Soekarno, Bapak Persatuan, Soeharto, Bapak Pembangunan

author surabayapagi.com

- Pewarta

Selasa, 08 Jun 2021 21:23 WIB

Soekarno, Bapak Persatuan, Soeharto, Bapak Pembangunan

i

Presiden Soekarno (kiri) bersama Presiden Soeharto (kanan).

 

Soekarno dan Soeharto, Sama-sama Dilahirkan bulan Juni

Baca Juga: Soekarno, Si Gemini yang Bukan Playboy

 

 

 

Bulan Juni ini dikenal oleh sebagian warga negara Indonesia, sebagai hari berkalender nasional. Presiden pertama Soekarno atau Bung Karno, dilahirkan 6 Juni 1901. Juga 1 Juni ditetapkan sebagai hari lahirnya Pancasila. Presiden kedua Soeharto, dilahirkan 8 Juni 1921. Selasa (8/6/2021) kemarin sore, keluarga dan simpatisan Soeharto, merayakan satu abad kelahirannya di masjid At Tin, Taman Mini Indonesia Indah Jakarta. Harian kita mencatat kisah dua presiden itu dengan mengenang dari sudutpandang milenial. Selain pendapat putra pertama Presiden Soekarno, Guntur Soekarno . Harian kita juga mencukil coretan mantan ajudan presiden Soeharto, Jenderal (Purn) Soetanto, yang juga pernah menjadi Kapolri era presiden SBY.

 

Gerakan De-soekarnoisasi

SURABAYAPAGI.COM, Surabaya - Guntur, dalam buku edisi ketiga berjudul “BUNG KARNO, Bapakku, Kawanku, Guruku”, menjawab kegelisahannya terhadap gerakan de-soekarnoisasi di era reformasi.

Dia menilai, saat ini ada kalangan yang masih terus berupaya melakukan de-soekarnoisasi. Sehingga, Guntur mengungkapkan, perlu pengingat agar rakyat dan juga generasi muda tidak melupakan siapa itu Soekarno.

“Sekarang ini ada sebagian kalangan ingin melakukan de-soekarnoisasi. Sehingga anak muda sekarang enggak jelas mengenai identitas politiknya, nasionalisme juga mlempem, untuk itu, saya pikir perlu ada bacaan yang bisa menimbulkan itu,” katanya dalam diskusi virtual, Minggu (6/6/2021)

Guntur menjelaskan, Indonesia saat ini sangat memerlukan adanya indoktrinasi untuk pembinaan watak dan jiwa bangsa. Indoktrinasi ini telah dihapuskan pada era orde baru. Dan seharusnya di era reformasi, pembinaan watak dan jiwa bangsa diselenggarakan.

 

Administrator Teliti

Sutanto, yang pernah menjadi Kapolri pada era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menulis buku, "Pak Harto, The Untold Stories".

Sebagai ajudan Soeharto, pada tahun 1995 hingga 1998, Sutanto menyebut Soeharto sebagai seorang pemimpin yang memiliki prinsip dan konsisten.

Menurutnya, selama menjabat sebagai presiden, keputusan Soeharto tidak ada yang bertentangan satu sama lainnya.

Sutanto mengungkapkan, hal itu tidak lepas dari buku khusus yang dimiliki Soeharto.

Buku itu berisi berbagai hal yang penting secara sistematis.

Bahkan Pak Harto, kenal

Soetanto, memberi daftar urut dan memisahkan bagian per bagian berdasarkan siapa menterinya atau apa topik permasalahannya.

Sehingga, atas bantuan catatan dalam bukunya itulah, Soeharto mampu melihat sejumlah persoalan.

"Dibantu dari buku itulah, Pak Harto sebagai presiden dan kepala negara bisa melihat kemajuan atau progres berbagai masalah yang tengah dihadapi oleh pemerintah," lanjut Sutanto. Sutanto pun menyebut Soeharto adalah seorang administrator yang baik dan teliti.

 

Bapak Proklamator

Sedangkan, Menurut Kordinator Wilayah V GMKI periode 2018-2020 Ridwan Tapatfeto, bulan Juni menjadi bulan yang sangat penting dalam merefleksikan kembali Indonesia. Banyak harapan dan kenangan yang dibangkitkan kembali tatkala mengingat akan ke-3 peristiwa ini. Pancasila yang mempersatukan perbedaan dengan bingkai bhineka tunggal ika, Soekarno yang dikenang dengan bapak proklamator dan Soeharto dengan julukan 'the smiling general'.

"Ini harusnya menjadi momentum bagi kita untuk membangun kembali cita-cita para founding fathers kita. Saatnya untuk rumbuhkan semangat toleransi, gotong royong dan nasionalisme," kata Ridwan kepada Surabaya Pagi, Selasa (8/5/2021).

Setiap manusia siapa pun itu kata Ridwan, pasti memiliki kesalahan. Soekarno kendati berupaya menyatukan bangsa dengan ide nasakom (nasionalisme, agama dan komunis) namun pada akhirnya menjadi otoriter. "Bung Karno tetap ada celahnya, beliau mendaulatkan dirinya menjadi presiden seumur hidup dan disahkan oleh MPRS. Maka munculah demokrasi terpimpin," katanya.

