu yang ada di sekitar DNA.
Berbeda dangan vaksin Nusantara yang menggunakan cara baru sama sekali, termasuk cara vaksinasinya. Proses vaksinasi baru itu, oleh para peneliti mirip dengan metode stem cell.
Gambarannya, untuk vaksinasi dengan Vaksin Nusantara, pasien akan menjalani proses pengambilan darah lebih dulu. Sebanyak tiga tabung atau sekitar 40 cc.
Dan darah pasien itu akan dimasukkan tabung (bag) plastik yang terdiri dari tiga ruas. Ruas pertama untuk proses pemisahan darah putih dan darah merah, ruas kedua untuk menampung darah merah sedangkan ruas ketiga untuk tempat darah putih dan telah terisi oleh antigen.
Dan semua proses ini bisa dilihat pasien. Pasien bisa melihat darah di dalam bag plastik itu. Diantaranya ada darah putih akan langsung tercampur dengan antigen. Lalu dibiarkan di situ satu minggu. Selama 7 hari itu terjadi proses persenyawaan terhadap cell darah putih. Peneliti menyebut cell memiliki anti virus Covid-19.
Setelah 7 hari, sel darah putih yang sudah memiliki imunitas terhadap Covid-19 itu akan disedot oleh alat suntik untuk disuntikkan kembali ke tubuh pasien melalui lengan atas.
Vaksin Dendritic Cell
Inilah kejelian Dr. dr. Terawan yang ahli bidang kedokteran. Vaksin ini adalah penemuan baru dinamakan vaksin dendritic cell.
Dan ini diakui sebagai inovasi dokter Terawan. Ternyata sampai Maret 2021 ini belum ada satu dokter Indonesia yang membuat terobosan seperti Terawan. Banyak peneliti kesehatan yang berpikir obyektif menyebut penemuan dari mantan Menkes ini bisa dijadikan keunggulan nasional. Dokter lain yang tak melakukan penelitian mencari vaksin nasional, bisa iri atas inovasi Dr. dr. Terawan.
Maka itu, Presiden Joko Widodo mengingatkan semua pihak, inovasi merupakan sebuah kunci dari kemajuan sebuah negara, termasuk Indonesia. Penelitian dan pengembangan, baik itu obat maupun vaksin, harus dilakukan agar terwujud kemandirian di bidang farmasi sekaligus untuk percepatan akses ketersediaan vaksin di masa pandemi Covid-19 ini.
"Tapi untuk menghasilkan produk obat dan vaksin yang aman, berkhasiat dan bermutu, mereka juga ahrus mengikuti kaidah-kaidah saintifik. Kaidah-kaidah keilmuan dan uji klinis harus dilakukan sesuai prosedur yang berlaku, terbuka, transparan, serta melibafkan banyak ahli," kata Jokowi, dalam keterangannya yang disiarkan di YouTube Sekretariat Presiden RI, Jumat, (12/3/2021).
Jokowi bahkan mengatakan persyaratan dan tahapan ini penting dilakukan untuk membuktikan bahwa proses pembuatan vaksin sangat mengedepankan unsur kehati-hatian dan dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Sehingga vaksin yang dihasilkan aman dan efektif penggunaannya. "Jadi saat ini vaksin yang tengah dikembangkan di Tanah Air adalah Vaksin Merah Putih dan Vaksin Nusantara yang harus kita dukung," tambah Jokowi.
Penolakan dari BPOM
Presiden Joko Widodo sampai harus turun setelah sehari sebelumnya, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) melalui Kepala BPOM Ir. Penny K. Lukito, menyatakan kalau hasil uji klinis tahap pertama Vaksin Nusantara belum memenuhi kaidah ilmiah. Hal ini diungkapkan di depan seluruh anggota Komisi IX DPR RI, Rabu (10/3/2021). Penelitian tersebut dinilai tak sesuai kaidah yang berlaku, karena hal ini berkaitan erat dengan ilmu sains dan kesehatan masyarakat luas.
"Pemenuhan kaidah good clinical practice juga tidak dilaksanakan dalam penelitian ini. Penelitian uji klinik pada manusia harus mengikuti good laboratory practice, good clinical trial practice, dan manufacturing practice," ujarnya.
Selain itu, lanjut Penny, ada ketidaksesuaian protokol dan ketentuan dari Persetujuan Pelaksanaan Uji Klinik (PPUK). Dimana, persetujuan etik dari Vaksin Nusantara diberikan oleh Komite Etik RSPAD Gatot Subroto. Padahal, uji klinik vaksin tersebut dilakukan di RSUP dr Kariadi Semarang.
Selanjutnya, BPOM akan melakukan pertemuan panel hearing dengan tim peneliti Vaksin Nusantara untuk melakukan peninjauan data interim dari fase pertama pengujian vaksin tersebut, yang akan digelar 16 Maret 2021.
Baca Juga: Jokowi Ikut Kampanyekan RK, PDIP Tak Pusing
Sesuai Kaidah Medis
Meski begitu, Terawan merespon penolakan dari Kepala BPOM Ir Penny, dengan tenang dan pengalamannya. Terawan sendiri menceritakan bahwa pengembangan Vaksin Nusantara tidak sesuai dengan kaidah medis.
"Vaksin Covid-19 berbasis dendritik sel, yang tentunya karena sifatnya autologus, sifatnya individual, tentunya adalah sangat sangat aman," kata Terawan dalam rapat kerja Komisi IX DPR, Rabu (10/3/2021).
Terawan pun menceritakan pengalamannya menginisiasi Vaksin Nusantara sejak 2015. Ia mengatakan, saat itu secara pribadi, dirinya sudah mengembangkan proses dendritik sel di cell cure center RSPAD Gatot Subroto.
Namun, saat itu sel dendritik belum dikhususkan untuk membuat vaksin Covid-19, tetapi digunakan dalam riset pengembangan vaksin kanker. "Dendritik sel sudah kita kenal dan kita sudah publish di internasional jurnal untuk dendritik sel vaksin. Tetapi waktu itu memang saya publish-kan dalam bentuk untuk dendritik sel untuk kanker," jelas Mantan Menteri Kesehatan.
Inisiatif Terawan
Ketika wabah Covid-19 melanda Tanah Air, Terawan pun mencoba memanfaatkan sel tersebut sebagai vaksin. Inisiatif itulah yang kemudian mendapat dukungan dari sejumlah pihak, antara lain RSUP dr Kariadi dan Universitas Diponegoro.
"Kebetulan saya bisa mendorong teman-teman dari Universitas Diponegoro untuk bisa mengembangkan ini dan saya bersyukur waktu itu Kementerian Kesehatan bisa men-support-nya," papar dia.
Lebih lanjut, Terawan berharap Vaksin Nusantara yang dikembangan dengan metode dendritik sel ini dapat menjadi solusi bagi masyarakat yang termasuk pengecualian kriteria penerima vaksin Covid-19. Secara detail, dia beranggapan bahwa vaksin ini dapat menjadi solusi bagi mereka yang mengalami autoimun, bahkan yang memiliki komorbid berat.
"Paling tidak untuk mengatasi yang autoimun, ataupun yang komorbid berat, ataupun memang terkendala dengan vaksin yang lain, ini menjadi sebuah solusi maupun alternatif yang bisa digunakan," harapnya.
Baca Juga: FPI Tahlilan, Minta Tangkap Pemilik Akun Kaskus 'Fufufafa'
Meski begitu, Terawan juga meminta dukungan BPOM dalam mengawal evaluasi hasil uji klinis I Vaksin Nusantara. "Meskipun PPUK (Persetujuan Pelaksanaan Uji Klinis) belum keluar, saya tetap mengucapkan terima kasih kepada BPOM dan Kementerian Kesehatan. Mudah-mudahan ini terus bisa dilanjutkan menjadi fondasi yang baik," ujar Terawan.
Kesimpulan RDP Komisi IX DPR RI
Sementara, dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama anggota Komisi IX DPR RI, pada Rabu (10/3/2021) kemarin, menghasilkan kesimpulan yang harus ditindaklanjuti baik Kementerian Kesehatan RI, Kementerian Riset dan Teknologi/Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), BPOM, tim peneliti Vaksin Nusantara dan Vaksin Merah Putih.
RDP yang dipimpin Ketua Komisi IX Felly Estelita Runtuwene dari Partai NasDem menghasilkan dua poin kesimpulan. Pada poin pertama kesimpulan ditujukan kepada Vaksin Merah Putih.
“Pertama, Komisi IX DPR RI mendesak Kemenkes RI dan BPOM untuk berkoordinasi dengan Menristek RI/BRIN untuk terus mendukung dan melakukan pendampingan terhadap kandidat vaksin Merah Putih dengan tetap memperhatikan persyaratan wajib dalam proses pengembangan vaksin sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang ada demi memastikan khasiat, mutu dan keamanannya,” tulis kesimpulan yang ditandatangani oleh Felly.
Kemudian, poin kedua ditujukan untuk Vaksin Nusantara yang digagas oleh Dr. dr. Terawan.
“Komisi IX DPR RI mendukung percepatan pengembangan industri farmasi dan alkes sesuai Inpres Nomor 6 tahun 2016 termasuk pengembangan kandidat Vaksin Nusantara,” catat dalam kesimpulan tersebut.
Terkait hal itu, Komisi IX DPR RI juga mendesak kepada Kemenkes RI dan BPOM untuk berkoordinasi dengan Kemenristek RI/BRIN untuk mendukung dalam pengembangan Vaksin Nusantara terhadap seluruh penelitian dan pengembangan sesuai standar dan persyaratan Good Laboratory Practice (GLP), Good Manufacturing Practice (GMP), dan Good Clinical Practice (GCP).
Selain itu, dalam kesimpulan kedua, Komisi DPR RI juga meminta BPOM untuk mengeluarkan persetujuan pelaksanaan uji klinis (PPUK) fase 2 untuk Vaksin Nusantara dan terus mendampingi kepada tim peneliti Vaksin Nusantara dalam penelitiannya.
Selain itu, juga meminta kepada Tim Peneliti Vaksin Nusantara menyampaikan perkembangan hasil uji klinis fase 1 kepada publik. “Hal ini guna untuk mengindari kesimpangsiuran informasi terkait hasil uji klinis fase 1 kandidat vaksin Nusantara,” tulis kesimpulan tersebut. Kemudian terakhir, Komisi IX DPR RI juga meminta Badan Litbangkes Kemenkes RI untuk terus ikut mendukung secara anggaran kepada penelitian kandidat vaksin Nusantara. erk/sur/lit/cr2/rmc
Editor : Moch Ilham