SURABAYAPAGI.COM, Surabaya - Nota Kesepahaman alias MoU antara Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD), Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI dan Kementerian Kesehatan RI terkait penelitian vaksin nusantara, tertanggal 19 April 2021, mulai diusik.
Minggu kemarin, saya membaca di media sosial bahwa Dewan Pengurus Pusat Gerakan Pengawal Supremasi Hukum (DPP GPSH) mendesak segera batalkan MoU tersebut.
Baca Juga: Iriana Dulu Sederhana, Kini Jinjing Hermes Bareng Menantu
Ini tentu pekerjaan baru buat BPOM dan Kemenkes. Mengingat substansi MoU ini terkait penelitian vaksin nusantara yang dipersulit BPOM.
Saya masih ingat saat MoU dipublikasikan medio April 2021 lalu, saya bertanya-tanya ada apa dua institusi ini mengajak KSAD untuk membuat pra perjanjian “melarang” penelitian vaksin nusantara dilanjutkan ke fase 2 dan 3?
Apa karena Dr. dr. Terawan Agus Putranto, penggagas penelitian vaksin nusantara, seorang Letnan Jenderal (Purn)?
Menggunakan akal sehat, saat itu saya sempat bertanya-tanya mengapa Menkes Budi Gunawan Sadikin tidak mengundang Dr. Terawan, membahas secara personal, sebab Budi adalah pengganti Terawan sebagai Menkes. Juga Kepala BPOM Penny J. Lukito, adalah partner Terawan, sejak lama?
Pertanyaannya, apakah keduanya mengandeng KSAD melakukan MoU, untuk memasung kreativitas tim peneliti dari Dr. dr. Terawan, yang sedang melakukan penelitian vaksin nusantara memasuki fase 2?
Hal yang kelihatan menjadi tanya besar sampai saat ini apakah melalui Jenderal TNI Andika Perkasa, Menkes dan Kepala BPOM meneken nota kesepahaman (MoU) terkait penelitian vaksin Nusantara, sebuah strategi mengkerdilkan vaksin buatan anak bangsa dan memperlancar kedatangan vaksin-vaksin impor?.
Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Andika Perkasa, saat itu menyebut penelitian berbeda makna dengan melanjutkan produksi vaksin Nusantara.
Jenderal Andika mengatakan RSPAD Gatot Subroto akan melakukan penelitian tentang sel dendritik. Penelitian dilakukan setelah ada temuan BPOM atas kelemahan critical dan major dalam kandungan vaksin Nusantara.
***
MoU Diusik, bukan urusan legalitas penelitiannya semata, tapi juga efektivitas vaksin. Maklum, saya sempat bertanya kepada seorang peneliti medis. Pertanyaannya berapa kali sebenarnya sebuah penelitian vaksin dilakukan. Dan harus melalui beberapa tahap? Peneliti menyebut dmulai dari laboratorium dan uji coba pada hewan. Jika dianggap aman dan bisa menghasilkan kekebalan, baru uji coba pada manusia dimulai.
Ia mengakui substansi dari sebuah penelitian bukan sekedar prosesnya, tapi hasil sebuah penelitian tentang efektivitas dan keamanan vaksin.
Maklum tujuan vaksin ini adalah “melatih” sistem kekebalan tubuh untuk melawan virus corona dan mencegah munculnya penyakit.
Dalam praktik di beberapa negara, teknologi-teknologi itu belum pernah berhasil memproduksi obat atau terapi yang diizinkan untuk digunakan pada manusia, seperti dijelaskan dr. Felipe Tapia dari Institut Max Planck, Jerman, kepada BBC Mundo.
"Ada harapan yang tinggi dalam pengembangan vaksin-vaksin ini. Namun kita harus lebih hati-hati karena itu semua adalah vaksin yang belum ada sejarahnya," ingat Dr Tapia.
“Bahkan para ilmuwan di Moderna sendiri mengatakan tantangan terbesar bagi mereka adalah memproduksi dan memasarkannya karena kini mereka tak punya lisensi untuk vaksin tipe mRNA," imbuhnya.
Demikian China, yang pernah melakukan uji coba pada manusia untuk vaksin LV-SMENP-DC dari Institut Kedokteran Genoimun, Shenzen. Vaksin yang berfokus pada penggunaan model sel dendrit ini dimodifikasi dengan vektor dari lentivirus.
Penelitian lain adalah vaksin yang dibuat dari virus yang telah dinonaktifkan dari Institut Produk Biologi Wuhan, subordinat dari Grup Farmasi Nasional China, Sinopharm.
Tipe vaksin ini dibuat dengan memproduksi partikel virus di reaktor dan memurnikannya sehingga virus kehilangan kemampuan untuk menyebabkan penyakit.
“Ini merupakan teknologi paling lazim, dan merupakan platform produksi vaksin yang paling sering dipakai,” papar dr. Felipe Tapia.
Kepada BBC Mundo, Felipe menyebut teknologi ini produknya sudah mengantungi lisensi untuk dipasarkan. Dan kebanyakan perkiraan vaksin untuk Covid-19 akan siap antara 12 hingga 16 bulan berdasarkan tipe vaksin ini.
Baca Juga: Penegakan Hukum Era Jokowi Rusak? Apa Iya…
Nah peneliti utama uji klinis tahap II calon vaksin nusantara, Kolonel Jonny menyebutkan bahwa saat ini calon vaksin corona berbasis sel dendritik yakni vaksin nusantara sudah menyelesaikan uji klinis fase II.
“Dari 220 orang yang ikut berpartisipasi dalam uji klinis vaksin corona tersebut, 139 menyelesaikan penelitian, dan sebanyak 136 orang aman usai mendapatkan vaksin Nusantara,”ujar peneliti utama vaksin nusantara Kolonel dr. Jonny, dalam rapat dengar pendapatan di DPR RI Komisi VII, Rabu (16/6/2021).
Maka Dr. Terawan, menyatakan sudah WA-kan hasil uji klinik mengenai vaksin safety dan efikasi oleh pihak ketiga di Amerika karena itu sudah dikerjakan.
"Dan itu hasilnya ada, kita kan kirimkan vaksin safety dan efikasi pada uji binatang ini juga sudah kita konsultasikan ke Prof Nidom, sudah saya kirim," imbuhnya.
Dalam kesempatan itu, Guru Besar Unair Prof Chairul A Nidom (Fakultas Kedokteran Hewan) malah turut menegaskan bahwa laporan uji klinis pada hewan yang diterimanya sudah sesuai dengan uji atau penelitian vaksin pada umumnya.
Maka Prof Nidom mengklaim uji coba menggunakan tikus tak menimbulkan efek atau perubahan apapun kepada subjek penelitian.
Mendengar hal itu, Kepala BPOM Penny K Lukito mengingatkan agar vaksin Nusantara benar-benar harus sudah teruji dan aman bagi manusia. "Jangan sampai kita memberikan kepada manusia suatu produk yang belum terjamin aspek keamanannya," kata Penny, meragukan penelitian vaksin nusantara tahap pertama.
***
Kepala BPOM sepertinya menutup mata hatinya, kalau kini yang sudah dilakukan penyuntikan vaksin nusantara (fase 2), bukan sekedar manusia biasa. Relawan relawan vaksin nusantara fase 2 adalah pejabat negara, artis, tokoh masyarakat dan ulama. Mereka ada yang divaksin sendiri oleh Dr. Terawan, sejak bulan Maret 2021. Alhamdulillah, semua pejabat dan tokoh masyarakat tak ada yang meninggal dunia dan sakit, pasca di vaksin.
Baca Juga: Simpang Siurnya, Kementerian Penerimaan Negara
Dengan fakta-fakta ini, akal sehat saya berkata, saatnya mengusik kredibilitas Kepala BPOM Penny Lukito. Ada apa ia menghambat penelitian vaksin Nusantara, sebelum manusia yang menduduki berbagai jabatan penting di Indonesia? Publik sekarang saatnya didorong mengusik kepentingan Kepala BPOM Penny, tak menyetujui fase ke 2 penelitian vaksin nusantara? Kita bentuk peradilan etik mengusik motif Kepala BPOM yang awal tahun 2021 bikin geger di gedung DPR-RI. Saat itu Kepala BPOM bersikukuh menolak usulan anggota DPR untuk melanjutkan penelitian tahap dua-tiga vaksin nusantara.
Menyaksikan Kepala BPOM dicerca bertubi-tubi oleh anggota Komisi X DPR-RI, saya teringat
air mata Ratna Sarumpaet yang bercucuran saat menyanggah dirinya mengaku dianiaya dan terjebak dalam kebodohan. Dia mengungkapkan membuat cerita khayalnya soal wajahnya yang lebam. Ia meminta maaf kepada semua pihak, termasuk Capres Prabowo Subianto.
Ratna Sarumpaet mengaku saat itu datang ke dokter Sidik di RS Khusus Bina Estetika, Menteng, Jakarta Pusat, (21 September 2018). Ratna mengaku melakukan sedot lemak. Saat pulang mukanya masih lebam-lebam akibat operasi.
"Saya membutuhkan alasan ke anak saya dan saya katakan saya dipukul orang. Dalam 1 minggu ke depan saya terus dikorek, namanya juga anak. Saya nggak membayangkan terjebak dalam kebodohan ini," kata Ratna.
Sampai satu minggu ia diam dan membiarkan cerita khayalan bergulir. Padahal dalam hati nuraninya, ia merasa bersalah.
Rasa penyesalan terus mengusik Ratna Sarumpaet. "Itu yang yang terjadi. Jadi tidak ada penganiayaan. Itu hanya cerita khayalan yang diberikan setan mana ke saya dan berkembang," kata Ratna. Hingga akhirnya Ratna Sarumpaet pun sadar dan sangat menyesal.
“Saya tidak sanggup melihat Pak Prabowo membela saya dalam jumpa pers. Saya salat malam tadi malam berulang kali dan tadi pagi saya mengatakan pada diri, saya stop," tegas Ratna.
Ratna lalu memanggil anak-anaknya dan meminta maaf atas kebohongan dan perbuatan salahnya.
Saya mengutip kisah Ratna Sarumpet ini, mungkinkah drama ini juga dialami Penny Lukito?
Akal sehat saya berkata, dengan fakta para pejabat yang disuntik vaksin nusantara sejak April 2021 sampai akhir Agustus 2021 sehat-sehat dan tidak satu pun yang meninggal dunia, apa bukan bukti vaksin nusantara aman dan efektif menjaga kekebalan tubuhnya. Dengan fakta ini, mengapa Kepala BPOM Penny, tidak malu. Ayo kita usik Penny Lukito mundur dari jabatannya, karena terbukti aman dan efektif untuk manusia. ([email protected])
Editor : Moch Ilham