Baca Juga: Golkar Jatim Ingin Kenalkan Jasa Soeharto ke Generasi Muda

 

Lawan Politik Soeharto

Begitu pula Soeharto, dengan menafsirkan pancasila sebagai asas tunggal, ia menghilangkan lawan politiknya yang tidak sepaham. "Lihat saja kasus 65 dan 66 dan apa yang terjadi pada orang-orang yang diangkap sebagai PKI itu. Bahkan pengadilan rakyat internasional menyatakan bahwa itu adalah pelanggaran HAM berat," jelasnya.

Kendati begitu, dari tata kelola negara baik Soekarno maupun Soeharto memiliki cara yang patut dipuji. Soekarno dengan bersusah payah menyatukan bangsa Indonesia, mulai dari Sabang sampai Merauke dan terus berjuang melawan penjajah.

"Saya mungkin melabeli Bung Karno dengan kata bapak persatuan. Karena idenya beliau soal nasakom, bentuk negara yang NKRI itu ditambah lagi Pancasila yang disila ketiga menyebutkan persatuan Indonesia," terangnya.

Selain bapak persatuan, ia menilai Soekarno sangat visioner. Pidatonya yang mengingatkan agar bangsa Indonesia terus bersatu nyatanya terbukti di era reformasi saat ini.

"Kan bung karno pernah bilang, perjuanganku lebih mudah karena melawan penjajah, namun perjuangan kalian akan lebih sulit karena melawan bangsa sendiri. Itu sekarang terbukti, politik pecah belah banyak kita lihat di medsos. Ada kampret, cebong dan segala macam," ucapnya

"Padahal ini tentu mencederai semangat bung Karno yang cinta akan persatuan. Bhineka tunggal ika, gotong royong, hari ini nampaknya jauh dari percakapan sehari-sehari kita. Itu hanya muncul ya saat momen seperti ini, setelah itu hilang lagi," katanya menambahkan

 

Swasembada Pangan

Sementara untuk Soeharto, terlepas dari segaka keburukannya, Ridwan justru tertarik pada cara Soeharto membangun negara. Konsep repelita (rencana pembangunan lima tahun) dan GBHN dianggapnya sangat baik untuk dilanjutkan.

Maka tak heran bila Soeharto mendapat julukan bapak pembangunan. Karena konsep pembangunannya melalui repelita dianggap cukup menarik. Bahkan dengan repelita, Indonesia pernah menjadi negara swasembada pangan.

"Karena yang diciptakan Soeharto itu sistem. Jadi beliau tahu apa yang akan dikerjakan selama 5 tahun ke depan, begitu seterusnya. Bagaimana negara bertindak, semua sudah ada di GBHN. Kalau sekarang, tiap ganti presiden, ganti kebijakan," jelasnya.

 

Baca Juga: Napak Tilas Jejak Soekarno di Mojokerto, Pemkot Dirikan Prasasti Tetenger

Soeharto, No Comment

Berbeda dengan Ridwan, Anggota DPRD Jawa Timur (Jatim) yang juga Ketua Persatuan Alumni (PA) Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Jatim, Deni Wicaksono justru enggan berkomentar tentang Soeharto.

"Untukk Soeharto saya no comment lah mas," katanya melepas tawa

"Kalo Soekarno kan banyak hal yang bisa di jadikan referensi dan pelajaran," tambahnya lagi.

Bung Karno kata Deni, merupakan salah satu founding fathers yang dikenang sebagi bapak proklamator bangsa.

"Banyak hal yang sudah ditinggalkan dan bisa dikenang bahkan dicontoh, selain semangat perjuangan memerdekakan bangsa dari penjajahan, mempersatukan bangsa dengan Pancasila yang di gali dari nilai-nilai bangsa, mensejajarkan Indonesia denga  bangsa-bangsa lain, semangat untuk menjadikan Indonesia sebagai negara besar dan maju serta banyak hal lainnnya," pungkasnya.

 

Dikawal Generasi Penerus Bangsa

Semangat dan nilai-nilai yang telah ditinggalkan Sorkano, harus dimiliki pula oleh generasi muda. Deni pun menyitir kata Bung Karno, 'beri aku 1.000 orang tua, niscaya akan kucabut semeru dari akarnya, dan beri aku 10 pemuda niscaya akan kuguncangkan dunia'.

"Artinya apa, masa depan bangsa ada di tangan generasi muda. Kalau sampai ajaran, nilai yang telah ditinggalkan oleh founding fathers kita, tidak diketahui oleh generasi muda, niscaya bisa bubar negara ini," tegasnya.

Sedangkan pendapat para milenial lainnya, yakni Rahmat Ananda Margianto, Mahasiswa Politeknik Kesejahteraan Sosial Bandung Kemensos RI mengungkapkan bahwa jasa yang paling melekat dari Soekarno adalah sebagai tokoh proklamator kemerdekaan Indonesia.

“Pak Karno ya sebagai pejuang kemerdekaan, sebagai proklamator, orang yang cerdik dan dapat memanfaatkan peluang kekalahan Jepang sebagai media kemerdekaan indonesia setelah sekian abad dijajah,” jelas Rahmat.

Jadi, lanjutnya, kita sebagai milenial yah harus meneruskan perjuangannya dengan cara yang berbeda, yakni dengan merawat bangsa Indonesia agar tidak terpecah belah lagi.

Sedangkan Soeharto, menurut Rahmat, yang bisa dikenang sebagai bapak pembangunan. “Beda presiden ada legacynya. Kalau pak Harto, program Pelitanya dan usaha-usahanya untuk mengurangi inflasi dan tetap menstabilkan ekonomi Indonesia sampai akhir jabatannya,” jawab Rahmat. erk/sem/ana/cr2/rmc

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU